PPN Jasa Freight Forwarding dan PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding

PPN Jasa Forwarding dan Pemotongan PPh Pasal 23 atas Jasa Forwarding
Berhubung banyaknya pertanyaan terkait dengan freight forwarding di postingan sebelumnya, saya berpikir akan lebih jelas jika pembahasannya dalam satu tulisan antara PPN dan PPh Pasal 23. Peraturan yang berlaku sekarang ada perbedaan antara PPN dan PPh Pasal 23. Terutama dilihat dari sisi dasar pengenaan atau yang sering disebut DPP. Berikut pembahasannya.


FREIGHT FORWARDING
Forwarder adalah perusahaan yang memberikan jasa freight forwarding. Istilah freight forwarding dalam bahasa Indonesia disebut Jasa Pengurusan Transportasi.

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan bahwa:
Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara yang mencakup kegiatan pengiriman, penerimaan, bongkar muat, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, pemesanan ruangan pengangkut, pengelolaan pendistribusian, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang, penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan dan penyediaan sistem informasi dan komunikasi serta layanan logistik
 Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan bahwa :
Jasa freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik untuk mengurus semua/sebagian kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan/atau udara, yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya. 
Dari definisi jasa freight forwarding diatas, kita bisa merinci bahwa jasa freight forwarding meliputi:

  • transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan,
  • pengiriman, penerimaan, 
  • bongkar muat, 
  • penyimpanan, 
  • sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan
  • pengurusan penyelesaian dokumen
  • klaim asuransi atas pengiriman barang, penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan dan penyediaan sistem informasi dan komunikasi serta layanan logistik

Klasifikasi diatas saya buat. Klasifikasi hanya untuk menggambarkan "mata rantai" jasa freight forwarding. Praktek "mata rantai" jasa freght forwarding bisa lebih panjang atau lebih pendek.

Mahasiswa STAN, Cahya Budi Kurniawan, dalam skripsinya menggambarkan alur jasa freight forwarding seperti ini:
gambaran umum proses bisnis jasa freight forwarding
klik gambar supaya lebih jelas


PPN JASA FREIGHT FORWARDING
PPN atas jasa freight forwarding menggunakan nilai lainTarif efektif PPN atas jasa freight forwarding sebesar 1%.

Dasar hukum PPN atas jasa freight forwarding adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 121/PMK.03/2015.

Apa artinya tarif efektif 1%? 
Artinya forwarder wajib bayar PPN 1% dari TOTAL tagihan ke klien (shipper atau consignee).

Angka 1% itu didapat dari:
10% tarif PPN
10% nilai lain sebagai dasar pengenaan PPN. 

10% nilai lain ini bisa diartikan fee freight forwarding dan sisanya 90% dianggap sebagai biaya-biaya yang dapat direimbursment ke klien. 

Karena menggunakan nilai lain, maka forwarder tidak boleh mengkreditkan pajak masukkan jika ada. Pajak masukan yang mungkin dibayarkan terkait "mata rantai" forwarding mungkin sangat banyak.


PPh PASAL 23 JASA FREIGHT FORWARDING
Aturan PPh Pasal 23 atas jasa freight forwarding membolehkan forwarder memilih antara:

  • metode reimbursement
  • metode reinvoicing

Dasar hukum PPh Pasal 23 atas jasa freight forwarding adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.03/2015.

Poin terpenting ada di Pasal 1 ayat (3) huruf b angka 4 yaitu:
pembayaran kepada penyedia Jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan sepanjang dapat dibuktikan faktur tagihan dan/ atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga.
Ada syarat untuk menggunakan metode reimbursement. Syarat yang dimaksud adalah "dapat dibuktikan faktur tagihan dan bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh forwarder kepada pihak ketiga".

Siaya yang wajib membuktikan? Menurut saya pihak pengguna jasa. Pengguna jasa freight forwarding bisa pihak shipper atau pihak consignee. Intiya adalah pihak yang mengikat kontrak dengan forwarder.

Pengguna jasa harus bisa memahami bahwa jika forwarder menunjukkan faktur tagihan kepada pihak ketiga maka atas faktur tersebut bukan objek PPh Pasal 23. Faktur tagihan kepada pihak ketiga dan bukti pembayaran kepada pihak ketiga bukan bagian dari jasa freight forwarding. Tetapi pengguna jasa (tentu saja) harus bayar sebagai pembayaran reimbursement. Inilah metode reimbursement.

