PM atas BKP yang dibebaskan
Kemarin seorang teman pemeriksa menanyakan masalah pengkreditan pajak masukan [PM] atas ekspor barang kena pajak (BKP) yang dibebaskan. BKP tersebut menurut peraturan dibebaskan dari PPN. Menurutnya, sebagian teman-temannya berpendapat bahwa atas PM BKP yang dibebaskan boleh dikreditkan asal penyerahannya ekspor. Tetapi jika penjualannya lokal, maka atas PM BKP tersebut tidak boleh dikreditkan.
Saya berpendapat bahwa perlakuan tersebut salah. Seharusnya, PM atas BKP yang dibebaskan tidak boleh dikreditkan baik untuk tujuan ekspor maupun penjualan lokal. Jika dibebaskan maka PPN tidak terutang. PPN terutang itu tarifnya bisa 10% atau 0%. Jangan terpengaruh pada tarif 0% seolang-olah tidak terutang. Selain itu, bahwa jika BKP tersebut dibebaskan maka sebenarnya atas penjualan BKP tersebut masih terdapat PPN. Sedangkan ekspor bertujuan "melucuti" PPN yang terkandung di BKP.
Kemudian saya cek ke UU PPN. Ternyata di Pasal 16B UU PPN dengan jelas bahwa atas penyerahan BKP yang dibebaskan, tidak boleh ada pengkreditan pajak. Berbeda dengan istilah PPN tidak dipungut. PPN yang tidak dipungut masih tetap terutang, tetapi tidak dipungut. Dengan demikian, PM-nya boleh dikreditkan.
Berikut kutipan Pasal 16B UU PPN:
Pasal 16B
(1) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
b.penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
c.impor Barang Kena Pajak tertentu;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabeandiatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan.
(3)Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
Pasal 16B ayat (3) diatas sengaja saya tebalkan untuk memperlihatkan bahwa atas "penyerahannya dibebaskan". Penyerahan tersebut tidak dibatasi hanya untuk penyerahan lokal atau dalam negeri saja. Artinya bisa penyerahan lokal atau penyerahan ekspor.
Demikian pendapat saya
Saya berpendapat bahwa perlakuan tersebut salah. Seharusnya, PM atas BKP yang dibebaskan tidak boleh dikreditkan baik untuk tujuan ekspor maupun penjualan lokal. Jika dibebaskan maka PPN tidak terutang. PPN terutang itu tarifnya bisa 10% atau 0%. Jangan terpengaruh pada tarif 0% seolang-olah tidak terutang. Selain itu, bahwa jika BKP tersebut dibebaskan maka sebenarnya atas penjualan BKP tersebut masih terdapat PPN. Sedangkan ekspor bertujuan "melucuti" PPN yang terkandung di BKP.
Kemudian saya cek ke UU PPN. Ternyata di Pasal 16B UU PPN dengan jelas bahwa atas penyerahan BKP yang dibebaskan, tidak boleh ada pengkreditan pajak. Berbeda dengan istilah PPN tidak dipungut. PPN yang tidak dipungut masih tetap terutang, tetapi tidak dipungut. Dengan demikian, PM-nya boleh dikreditkan.
Berikut kutipan Pasal 16B UU PPN:
Pasal 16B
(1) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
b.penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
c.impor Barang Kena Pajak tertentu;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabeandiatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan.
(3)Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
Pasal 16B ayat (3) diatas sengaja saya tebalkan untuk memperlihatkan bahwa atas "penyerahannya dibebaskan". Penyerahan tersebut tidak dibatasi hanya untuk penyerahan lokal atau dalam negeri saja. Artinya bisa penyerahan lokal atau penyerahan ekspor.
