Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan

Industri Sawit Penyumbang PAJAK
Kabar baik yang saya posting di bulan April 2014 rupanya sejak 18 Juni 2014 sudah berubah. Aturan pajak memang dinamis. Aturan pajak masukan yang berlaku 30 Juni 2014 sudah berubah lagi sejak 18 Juni 2014. Hanya berumur sekitar empat bulan saja.




Perbedaan yang paling terlihat dari Peraturan Menteri Keuangan nomor 135/PMK.011/2014 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.011/2014 adalah di perusahaan sawit. Contoh pengertian Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan  Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak berkurang satu. Asalnya lima contoh sekarang empat saja. Dan yang dikeluarkan adalah contoh sawit.

Paragrap inilah yang saya maksud hilang:
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dan/ atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (TBS kelapa sawit merupakan Barang Kena Pajak strategis), dan juga mempunyai pabrik minyak kelapa sawit (CPO), yang seluruh TBS kelapa sawit yang dihasilkannya diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit/CPO (minyak kelapa sawit/CPO merupakan Barang Kena Pajak).

Begitu juga dengan contoh-contoh perhitungan pajak masukan yang mencontohkan perusahaan sawit. Secara tidak langsung, pencoretan ini bisa dimaknai bahwa sebaliknya. Jika sebelumnya pajak masukan atas kebun boleh dikreditkan, maka sekarang menjadi tidak boleh.

Kenapa dicoret? Mungkin saja pertimbangan penerimaan. Maksud saya, bahwa dengan memperbolehkan pengkreditan pajak masukan, maka PPN yang dibayar ke kas negara tentu berkurang. Sekarang dengan dicoretnya aturan yang memperbolehkan, bisa dibaca menjadi tidak boleh. Artinya pajak masukan atas kebun sawit tidak boleh dikreditkan. Dengan demikian, maka PPN yang disetor ke kas negara menjadi lebih besar. Ini cuma kalkulasi kasar saja.

Bagaimanapun sektor kelapa sawit, salah satu penyumbang penerimaan pajak terbesar. Sawit dan turunannya seperti CPO masih menjadi andalan penerimaan pajak.

Tapi benarkah tujuannya seperti itu? Mengamankan penerimaan pajak?


Komentar

Anonim mengatakan…
Yang bikin "ngeri-ngeri sedap" itu bunyi Pasal 9A PMK tersebut pak agus.
Ketentuan mengenai penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Artinya Wajib Pajak siap-siap untuk membetulkan SPT Masa PPN sejak masa Januari s.d. Mei. Dan siap-siap untuk dikenakan denda, CMIIW
Anonim mengatakan…
jadi pembelian pupuk dan peralatan u/ perkebunan sudah gak bisa dikreditkan lagi yaaa ppn nya??
Raden Agus Suparman mengatakan…
ini ada update dari MA;

http://m.bisnis.com/bisnis-indonesia/read/20140715/244/243342/cpo-dikenakan-pajak-pertambahan-nilai

Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membatalkan sejumlah pasal di PP No. 31/ 2007 yang menetapkan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan, dan kehutanan, sebagai barang yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN).

Dengan keputusan tersebut, para eksportir komoditas terutama hasil olahan kelapa sawit kini bisa mengkreditkan seluruh pajak masukan mulai dari proses produksi tandan buah segar di kebun sampai pengolahannya di pabrik, untuk kemudian merestitusinya mengingat tarif PPN barang kena pajak (BKP) ekspor adalah 0%.

Pajak masukan adalah PPN yang dipungut pengusaha kena pajak (PKP) saat perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu. Pajak masukan dijadikan kredit pajak atau pengurang atas pajak keluaran. Dalam hal ekspor, pajak keluarannya nol, sehingga pajak masukan tadi bisa direstitusi.

Keputusan MA itu ditetapkan 25 Februari 2014. Namun, salinan putusannya dikirim ke pihak pemohon dan termohon baru 22 April 2014. Dalam perkara ini, bertindak selaku pemohon adalah Kadin Indonesia yang melawan Presiden RI.

Dalam amar putusannya, MA menetapkan Presiden RI kalah melawan Kadin dalam perkara uji materiil Pasal 1 ayat (1) huruf c; Pasal 2 Ayat (1) huruf f; dan Pasal 2 Ayat (2) huruf c PP No.31/2007 tentang terhadap UU No.42/2009. MA menyatakan pasal-pasal di PP Perubahan Keempat atas PP No.12/2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN itu berlawanan dengan Perubahan Ketiga UU No.8/1983 tentang PPN Barang, Jasa dan PPnBM.

Karena itu, pasal-pasal tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku untuk umum. Pada saat yang sama, MA juga memerintahkan presiden untuk membatalkan pasal-pasal itu sekaligus menghukum presiden membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta.

Menteri Keuangan M. Chatib Basri menyatakan otoritas fiskal telah merespons putusan MA itu dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 21/PMK.011/2014 yang terbit 30 Januari 2014 dengan PMK No. 135/PMK.011/2014 yang terbit 18 Juni 2014.

Namun, Chatib mengingatkan, putusan MA tersebut hanya membatalkan barang hasil pertanian, termasuk kelapa sawit sebagai barang kena pajak strategis. Sementara itu, pembebasan PPN untuk barang-barang lainnya masih tetap berlaku.
Raden Agus Suparman mengatakan…
saya masih nunggu salinan putusan MA atau SE dari pa dirjen :D
Anonim mengatakan…
Pak, saya mau tanya, saya wajib pajak industri roti, saya baru daftar PKP atas inisiatif saya sendiri sejak juli 2012, tapi baru2 ini oleh kpp saya diberitahu sudah melebihi batas omset 600jt utk jadi PKP sejak tahun 2010 jadi saya mau ditagih untuk PPN sebelum saya PKP tersebut? apakah bisa pak? dasar hukumnya apa ya pak? terima kasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
bisa. dasar hukumnya UU KUP dan PP74
Yosran E. mengatakan…
mas saya pengusaha sawit swasta menjual hasil sawit dari CV saya ke pada PT sebagai Pabrik.. beberapa bulan yang lalu setahun berjalan 2014 sd juli 2014 kemarin masih di bebaskan Pajak PPN namun sekarang telah dikenakan PPN...
sesuai dengan Keputusan MA

jika saya menjual Buah ke pada PT tersebut apakah Beban Pajaknya dibebankan kepada saya sebagai Penjual.. Terimakasih sebelumnya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
beban pajak dibebankan pajak konsumen.
PPN itu menggunakan mekanisme PK-PM.
mungkin di perkebunan terasa besar karena PM tidak ada.
tapi sebenarnya jika kita beli pupuk, itu ada PM yang dapat dikreditkan sejak 22 Juli 2014.
artinya, saat beli pupuk dan peralatan perkebukan, mintalah faktur pajak.

secara teoritis, beban PPN akan digeser ke pembeli berikutnya sampai end user.

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru