Melaporkan Penghasilan Istri
Sistem pengenaan pajak berdasarkan UU PPh 1984 menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Penghasilan istri dan penghasilan anggota keluarga lain seperti anak [mungkin anaknya sudah jadi artis], digabung dan dilaporkan menjadi satu SPT Tahunan PPh OP.
Tetapi jika istri kita hanya memiliki penghasilan dari satu pemberi kerja atau istri kita seorang pekerja [bukan pengusaha], maka atas penghasilan istri dikenakan PPh Final. Maksudnya, kewajiban menghitung, dan menyetor PPh atas penghasilan istri selesai di tingkat pemberi kerja [majikan]. Kepala keluarga tidak perlu menghitung dan membayar PPh kembali.
Lantas, dimana penghasilan istri atau anggota keluarga dilaporkan? Tempatnya ada di form 1770 S - II atau lampiran II bagian A, nomor 10. Kepala Keluarga cukup melaporkan penghasilan bruto dan PPh terutang yang sudah dipotong sesuai bukti potong. Nah, Bukti Potong tersebut tetap wajib dilampirkan di SPT Tahunan PPh OP!!!
Lampiran Bukti Potong tersebut tentu menginformasikan kepada petugas pajak bahwa istri Wajib Pajak tersebut sudah final [sudah dipotong dan disetorkan oleh pemberi kerja]. JIka tidak ada Bukti Potong, saya pikir petugas pajak juga akan bertanya-tanya, "Apa benar atas penghasilan istri sudah dikenakan PPh?". Sekali lagi, inilah pentingnya minta Bukti Potong!
Salaam
Tetapi jika istri kita hanya memiliki penghasilan dari satu pemberi kerja atau istri kita seorang pekerja [bukan pengusaha], maka atas penghasilan istri dikenakan PPh Final. Maksudnya, kewajiban menghitung, dan menyetor PPh atas penghasilan istri selesai di tingkat pemberi kerja [majikan]. Kepala keluarga tidak perlu menghitung dan membayar PPh kembali.
Lantas, dimana penghasilan istri atau anggota keluarga dilaporkan? Tempatnya ada di form 1770 S - II atau lampiran II bagian A, nomor 10. Kepala Keluarga cukup melaporkan penghasilan bruto dan PPh terutang yang sudah dipotong sesuai bukti potong. Nah, Bukti Potong tersebut tetap wajib dilampirkan di SPT Tahunan PPh OP!!!
Lampiran Bukti Potong tersebut tentu menginformasikan kepada petugas pajak bahwa istri Wajib Pajak tersebut sudah final [sudah dipotong dan disetorkan oleh pemberi kerja]. JIka tidak ada Bukti Potong, saya pikir petugas pajak juga akan bertanya-tanya, "Apa benar atas penghasilan istri sudah dikenakan PPh?". Sekali lagi, inilah pentingnya minta Bukti Potong!
Salaam
Komentar
Thanks
saya ada pertanyaan bodoh...
ada yang bilang, apabila dalam penghitungan ternyata selisih pajak kita negatif (kelebihan bayar) maka biasanya akan ada pemeriksaan...
kok aneh ya?
jika istri punya NPWP, SPT tetap dibuat dan dilaporkan tetapi dengan ketentuan penghasilannya final. Sebaliknya di SPT suami penghasilan istri tidak perlu ditambahkan.
@yuli
diperiksa betul, karena uangnya sudah masuk kas negara.
Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
PENJELASAN
Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah
Ayat (1)
Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:
penghasilan isteri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja, dan
penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Contoh:
Wajib Pajak A, yang memperoleh penghasilan dari usaha sebesar Rp100.000.000,00 mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai dengan penghasilan sebesar Rp50.000.000,00. Apabila penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, penghasilan sebesar Rp50.000.000,00 tidak digabung dengan penghasilan A dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri tersebut bersifat final.
Apabila selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha, misalnya salon kecantikan dengan penghasilan sebesar Rp75.000.000,00, seluruh penghasilan isteri sebesar Rp125.000.000,00 (Rp50.000.000,00 + Rp75.000.000,00) digabungkan dengan penghasilan A. Dengan penggabungan tersebut A dikenai pajak atas penghasilan sebesar Rp225.000.000,00 (Rp100.000.000,00 + Rp50.000.000,00 + Rp75.000.000,00). Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak bersifat final, artinya dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas penghasilan sebesar Rp225.000.000,00 tersebut yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
PERHATIAN:
Bukan pada awal tahun perkawinan tapi AWAL TAHUN PAJAK.