Barang Yang Tidak Dikenai PPN
Menurut teori hukum, penjelasan undang-undang sebenarnya penafsiran resmi pembuat undang-undang. Karena itu, penjelasan undang-undang tidak mengikat seperti batang tubuh undang-undang. Tetapi di undang-undang perpajakan, penjelasan sering menjadi acuan peraturan yang mengikat.
Bisa jadi memori penjelasan undang-undang akan menjadi peraturan pemerintah, atau peraturan menteri keuangan, atau peraturan dirjen pajak. Kalau sudah begitu, jadinya tetap mengikat.
Sebagai contoh : Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN sebenarnya tidak mengalami perubahan kata "barang-barang" menjadi "barang". Tetapi sebenarnya ada perluasan jenis barang yang tidak dikenai PPN. Silakan perhatikan perubahan berikut :
Sebelumnya [UU No. 18 Tahun 2000] :
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam ayat ini adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang berjodium maupun yang tidak berjodium.
Perubahan [UU No. 42 Tahun 2009] :
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
[a.] beras;
[b.] gabah;
[c.] jagung;
[d.] sagu;
[e.] kedelai;
[f.] garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
[g.] daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
[h.] telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
[i.] susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
[j.] buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
[k.] sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Saya kira tidak lama lagi uraian diatas akan dituangkan dalam peraturan pemerintah. Kita tunggu saja.
salaam
Komentar
Pertanyaan saya:
Fokus dari pasal ini apa ya Mas ? Kebutuhan rakyat banyak ato barangnya jadi klo misalnya barang barang kebutuhan pokok tersebut (contoh garam) bila dikonsumsi bukan oleh rakyat banyak tetapi dikonsumsi untuk industri apakah menjadi terutang PPN?
Tetapi kenapa Pembayaran PPn itu pada waktu menyerahkan barang, Jika Tunai sih benar, tapi jika pembayarannya kredit bagaimana? Kalau tetap diminta membayar PPN namanya bukan dipungut tapi dibayar oleh produsen?????
Terima kasih.