Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2009

Restitusi Express

Gambar
Saya yakin bagi sebagian besar Wajib Pajak, pelayanan restitusi yang cepat akan menguntungkan mereka. Jika bisa, setiap bulan Wajib Pajak bisa mengklaim kelebihan pajak yang dia bayar sehingga akan menambah arus uang [maksudnya cash inflow ] untuk keperluan operasional. Percaya atau tidak, ternyata ada juga Wajib Pajak yang mengeluh karena "harus" restitusi setiap bulan!!! Untuk restitusi tersebut, si Wajib Pajak merasa kewalahan untuk melayani pemeriksaan. Adakah proses restitusi yang tanpa pemeriksaan? Ternyata ada! Sebenarnya disebut Pengembalian Pendahuluan. Tidak perlu dilakukan pemeriksaan tapi cukup dilakukan penelitian. Dua hal yang berbeda! Apa saja yang diteliti oleh petugas pajak? Ini dia menurut Pasal 6 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-40/PJ/2009 : 1. kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya; 2. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; 3. kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak; dan 4. kebenaran alamat yang tercan

Reformasi Jilid Dua

Gambar
Pertama mendengar istilah "reformasi jilid dua", saya mengira hanya gurauan dalam perbincangan. Ya, kenapa harus disebut jilid dua padahal sebelumnya tidak ada istilah jilid satu? Atau sebuah istilah untuk reformasi DJP pasca Pak Darmin? Apa perbedaan jilid satu dan jilid dua? Kira-kira begitu pertanyaan yang ada dibenak. Dan ternyata istilah reformasi jilid dua bukan istilah informal tapi sudah formal. Bahkan DJP telah melakukan pencanangan [mungkin istilah yang tepat peresmian?] program reformasi jilid dua dengan mengundang perwakilan dari masing-masing kantor se Indonesia. Acara pencanangan dilakukan pada tanggal 23 Juli 2009 di Taman Budaya Sentul City Bogor. Salah satu beritanya ada di laman KPP Madya Palembang . Majalah Berita Pajak edisi 1 Juli 2009 juga berjudul "Reformasi Jilid Dua". Ternyata reformasi jilid dua sudah dicanangkan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 22 Juni 2009 . Bahkan DJP sudah membuat siaran pers tentang reformasi jilid dua. Saya j

Pengurangan PBB

Gambar
Walaupun saya bukan Kabid PKB [kapan ya jadi eselon 3?] tapi saya yakin bahwa sebagian besar pekerjaan Kabid Pengurangan, Keberatan, dan Banding di Kanwil DJP berkaitan dengan PBB. Diantara tumpukan berkas yang ada dimeja, sebagian besar berkas pengurangan PBB. Hari Kamis kemarin, 9 Juli, saya kebetulan berbincang dengan pjs Kabid PKB di Kanwil DJP Jawa Tengah, dan dari secuil perbincangan hari itu terbukti bahwa berkas pengurangan PBB adalah pekerjaan yang paling banyak. Sebenarnya siapa sih yang berhak mendapatkan pengurangan PBB? Kita kutip saja Peraturan Menteri Keuangan No. 110/PMK.03/2009 yang merupakan peraturan terbaru tentang pengurangan PBB. Berikut Wajib Pajak yang berhak mendapatkan pengurangan : a. Wajib Pajak orang pribadi meliputi: 1) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya; 2) objek pajak berupa lahan pertanian/ perkebunan/ perikanan/petern

Intelijen Untuk Wajib Pajak

Gambar
Dua hari setelah saya posting tentang intelijen pajak ternyata ada berita tentang intelijen di Bisnis Indonesia yang disalin oleh www.pajak.go.id pada tanggal 10 Juli 2009. Pada posting kali ini saya akan mengomentari praktisi perpajakan yaitu paragrap berikut : Vaudy Starworld, praktisi pajak dari kantoi konsultan Vaudy Starworld, mengatakan selain ditugaskan untuk memata-matai wajib pajak, seharusnya petugas intelijen pajak juga ditugaskan untuk memata-matai petugas pajak (fiskus). "Ini tujuannya membersihkan diri Ditjen Pajak sendiri dari praktik-praktik under table masa lalu," katanya. Saya kira Inteldik tidak akan kekurangan pekerjaan dengan memata-matai pegawai DJP sendiri. Ada unit khusus yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mengawasi kepatuhan internal yaitu Sub Dit Kepatuhan Internal yang berada di bawah KITSDA. Dan yang saya dengar direktur KITSDA juga pernah mengirim pegawai ke BIN untuk pendidikan intelijen. Hanya saja mungkin tidak sebanyak yang