Faktur tagihan dan bukti pembayaran kepada pihak ketiga adalah bukti tagihan dan pembayaran yang dilakukan forwarder sepanjang "mata rantai" sampai jasa freight forwarding selesai ditunaikan

Tetapi jika pihak forwarder hanya melampirkan satu faktur tagihan, tidak melampirkan faktur tagihan kepada pihak ketiga, maka dasar pengenaan PPh Pasal 23 adalah TOTAL tagihan. 

Total tagihan meliputi fee atas jasa freight forwarding dan pembayaran-pembayaran lain yang dibayarkan oleh pihak forwarder kepada pihak ketiga. Inilah yang disebut metode reinvoicing.

Jika pihak forwarder memilih metode reinvoicing maka pengguna jasa memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari total tagihan.

Jika pihak forwarder memilih metode reinvoicing maka dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 dan DPP PPN akan sama. 

Sebaliknya jika forwarder memilih metode reimbursement maka akan ada perbedaan DPP antara PPh Pasal 23 dan DPP PPN. Bagaimanapun DPP PPN harus dari total tagihan kepada pengguna jasa (reinvoicing).

Satu lagi tentang metode reimbursement, yaitu tagihan kepada pihak ketiga sebaiknya atas nama pengguna jasa. Jadi di faktur tertulis pengguna jasa. Atau setidaknya ada tertulis "untuk pengguna jasa". Contoh: PT Shipper menyuruh mengirim barang dari Jakarta ke Ambon. Maka PT Forwarder pada saat pembayaran tagihan dari pihak ketiga harus tertulis "untuk PT Shipper" sebagai pengguna jasa. Terkait teknis penulisan faktur dan pembukuan reimbersement bisa dibaca di tulisa pa Tunas




Komentar

dharmawan a mengatakan…
Jika pihak FF memakai metode reimbushment, maka pengguna jasa (Pihak 1) hanya memungut PPh Ps. 23 atas jasa-jasa yang diberikan perusahaan FF. Untuk jasa yang diberikan pihak 3 (reimbushment) apa pihak 1 wajib memungut kepada pihak 3 pak ? Karena jasa-jasa tersebut merupakan obyek PPh Ps. 23 seperti jasa pelabuhan, pengurusan dokumen, Lift on/off. Mohon pencerahannya pak?
Raden Agus Suparman mengatakan…
pihak ketiga nagih ke pihak kedua (forwarder)
pihak kedua motong pph atas penghasilan yang diterima oleh pihak ketiga.
pihak kedua membuat bukti potong, melaporkan melalui SPT Masa dan menyetor ke bank persepsi.
pihak kedua minta reimbursement ke pihak pertama atas pembayaran ke pihak ketiga
pihak pertama membayar reimbursement tersebut
pihak pertama tidak memotong pembayaran ini karena sudah dilakukan oleh pihak kedua (ingat pembayaran reimbursement ini adalah penghasilan pihak ketiga)


jadi, atas jasa pengurusan dokumen tetap objek pajak tetapi dipotong oleh forwarder
Anonim mengatakan…
Selamat malam, mau tanya:
Pihak kedua memotong penghasilan yang diterima pihak ketiga dasarnya apa pak? mengingat faktur yang diterbitkan pihak ketiga atas nama pihak pertama, terima kasih.
Hal ini mirip dengan contoh kedua dalam PMK 141.
Mohon konfirmasinya dan terima kasih sebelumnya
Raden Agus Suparman mengatakan…
ontoh kedua di lampiran PMK-141 itu terkait IKLAN
pihak pertama bayar:
1. fee agen
2. pembuatan materi iklan
3. pemasangan iklan

pihak kedua bayar:
pemasangan iklan

pihak ketiga menerima "pemasangan iklan"

Disitu disebutkan (cek huruf c) bahwa dalam hal metode reinvoicing maka pihak pertama memotong PPh 2% dari TOTAL.

