Jasa perhotelan
Diantara yang sering dipertanyakan berkaitan dengan objek persewaan bangunan adalah persewaan ruangan oleh hotel kepada pihak lain. Apakah persewaan seperti ini termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final yang mengacu ke Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 atau bukan. Sebelumnya, saya selalu berpatokan bahwa yang dikecualikan dari persewaan ruangan di hotel adalah sewa kamar untuk menginap karena termasuk wilayah Pajak Hotel. Tetapi pendapat itu sekarang dikoreksi karena ternyata ada yang namanya Jasa Perhotelan atau Jasa dibidang perhotelan. Berikut catatannya:
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 menyebutkan :
Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 sebagai pelaksana dari PP No. 29 Tahun 1996 diatas memperluas pengertian persewaan bangunan dengan “atau pertemuan termasuk bagiannya”, berikut bunyi lengkap Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996:
Walaupun Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 ini telah dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 120/KMK.03/2002 tetapi perubahan hanya untuk Pasal 2. Artinya pengertian persewaan tanah dan/atau bangunan tidak berubah.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-22/PJ.4/1996 mempertegas pengertian sewa yang dimaksud dengan PP No. 29 Tahun 1996. Berikut bunyi lengkapnya :
Karena itu sangat wajar jika sebelumnya saya berpendapat bahwa sewa ruangan untuk acara [ contoh ] : seminar, training management, dan acara rapat termasuk dalam pengertian sewa bangunan yang harus dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebagaimana dimaksud di PP NO. 29 Tahun 1996. Ruangan bagian hotel yang disewakan ke konsumen untuk acara seminar atau acara rapat [meeting] termasuk “pertemuan”.
Pendapat itu kemudian berubah setelah ada email yang menanyakan surat Sekretaris Ditjen Pajak tentang pemotongan PPh atas kegiatan di Hotel. Inti surat S-3285/PJ.013/2007 adalah jawaban kenapa Ditjen Pajak tidak memotong PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 untuk acara Diklat Fungsional Pemeriksa Pajak yang dilakukan di hotel, padahal instansi lain memungut PPh dimaksud untuk acara yang sejenis [diselenggarakan di hotel]. Tentu saja saya tidak memiliki kapasitas “melawan” surat tersebut. Karena itu, sebelum menjawab, saya pelajari pelan-pelan surat yang disertakan di email tersebut. Ternyata, pendapat saya yang pertama salah.
Inti kesalahan pendapat pertama adalah adanya istilah “jasa perhotelan”. Sebenarnya lebih tepat disebut “Jasa dibidang perhotelan”. Kita urutkan, kenapa harus ada definisi jasa perhotelan. Bermula dari Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 bahwa jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok jasa, “ .. jasa di bidang perhotelan; …”
Kemudian berdasarkan kuasa Pasal 4A UU PPN 1984 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan :
Jenis jasa di bidang perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf k meliputi :
Berdasarkan pengertian ini, bahwa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel merupakan Jasa Perhotelan! Artinya, jasa perhotelan memiliki pengertian khusus. Pengertian khusus ini mengalahkan pengertian umum tentang “sewa bangunan”. Kita perhatikan bahwa Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 menyebutkan kata “pertemuan” sebagai bagian dari sewa bangunan. Begitu juga di Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan kata “pertemuan di hotel”. Sama-sama pertemuan!
Catatan saya bahwa persewaan ruangan selain untuk kegiatan acara atau pertemuan [seperti disewakan untuk kios, untuk kantor, untuk usaha lain] masih tetap merupakan sewa rungan yang mengacu kepada PP No. 29 Tahun 1996 walaupun dilakukan oleh hotel karena tidak sesuai dengan pengertian jasa perhotelan sebagaimana dimaksud di PP No. 144 Tahun 2000.
