Beneficial Owner
Apa itu Beneficial Owner (BO)? Beriktu ini catatan saya dari salah satu salinan putusan pengadilan pajak.
Istilah BO di tax treaty mempunyai makna yang tidak berlandaskan kepada pengertian hukum atau formal, melainkan mengandung makna ekonomis. Atau melihat kepada substansi. Hal ini sejalan dengan prinsip "substance over-form" atau asas material.
OECD menggunakan pengertian negatif yang menjelaskan karakter BO yaitu :
[1.] bukan agent
[2.] bukan nominee
[3.] bukan mere fiduciary
[4.] bukan administrator
[5.] bukan conduit company
Pengertian ini mirip dengan pengertian di PER-25/PJ/2010 bahwa pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan (BO) adalah penerima penghasilan yang :
a. bertindak tidak sebagai Agen;
b. bertindak tidak sebagai Nominee; dan
c. bukan Perusahaan Conduit.
Sedangkan menurut Klaus Vogel bahwa BO orang yang bebas memutuskan tentang suatu modal dan harta dan atau hasil dari harta atau modal tersebut. Conduit company meskipun merupakan pemilik penghasilan secara formal tetapi bukan merupakan BO jika didalam praktek ia mempunyai kekuasaan yang sempit atas penghasilan tesebut, seperti hanya sebagai orang yang diberi kepercayaan belaka atau sebagai pengadministrasi yang bertindak untuk pihak yang berkepentingan.
Mengapa BO penting?
Ternyata tidak cukup dengan SKD (surat keterangan domisili) untuk memanfaatkan penurunan tarif sesuai tax treaty. Memang, untuk menggunakan tax treaty harus ada SKD. Menurut Pasal 3 ayat (2) PER-25/PJ/2010 bahwa kriteria beneficial owner hanya diterapkan untuk penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait memuat persyaratan beneficial owner. Artinya, tidak semua pasal di tax treaty memerlukan persyaratan BO.
Saya ambil contoh Pasal 1 Tax Treaty yang biasanya berbunyi :
Tetapi SKD saja belum cukup. Penurunan tarif PPh ternyata diberikan hanya kepada BO, bukan resident. Walaupun sudah ada SKD, tetapi jika bukan BO, maka tetap tidak bisa memanfaatkan tarif tax treaty. Besaran tarif yang digunakan kembali ke Pasal 26 UU PPh.
Sebagai contoh berikut saya kutif ketentuan tax treaty Indonesia dengan USA terkait BO :
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Salah satu cara menentukan seorang resident merupakan BO atau bukan BO adalah dengan menentukan kegiatan ekonomis. Kegiatan ekonomis bisa terlihat dari Laporan Keuangan. Setidaknya ada dua indikasi yang perlu "dipotret" :
1. aktivitas resident di luar negeri
2. biaya yang terjadi di negara sesuai SKD.
Tetapi untuk melihat secara lengkap, apakah kita bisa menggunakan ketentuan tax treaty atau tidak, bisa mengacu ke Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-25/PJ.2010. Saya kutip beberapa yang dianggap penting :
a. Individu yang bertindak tidak sebagai Agen atau Nominee;
b. lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang telah disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara mitra P3B;
c. WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen, dalam hal WPLN bertindak tidak sebagai Agen atau sebagai Nominee;
d. perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal dan diperdagangkan secara teratur;
e. dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B dan merupakan subjek pajak di negara mitra P3B;
f. bank; atau
g. perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
[1.] bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait tidak mengatur persyaratan beneficial owner, yaitu : pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B;
[2.] bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait mengatur persyaratan beneficial owner, yaitu :
[2.a.] pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B; dan
[2.b.] kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan
[2.c.] perusahaan mempunyai pegawai; dan
[2.d.] mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan
[2.e.] penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara penerimanya; dan
[2.f.] tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk, seperti : bunga, royalti, atau imbalan lainnya.
Istilah BO di tax treaty mempunyai makna yang tidak berlandaskan kepada pengertian hukum atau formal, melainkan mengandung makna ekonomis. Atau melihat kepada substansi. Hal ini sejalan dengan prinsip "substance over-form" atau asas material.
