Indonesia Menandatangani Perjanjian Perpajakan Multilateral
OECD telah melakukan inisiasi gerakan anti penghindaran pajak. Tax treaty bilateral salah satu kelemahan dari aturan perpajakan global. Sejarah tax treaty bilateral memang dari semangat untuk menghilangkan kewenangan aturan domestik. Tujuannya supaya tidak dobel pemajakan. Objek yang sama dipajaki dua negara, negara sumber dan negara domisili.
Karena dibuat dengan kacamata negara per negara, para ahli tax treaty kemudian melihat lubang-lubang yang dapat dimanfaatkan (biasa disebut treaty shoping). Akibatnya penghasilan dapat didesain jadi bebas pajak dimana pun. Kasus Apple, Microsoft, Google, dan perusahaan digital lainnya dengan mudah lolos dari aturan pajak dengan memanfaatkan kelemahan tax treaty.
Pasca kasus perusahaan digital naik ke tingkat dunia, maka OECD kemudian memprakarsai BEPS untuk menutup lubang tax treaty konvensional.
Untuk melengkapi aturan anti penghindaran pajak diantaranya dengan melengkapi tax treaty khusus terkait program BEPS. Namun jika dilakukan secara bilateral maka akan memakan waktu yang sangat panjang dan melelahkan karena banyaknya negara yang terkait. Disampingnya itu, proses pembuatan treaty juga panjang.
Untuk memotong prosedur dan mempersingkat waktu maka tax treaty dibuat Multilateral. Pada tanggal 7 Juni 2017 tax treaty Multilateral ditandatangani oleh 68 negara termasuk Indonesia. Ini adalah penandatanganan tahap pertama!
Menteri Keuangan telah mewakili Indonesia Menandatangani tax treaty tersebut.
Berikut ini adalah sambutan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang ditulis di buku dan disalin di laman Facebook. Saya salin kembali di bawah ini.
Paris, 7 Juni 2017
Hari ini Indonesia menandatangani Multilateral Instrument on Tax Treaty (MLI) di kantor pusat OECD Paris, Perancis. MLI merupakan modifikasi pengaturan Tax Treaty secara serentak, sinkron-simultan dan efisien, tanpa melalui proses negosiasi bilateral. Dengan 68 negara yang ikut menandatangani hari dan akan segera disusul 30 negara lain, maka Indonesia dapat mengamankan penerimaan pajak dengan mencegah penghindaran pajak dalam bentuk penyalahgunaan tax treaty, penghindaran yang dilakukan Bentuk Usaha Tetap dengan memecah fungsi organisasi, memecah waktu kontrak, rekayasa kontrak, rekayasa kepemilikan yang bertujuan menghindari kewajiban perpajakan di Indonesia.
MLI merupakan upaya bersama secara global untuk mencegah praktik-praktik yang dilakukan wajib pajak/badan usaha untuk mengalihkan keuntungan dan menggerus basis pajak suatu negara atau disebut sebagai "base erosion and profit shifting".
Kita harus terus menerus berjuang untuk memerangi penghindaran dan pengalihan pajak oleh pembayar pajak Indonesia, termasuk melalui pengumpulan informasi perpajakan, baik yang ada di Indonesia maupun yang ditempatkan dan disembunyikan di luar Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia ikut dalam kesepakatan pertukaran informasi untuk keperluan perpajakan atau automatic exchange of information. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2017 yang dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 70 tahun 2017.
Tanpa kerjasama internasional, para wajib pajak kita terutama 1-5% terkaya dan badan usaha akan mudah menghindari kewajiban membayar pajak. Bila indonesia tidak mampu mengumpulkan pajak, terutama dari kelompok terkaya dan masyarakat yg mampu, maka kita tidak akan mampu membangun sekolah, madrasah, dan pendidikan yg baik, tidak mampu membayar anggaran kesehatan yang cukup, tidak mampu membayar guru, polisi, tentara, hakim, tidak mampu membantu petani, nelayan, dan usaha kecil, dan Indonesia tidak mampu membangun infrastruktur, air bersih, jalan raya, listrik, pelabuhan, dll.
Tanpa pajak kita tidak mampu menjaga keutuhan dan kemerdekaan kita, dan tidak mungkin menciptakan indonesia yg maju, adil dan makmur serta bermartabat.
Sri Mulyani Indrawati.
Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog
Komentar