Jasa perhotelan merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN [bukan objek PPN]. Selain itu, jasa perhotelah bukan objek PPh Pasal 23 karena tidak disebutkan di PER-70/PJ/2007. Apakah objek PPh Pasal 22? Bukan juga karena objek PPh Pasal 22 merupakan pembelian atau belanja barang.
Cag!
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 menyebutkan :
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan.
Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 sebagai pelaksana dari PP No. 29 Tahun 1996 diatas memperluas pengertian persewaan bangunan dengan “atau pertemuan termasuk bagiannya”, berikut bunyi lengkap Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Walaupun Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 ini telah dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 120/KMK.03/2002 tetapi perubahan hanya untuk Pasal 2. Artinya pengertian persewaan tanah dan/atau bangunan tidak berubah.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-22/PJ.4/1996 mempertegas pengertian sewa yang dimaksud dengan PP No. 29 Tahun 1996. Berikut bunyi lengkapnya :
..atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final. Dalam Pengertian bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal baik di dalam gedung maupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut.
Karena itu sangat wajar jika sebelumnya saya berpendapat bahwa sewa ruangan untuk acara [ contoh ] : seminar, training management, dan acara rapat termasuk dalam pengertian sewa bangunan yang harus dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebagaimana dimaksud di PP NO. 29 Tahun 1996. Ruangan bagian hotel yang disewakan ke konsumen untuk acara seminar atau acara rapat [meeting] termasuk “pertemuan”.
Pendapat itu kemudian berubah setelah ada email yang menanyakan surat Sekretaris Ditjen Pajak tentang pemotongan PPh atas kegiatan di Hotel. Inti surat S-3285/PJ.013/2007 adalah jawaban kenapa Ditjen Pajak tidak memotong PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 untuk acara Diklat Fungsional Pemeriksa Pajak yang dilakukan di hotel, padahal instansi lain memungut PPh dimaksud untuk acara yang sejenis [diselenggarakan di hotel]. Tentu saja saya tidak memiliki kapasitas “melawan” surat tersebut. Karena itu, sebelum menjawab, saya pelajari pelan-pelan surat yang disertakan di email tersebut. Ternyata, pendapat saya yang pertama salah.
Inti kesalahan pendapat pertama adalah adanya istilah “jasa perhotelan”. Sebenarnya lebih tepat disebut “Jasa dibidang perhotelan”. Kita urutkan, kenapa harus ada definisi jasa perhotelan. Bermula dari Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 bahwa jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok jasa, “ .. jasa di bidang perhotelan; …”
Kemudian berdasarkan kuasa Pasal 4A UU PPN 1984 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan :
Jenis jasa di bidang perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf k meliputi :
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
Berdasarkan pengertian ini, bahwa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel merupakan Jasa Perhotelan! Artinya, jasa perhotelan memiliki pengertian khusus. Pengertian khusus ini mengalahkan pengertian umum tentang “sewa bangunan”. Kita perhatikan bahwa Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 menyebutkan kata “pertemuan” sebagai bagian dari sewa bangunan. Begitu juga di Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan kata “pertemuan di hotel”. Sama-sama pertemuan!
Catatan saya bahwa persewaan ruangan selain untuk kegiatan acara atau pertemuan [seperti disewakan untuk kios, untuk kantor, untuk usaha lain] masih tetap merupakan sewa rungan yang mengacu kepada PP No. 29 Tahun 1996 walaupun dilakukan oleh hotel karena tidak sesuai dengan pengertian jasa perhotelan sebagaimana dimaksud di PP No. 144 Tahun 2000.
Jasa perhotelan merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN [bukan objek PPN]. Selain itu, jasa perhotelah bukan objek PPh Pasal 23 karena tidak disebutkan di PER-70/PJ/2007. Apakah objek PPh Pasal 22? Bukan juga karena objek PPh Pasal 22 merupakan pembelian atau belanja barang.
Cag!
Komentar
Regards,
Andreas Hartono
(e-mail: andreas.hartono@bachroem.net)
arif mulyono
dit. PP II KPDJP
moel_arif@yahoo.com