Tetapi dalam hal reimbursement maka pihak pertama memotong PPh dari perincian jenis jasa yang diterima murni oleh pihak kedua, yaitu:
1. fee agen
2. pembuatan materi iklan

di contoh kedua PMK-141 pihak kedua "tidak memotong" penghasilan yang diterima oleh pihak ketiga?
cek lagi deh di huruf a
disitu pihak kedua memotong pihak ketiga
Anonim mengatakan…
Kalau menurut saya, kembali lagi ke faktur penjualan/invoice/ dokumen transaksi. Jika pihak ketiga menagihkan jasa ke pihak pertama (dibuktikan dengan dokumen kontrak dan invoice), maka pihak pertama menerbitkan bukti potong ke pihak ketiga. Jika pembayaran ke pihak ketiga ditalangi oleh pihak kedua, maka dalam penagihan dari pihak kedua ke pihak pertama, harus dilampirkan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis yang membuktikan transaksi pihak ketiga sebenarnya adalah dengan pihak pertama (pasal 1 ayat 3 huruf b no 3 dan pasal 1 ayat 4 huruf c). Bagaimana menurut pak Parman?
Raden Agus Suparman mengatakan…
boleh saja jika memang ada perjanjian diawal.
dan pihak pertama setujua.
ini yang penting.
kalau dari sisi pemerintah kan yang penting atas objek tersebut dipotong :D
Anonim mengatakan…
Selamat Pagi Pak,
jadi kesimpulannya apabila pihak ketiga (kepelabuhanan) dan pihak kedua (forwarder/EMKL) menerbitkan invoice atas nama pihak pertama (shipper), maka pihak pertama (shipper) melakukan pemotongan PPh 23 kepada pihak kedua dan juga pihak ketiga.
Apakah begitu Pak ?
Terimakasih sebelumnya.
Anonim mengatakan…
Pak saya mau tanya,
Untuk jasa pelayaran itu kan sudah diatur khusus, yaitu dengan pasal 15, apabila sudah diatur di pasal tersebut, berarti kita tidak berkewajiban untuk memotong jasa dengan PPh 23.
Nah, apakah ada ketentuan/syarat yang harus dipenuhi oleh lawan transaksi kita untuk membuktikan bahwa mereka tidak dikenakan pemotongan PPh 23 ? apakah SPPKP, dan SIUPAL cukup jadi bukti bahwa mereka tidak dikenakan PPh 23 ?
Mohon tanggapannya.
Terimakasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
jadinya dipotong pasal 15 bukan pasal 23
Raden Agus Suparman mengatakan…
bagi pemberi penghasilan "sing penting" memotong :D
jenis pajak apa? menurut saya baiknya disesuikan dengan SPT Tahunan si penerima penghasilan, apakah final atau tidak.

jika tidak final maka dipotong pasal 23
Anonim mengatakan…
Pak, bagaimana jika pihak penerima penghasilan tetap tidak mau dipotong dengan alasan mereka sudah berkewajiban untuk lapor PPh pasal 15, dan mereka juga mengirimkan SPPKP dan SIUPAL, apakah kami (pemberi penghasilan) tetap melakukan pemotongan ?
Maaf Pak, seperti yang Bapak bilang "baiknya disesuaikan dengan SPT Tahunan si penerima penghasilan, jika tidak final maka dipotong pasal 23", bagaimana cara kita mengetahuinya?

Terimakasih.
Unknown mengatakan…
bagaimana cara mengetahuinya?
tanya ke penerima penghasilan.

jika tidak mau dipotong maka kewajiban si pemberi penghasilan tidak hilang.
tetap ada

karena tetap ada kewajiban maka akan menjadi beban pemberi penghasilan. kantor pajak tetap akan menagih atas kewajiban ini.
Anonim mengatakan…
Dear Pak Raden,

Kami perusahaan Freight Forwarder, mohon diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Jika saat ini kami mengurus jasa pengiriman barang ke USA, misalnya kami beli dari airline di Jakarta sebesar USD 1.000;- Agent kami di USA menjual kepada pihak consignee sebesar USD 1.050;-. Kami membuat tagihan kepada Agent kami di USA sebesar USD 1.050. Apakah tagihan kami kepada Agent kami di luar negeri tersebut dikenakan PPN, mengingat perpindahan barang yang dilakukan telah melewati batas lintas wilayah NKRI dan pembayaran dilakukan oleh pihak yang berada di Luar Negeri?

2. Jika jawaban atas pertanyaan nomor (1) di atas adalah: iya, apakah PPN yang harus kami tagih ke Agent di luar negeri adalah 1% dari USD 1,050 atau 1% dari USD 50 (selisih antara harga jual dan harga beli).

3. Apakah hal di atas berlaku juga sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK/.011/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Surat Edaran Direktur Pajak nomor SE-33/PJ/2013 tanggal 12 Juli 2013. Dengan kata lain, sebelum tanggal 12 Juli 2013, dengan contoh seperti di atas, apakah tagihan kami kepada agent kami di luar negeri harus ditambah PPN 10%? Jika iya, apakah PPN yang harus kami tagih ke Agent di luar negeri adalah 10% dari USD 1,050 atau 10% dari USD 50 (selisih antara harga jual dan harga beli).

Terima kasih atas penjelasan dari Bapak dan jika memungkinkan disertakan pula peraturan yang bersangkutan.

Anonim mengatakan…
Dear Pak Raden,

Kami perusahaan Freight Forwarder, mohon diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Jika saat ini kami mengurus jasa pengiriman barang ke USA, misalnya kami beli dari airline di Jakarta sebesar USD 1.000;- Agent kami di USA menjual kepada pihak consignee sebesar USD 1.050;-. Kami membuat tagihan kepada Agent kami di USA sebesar USD 1.050. Apakah tagihan kami kepada Agent kami di luar negeri tersebut dikenakan PPN, mengingat perpindahan barang yang dilakukan telah melewati batas lintas wilayah NKRI dan pembayaran dilakukan oleh pihak yang berada di Luar Negeri?

2. Jika jawaban atas pertanyaan nomor (1) di atas adalah: iya, apakah PPN yang harus kami tagih ke Agent di luar negeri adalah 1% dari USD 1,050 atau 1% dari USD 50 (selisih antara harga jual dan harga beli).

3. Apakah hal di atas berlaku juga sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK/.011/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Surat Edaran Direktur Pajak nomor SE-33/PJ/2013 tanggal 12 Juli 2013. Dengan kata lain, sebelum tanggal 12 Juli 2013, dengan contoh seperti di atas, apakah tagihan kami kepada agent kami di luar negeri harus ditambah PPN 10%? Jika iya, apakah PPN yang harus kami tagih ke Agent di luar negeri adalah 10% dari USD 1,050 atau 10% dari USD 50 (selisih antara harga jual dan harga beli).

Terima kasih atas penjelasan dari Bapak dan jika memungkinkan disertakan pula peraturan yang bersangkutan.
Anonim mengatakan…
Untuk tahun pajak 2011, jasa freight forwarding ini masuk kategori jasa apa ya pak? karena setahu sy ketentuan tentang jasa freight forwarding di PER-70/2007 dihilangkan. trmksh..
Raden Agus Suparman mengatakan…
1. tidak.

2. ...

3. tidak

dari dulu sampai sekarang perlakuan PPN forwarder menggunakan nilai lain.
tetapi karena "pembayar" fee forwarding berada di LN maka konsumen atas jasa forwarding berada di LN. Kita juga tidak bisa memungut PPN kepada subjek pajak LN. Kita memungut PPN atas jasa yang dikonsumsi di Indonesia.

eh... ini yang bayar orang LN kan? :D
Raden Agus Suparman mengatakan…
PER-70 tentang PPh 23
bisa dicek bahwa di PER-70 tidak ada forwarding
Anonim mengatakan…
Betul, Pak. Yang bayar freight-nya adalah orang Luar Negeri.

Terima kasih atas penjelasan Bapak.
Anonim mengatakan…
Selamat sore Pak,

Mohon bertanya, apabila objek pajak untuk pemotongan Pph23 adalah total tagihan forwarder, apakah objek pajak untuk PP46 1% juga total tagihan forwarder ataukah fee forwarder saja (selisih antara total tagihan ke customer dan reimbursement tagihan pelayaran/carrier?).

Terima kasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
kalau PP46 harusnya disesuaikan dengan objek PPh 23.
kan harus equal karena sama-sama PPh.
yang membedakan cara penghitungannya saja.
pasal 23 itu tidak final, sementara PP46 tidak final.

WP yang "masih" pakai PP46 silakan minta SKB ke KPP agar tidak dipotong oleh pihak pemberi penghasilan.

PPN menjadi beda karena memang "jenis pajak" yang berbeda.
Anonim mengatakan…
Pak mohon info apabila pihak 3 tidak memotong pph ps23...apakah pihak 2 juga tidak boleh memotong pihak 1....ini biasanya pihak pertama shipping lines luar negeri..
Anonim mengatakan…
Pak mohon info apabila pihak 3 tidak memotong pph ps23...apakah pihak 2 juga tidak boleh memotong pihak 1....ini biasanya pihak pertama shipping lines luar negeri..
Raden Agus Suparman mengatakan…
orang luar negeri memang cuek...
lah kan dia memang diluar kewenangan pemerintah DN.
ini perilaku normal pengusaha.
ibarat penjahat yang kabur ke LN juga kan biar pihak berwenang tidak bisa apa-apa karena diluar wilayah teritorial.....

jadi silakan pinter-pinter yang DN saja.
bisa dengan gross-up ko
Anonim mengatakan…
Sehubungan dengan artikel bapak ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan;
1. Dengan metode reimbursement, invoice dan faktur pajak dari pihak ke tiga di atasnamakan pihak ke-1 atau pihak ke-2?
2. Apabila faktur pajak tersebut atas nama pihak ke-1, apakah faktur pajak tersebut bisa di kreditkan sebagai PM oleh pihak ke-1?