Intelijen Perpajakan

Gambar
Awas intel pajak! Saya kira para Wajib Pajak mulai sekarang perlu mengingat kalimat singkat tersebut. Sejak modernisasi Kantor Pusat DJP, terjadi perubahan organisasi. Salah satunya adalah adanya Direktorat Intelijen dan Penyidikan Pajak atau yang sering disebut Dit Inteldik. atau Dit. IP. Selama ini yang lebih sering kita dengar bahwa intel itu intel untuk kepentingan militer seperti BIA, BAKIN, dan BIN. Selain itu, ada juga inter polisi. Dan satu-satunya intel PNS tentu saja intelijen kejaksaan. DJP adalah salah satu organisasi yang "berani" menamakan salah satu sub-organisasinya dengan sebutan Intelijen. Mungkin ada organisasi lain yang sebenarnya bertugas melakukan kegiatan intelijen tapi dari namanya bukan intelijen. Sementara ini, kegiatan intelijen di DJP diperuntukkan bagi keperluan proses penyidikan. Setidaknya ini yang saya tahu :D Misalnya untuk mencari tersangka yang sembunyi entah dimana, atau mengumpulkan informasi untuk keperluan keberhasilan proses pen

Politik Kebijakan Perpajakan

Gambar
Musim kampanye sudah usai. Para calon anggota legislatif hampir semua sudah terpilih (ada beberapa daerah yang pemilu ulang). Sedangkan para capres saat ini sedang menikmati puncak tekanan psikologi. Walaupun masing-masing capres selalu mengadakan polling, tetapi tentu saja yang menentukan bukan polling. Pemilihan presiden secara langsung adalah penentunya. Karena itu, saat ini pasti mereka sedang deg-deg-an :D Kalau kita perhatikan, kebanyakan kampanye para calon presiden dan calon wakil presiden selalu pada sisi pengeluaran. Sebagai contoh, pendidikan gratis sampai SMA, Bantuan Langsung Tunai, bantuan permodalan, pembangunan infrastruktur, peningkatan anggaran "x" sekian persen, dan seterusnya. Kalau dilihat dari sisi APBN tentu akan ada penerimaan dan pengeluaran. Nah, sebelum mencanangkan program " peningkatan " pengeluaran anggaran tentu saja seharusnya para calon pemimpin merancang bagaimana meningkatkan penerimaan negara tanpa berhutang. Bisa saja untu

Negara Merdeka Bebas Pajak?

Gambar
PPh 21 perorangan / Income Tax bisakah dikembalikan ke kita? Coba pikirkan kami yang dari swasta, pada waktu kita produktif, pemerintah dengan enak memotong penghasilan kita berupa PPh 21 perorangan, tapi ketika kita tidak produktif (tua jompo) dimana peran pemerintah ? Saya berpendapat seharusnya PPh 21/income tax adalah hak kita dan harus kembali ke kita sebab itu adalah penghasilan dari jerih payah kita bekerja yang kita pinjamkan/titipkan pada pemerintah untuk dipakai menjalankan pemerintahan. Dana Pensiun? itu uang kita dari hasil kita nabung. Jika tidak kembali, berarti kita hidup di negeri ini harus bayar atau memberi upeti. Apa bedanya negara merdeka dengan negara jajahan, kalau harus bayar upeti. Jadi kesimpulannya UU perpajakan kita harus dirubah ke yang lebih mencerminkan negara merdeka dan rakyat merdeka, bukan negaranya saja yang merdeka. Memang benar bahwa kita harus membayar upeti. Dan menurut saya upeti memiliki makna yang sama [sinonim] dengan pajak! Hanya saja

Membebaskan BPHTB Warisan

Gambar
Pak Raden, saya aneh apa karena warisan diperoleh dengan cuma-cuma, maka wajar kena pajak? Kenapa penerapan UU ini memandang warisan itu hanya sebelah saja yaitu harta warisan, padahal ada juga warisan berupa hutang. Jadi kalau mau membahas warisan, pemerintah harusnya melihat keseluruhan harta dan hutang warisan. Jangan hanya hartanya saja. Begitulah salah satu komentar yang masuk pada hari ini. Pertama saya mengira yang dimaksud pajak adalah PPh atau PPN. Padahal untuk masalah warisan sudah saya bahas di blog ini pada tanggal 7 September 2007 . Kalau di cari dulu pasti ketemu. Kesimpulan pada posting itu adalah warisan bebas pajak. Setelah saya teliti, ternyata komentar tersebut ada di posting BPHTB . Jadi yang dimaksud pajak disini adalah BPHTB. Saya kemudian mencari tahu alasan pengenaan BPHTB atas warisan ini. Memang alasan kenapa warisan dikenakan yang ada di Peraturan Pemerintah No. 111 Tahun 2000, yaitu di bagian penjelasan yang berbunyi : Saat pewaris meninggal dunia,