OECD menggunakan pengertian negatif yang menjelaskan karakter BO yaitu :
[1.] bukan agent
[2.] bukan nominee
[3.] bukan mere fiduciary
[4.] bukan administrator
[5.] bukan conduit company
Pengertian ini mirip dengan pengertian di PER-25/PJ/2010 bahwa pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan (BO) adalah penerima penghasilan yang :
a. bertindak tidak sebagai Agen;
b. bertindak tidak sebagai Nominee; dan
c. bukan Perusahaan Conduit.
Sedangkan menurut Klaus Vogel bahwa BO orang yang bebas memutuskan tentang suatu modal dan harta dan atau hasil dari harta atau modal tersebut. Conduit company meskipun merupakan pemilik penghasilan secara formal tetapi bukan merupakan BO jika didalam praktek ia mempunyai kekuasaan yang sempit atas penghasilan tesebut, seperti hanya sebagai orang yang diberi kepercayaan belaka atau sebagai pengadministrasi yang bertindak untuk pihak yang berkepentingan.
Mengapa BO penting?
Ternyata tidak cukup dengan SKD (surat keterangan domisili) untuk memanfaatkan penurunan tarif sesuai tax treaty. Memang, untuk menggunakan tax treaty harus ada SKD. Menurut Pasal 3 ayat (2) PER-25/PJ/2010 bahwa kriteria beneficial owner hanya diterapkan untuk penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait memuat persyaratan beneficial owner. Artinya, tidak semua pasal di tax treaty memerlukan persyaratan BO.
Saya ambil contoh Pasal 1 Tax Treaty yang biasanya berbunyi :
This Convention is applicable to persons who are residents of one or both of the Contracting States.Bukti seorang person sebagai resident suatu negara adalah SKD atau CoD. Bukti formal berupa SKD perlu untuk memanfaatkan tax treaty. Jika pemberi penghasilan (WPDN) dari Indonesia tidak bisa mendapatkan SKD dari mitra bisnis dari Luar Negeri maka WPDN wajib memotong PPh berdasarkan Pasal 26 UU PPh.
Tetapi SKD saja belum cukup. Penurunan tarif PPh ternyata diberikan hanya kepada BO, bukan resident. Walaupun sudah ada SKD, tetapi jika bukan BO, maka tetap tidak bisa memanfaatkan tarif tax treaty. Besaran tarif yang digunakan kembali ke Pasal 26 UU PPh.
Sebagai contoh berikut saya kutif ketentuan tax treaty Indonesia dengan USA terkait BO :
Pasal 11
However, if the beneficial owner of the dividends is a resident of the other Contracting State, the tax charged by the first-mentioned State may not exceed:
Pasal 12
The rate of tax imposed by one of the Contracting States on interest derived from sources within that Contracting State and beneficially owned by a resident of the other Contracting State shall not exceed 10 percent of the gross amount of such interest.
Pasal 13
The rate of tax imposed by a Contracting State on royalties derived from sources within that Contracting State and beneficially owned by a resident of the other Contracting State shall not exceed 10 percent of the gross amount of royalties described in paragraph 3.Menentukan BO
Salah satu cara menentukan seorang resident merupakan BO atau bukan BO adalah dengan menentukan kegiatan ekonomis. Kegiatan ekonomis bisa terlihat dari Laporan Keuangan. Setidaknya ada dua indikasi yang perlu "dipotret" :
1. aktivitas resident di luar negeri
2. biaya yang terjadi di negara sesuai SKD.
Tetapi untuk melihat secara lengkap, apakah kita bisa menggunakan ketentuan tax treaty atau tidak, bisa mengacu ke Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-25/PJ.2010. Saya kutip beberapa yang dianggap penting :
a. Individu yang bertindak tidak sebagai Agen atau Nominee;
b. lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang telah disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara mitra P3B;
c. WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen, dalam hal WPLN bertindak tidak sebagai Agen atau sebagai Nominee;
d. perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal dan diperdagangkan secara teratur;
e. dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B dan merupakan subjek pajak di negara mitra P3B;
f. bank; atau
g. perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
[1.] bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait tidak mengatur persyaratan beneficial owner, yaitu : pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B;
[2.] bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait mengatur persyaratan beneficial owner, yaitu :
[2.a.] pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B; dan
[2.b.] kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan
[2.c.] perusahaan mempunyai pegawai; dan
[2.d.] mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan
[2.e.] penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara penerimanya; dan
[2.f.] tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk, seperti : bunga, royalti, atau imbalan lainnya.
Komentar