Demikian pendapat saya
Komentar
Tetapi menurut saya, kesimpulan konseptor SE tersebut yang dituangkan dalam angka 7 bertentangan dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN sebagaimana dikutip di angka 1 huruf g SE-95/2010, yaitu :
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
Menurut saya Pasal 16B ayat (3) sudah jelas mengatur bahwa PM untuk memperoleh BKP yang dibebaskan tidak dapat dikreditkan.
yg di wordpress itu blog arsip dari blogspot
jadi kalu mau yang lebih up to date ya di pajaktaxes.blogspot.com
tulisan tersebut seinggat saya sebelum saya baca SE-95
kalau ga salah SE-nya belum keluar
saya kutip dulu pasal 16b ayat (3) UU PPN :
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan'
kuncinya ada di "penyerahan dibebaskan"
semua PM yang penyerahannya dibebaskan tidak dapat dikreditkan
kira2 begitu bunyi pasal 16B ayat (3) UU PPN
penyerahan ini TIDAK DIPERSEMPIT dengan penyerahan lokal saja
sebagai pemeriksa, kita tahu bahwa penyerahan itu bisa ekspor bisa lokal
karena itu, tidak ada alasan dengan penyerahan lokal saja
di penjelasan ayat tersebut juga tidak ada pembatasan hanya lokal saja
jika memang maksud UU PPN penyerahan tersebut sebatas penyerahan lokal saja,
maka seharusnya disebutkan di Pasal 16 ayat (3) UU PPN
misalnya dengan "kecuali untuk penyerahan BKP/JKP ekspor"
alur yang dipake di SE-95 berbeda dengan saya
SE-95 mengatakan bahwa penyerahan yang dibebaskan itu tidak termasuk penyerahan ekspor (hal ini disebutkan di angka 3 SE-95).
menurut SE-95, ekspor atas barang2 strategis tetap terutang 0%.
karena terutang 0%, maka PM-nya boleh dikreditkan
terakhir, silakan memilih "penafsiran" mana yang digunakan
SE adalah penafsiran resmi DJP
sedangkan di blog penafsiran pribadi (lihat header di pajaktaxes.blogspot.com)
Salaam
--
jabat erat dari :
Raden Agus Suparman
================================================
assalamu'alaikum Wr. Wb.
salam kenal sebelumnya pak.
saya bertugas di KPP Ambon, sebagai fungsional pemeriksa pelaksana.
kalo berkenan, ada hal terkait pemeriksaan yang mau saya tanyakan.
kebetulan waktu googling mencari sesuai permasalahan saya, ketemu blog-nya bapak
[linknya : http://radenagussuparman.wordpress.com/2010/10/07/pm-atas-bkp-yang-dibebaskan/)
mengenai pasal 16B ayat 3 UU PPN terkait dengan SE-95/PJ/2010, masalah
ekspor barang strategis (dalam kasus saya adalah ekspor ikan laut).
kalo baca di komentar bapak disitu pendapat bapak sepertinya pasal 16B
dan SE-95 adalah kontradiktif.
kalo saya punya pendapat bahwa sebenarnya pasal 16B dan SE-95 adalah
hal yg selaras,jadi sisi pandang saya setelah melihat penjelasan pasal
16B di ayat 1, saya memahaminya bahwa fasilitas dibebaskannya PPN atas
barang strategis adalah untuk memajukan kegiatan ekonomi skala
nasional.
berarti yg dimaksud penyerahan disini adalah penyerahan lokal/dalam
daerah pabean.
sedangkan jika barang strategis itu untuk diekspor, maka fasilitas
dibebaskan itu hilang dan dikenakan PPN 0%.jadi PM-nya bisa
dikreditkan, sesuai SE-95.
bagaimana menurut pendapat bapak?
Nah dalam kasus saya pak, yg saya bingung adalah :
1. seperti terurai sebelumnya, masalah penafsiran pasal 16B ayat 3
itu, apakah boleh dikreditkan PM-nya atau tidak atas barang strategis
yg diekspor.
saya masih ragu2 pak, apalagi terkait keluarnya SE-95 tersebut.
2. SE tersebut baru keluar september 2010 tanpa ada ketentuan berlaku
surut, padahal dalam hal ini yg dibahas adalah Peraturan Pemerintah
sebagai pelaksanaan UU, yg sudah terbit tahun 2007 (PP 31/2007).
dan kasus pemeriksaan yg saya laksanakan sekarang adalah untuk masa
sebelum september 2010.
seandainya bisa dkreditkan, apakah SE ini berlaku untuk masa sebelum
september 2010?
terimakasih atas waktunya.
wassalam.
Angga Wibowo.