PPN KMS

Gambar
Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri [PPN KMS] sudah ada sejak tahun 2000. Waktu itu Objek PPN KMS adalah rumah dan tanah dengan luas minimal 400 meter persegi. Kemudian pada tahun 2002, batasan objek PPN KMS diturunkan dari 400 meter persegi menjadi 200 meter persegi. Sedangkan tarif efektif PPN KMS adalah 4% dari total pengeluaran. Berikut Pasal 3 ayat (3) KMK 545/2000 : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun sendiri, jumlahnya ditetapkan sebesar 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya dan harus dibayar seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Dari situ jelas bahwa batasan objek PPN KMS adalah luas bangunan. Tetapi hari ini saya baca berita di Bisnis.com dan kontan.co.id bahwa PPN KMS akan dikenakan pada rumah yang memiliki nilai tinggi. Apakah batasan objek akan berubah dari luas ke nilai? Kita tunggu saja UU PPN yang ba

Jasa Katering

Gambar
Komentar : Bagaimana dengan PPh 21 vs PPh 23 misal orang pribadi yang menyediakan jasa catering, jasa sewa kendaraan apakah dipotong pph 21 (bukan pegawai) atau pph 23? Jawaban saya: Jasa Katering termasuk objek PPh Pasal 23 sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimkasud dalam Pasal 23 ayat 1 huruf C angka 2 UU Nomor 36 tahun 2008. Untuk daftar objek pajak PPh Pasal 23 sudah saya posting pada tanggal 22 Januari 2009 . Silakan di klik . Tetapi jika penyedia jasa katering tersebut orang pribadi maka tidak otomatis si pengusaha katering tersebut wajib memotong PPh Pasal 23. Wajib Pajak orang pribadi yang dapat memotong PPh Pasal 23 adalah [Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 394/KMK.04/1996]: a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas; b.Orang pribadi yang menjalankan usa

Saat terutang PBB dan BPHTB

Gambar
Komentar : Saya butuh informasi, kapan seseorang yang membeli rumah di developer mulai bayar PBB? Masalahnya saya kredit in-house di developer tersebut, dan belum melakukan balik nama maupun serah terima, sedangkan pembayaran BPHTB dan lain-lain diberi kelonggaran sampai batas kurang lebih 1 tahun dari pelunasan. Memang tahun ini merupakan tahun terakhir saya mencicil, dan saya sudah mendapat tagihan untuk bayar PBB. Sebenarnya masih tanggung jawab developer atau pembeli? Jawaban saya: Saat terutang PBB adalah tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan. Untuk lebih jelas siapa yang wajib bayar PBB, saya berikan contoh dibawah ini. Saya membeli rumah dan tanah di Bandung pada tanggal 15 Januari 2008. Karena pada tanggal 1 Januari 2008 rumah di Bandung tersebut masih milik orang lain atau pengembang maka subjek pajak [orang yang wajib bayar] yang tertera di SPPT PBB tahun 20008 adalah orang lain atau pengembang. Subjek pajak akan berubah menjadi saya sejak SPPT PBB tahun 2009.

PPh Pasal 4 (2) versus PPh Pasal 23

Gambar
Masih banyak yang mempertanyakan ketidaksinkronan antara tarif yang diatur di PPh Pasal 23 UU PPh 1984 dengan tarif yang diatur di Pasal 4 ayat (2) UU PPh 1984. Sebagai contoh : tarif PPh Pasal 23 atas jasa konstruksi sebesar 2%. Tetapi di PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 2%, 3%, 4%, dan 6% berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008. Jauh sebelum masalah jasa konstruksi, saya sendiri mempertanyakan kenaikan tarif PPh atas bunga deposito dan tabungan setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000 yang mengatur tarif PPh atas bunga deposito dan tabungan serta SBI sebesar 20% padahal di Pasal 23 UU PPh 1984 [amandemen 2000] jelas-jelas tarif 15% untuk bunga. Hasil pendalaman saya atas hal ini sebagai berikut : Pertama: Pasal 4 ayat (2) UU PPh 1984 adalah peraturan lebih khusus mengalahkah Pasal 23 UU PPh 1984. Penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU PPh 1984 [amanden 2000] sudah menyebutkan, " .. pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari tabungan masyarakat te

Penghapusan Piutang

Gambar
Sudah menjadi kelaziman dalam dunia bisnis jika ada sebagian kecil dari piutang yang tidak bisa ditagih. Karena atas piutang tersebut telah tercatat sebagai pendapatan, maka untuk mengoreksi pendapatan tersebut tentu dengan menjadikan biaya dari piutang tersebut. Ya, penghapusan piutang adalah biaya atau pengurang penghasilan bruto. Hanya saja, dilihat dari sisi fiskal penghapusan piutang harus memiliki syarat sebagaimana yang diatur di Pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh 1984. Ternyata ada sedikit perbedaan antara aturan di UU dengan turunannya di Peraturan Menteri Keuangan No. 105/PMK.03/2009 . Ibu Triyani telah membuat catatan tentang perbedaan ini. Dan saya setuju dengan beliau :D ..bagaimana caranya kreditur membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur. Apakah kreditur wajib meminta laporan keuangan debitur? Atau dengan cara lain? Bagaimana jika debitur adalah WP orang pribadi yang tidak melakukan pembuku