Terima Kasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
tidak diatur.
menurut aturan PMK yang penting adalah bisa dibuktikan atau diunjukkan dokumen pihak ketiga pada saat nagih. Sehingga pihak yang bayar tahu mana fee dan mana reimbursment.

PPN tidak mengenal reimbursemen.
ini hanya berlaku bagi PPh.
PPN malah memilih nilai lain.
nilai lain artinya aturan PPN memandang bahwa deem sudah memperhitungkan biaya-biaya pihak ketiga termasuk PPN yang dibayarkan ke pihak ketiga.
Anonim mengatakan…
Terima kasih pak atas jawabannya.. Kalo permasalahan nya seperti ini gmn ya pak.. Kami pengguna jasa (pihak ke-1) mendapat tagihan invoice dan faktur pajak dari Forwarding yang menerapkan tarif PPN Normal bukan Nilai Lain dan disertai dengan bukti tagihan dari pihak ke-3 (reimbursemen) dmn invoice dan faktur pajak nya atas nama kami pihak ke-1.. apakah kami dapat mengkreditkan faktur pajak tersebut dalam laporan SPT PPN kami karena kenyataannya kami yang membayar PPN atas reimbursemen itu?
Unknown mengatakan…
jadi misalnya kami kan pak melakukan pengiriman via Tiki, tapi pihak Tiki mengatakan bahwa dalam hal pajak kita harus ke pihak Tiki pusat nya langsung, penyelesaiannya itu gmana pak?
Raden Agus Suparman mengatakan…
penyelesaiannya melalui pihak TIKI pusat mba.
silakan diselesaikan
Raden Agus Suparman mengatakan…
bedakan forwarder dengan pelanggan forwarder.
forwarder memang menggunakan nilai lain untuk PPN.

karena aturannya wajib pakai nilai lain, maka tidak ada pajak masukkan bagi forwarder.

tetapi pelanggan forwarder bermacam-macam.
jika bukan nilai lain, maka faktur pajak yang diterbitkan oleh forwarder tetap bisa dikreditkan sebagai pajak masukan.
Anonim mengatakan…
Mohon maaf pak menurut SE-33/PJ/2013 contoh No. 4 menyatakan forwarder dikenakan PPN normal sepanjang tidak ada Freight Charge (Dalam hal ini Freight dilakukan pihak ke-3 dmn invoice dan faktur pajak atas nama pihak ke-1). Maksud pertanyaan saya sebelumnya apakah faktur pajak yang dari pihak ke-3 tsb dapat kami gunakan sebagai pajak masukan oleh kami sebagai pihak ke-1?
Terimaksih atas penjelasannya
Unknown mengatakan…
Selamat sore,
Selaku perusahaan Freight forwarder apakah diperbolehkan dalam 1 lembar tagihan diterbitkan/tertulis tagihan reimbursement dan tagihan reinvoicing dengan masing-masing kolom dan masing-masing total.
Masing-masing kolom yang artinya sebagai pembagi PPN Nilai Lain dan PPH 23 yang akan dipotong oleh pihak keiga
Mohon pencerahannya.
Terima kasih
Anonim mengatakan…
Pak mohon penjelasannya.
Di artikel sebelumnya yang berjudul "Objek Pemotongan PPh Pasal 23 Semakin Banyak", Bapak mengatakan
'Pengangkutan atau ekspedisi termasuk Objek PPh Pasal 23, kecuali ekspedisi yang dibayarkan ke perusahaan pelayaran atau penerbangan. Dua perusahaan ini dipotong PPh Pasal 15, jika sudah diatur Pasal 15 jelas tidak perlu nengok Pasal 23 lagi, kapling yang berbeda'.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan perusahaan pelayaran sudah dikenakan PPh 15, dan berarti tidak ada kewajiban dari pengguna jasa untuk memotong PPh 23.
Sedangkan tanggapan di atas Bapak menyebutkan 'jika tidak mau dipotong maka kewajiban si pemberi penghasilan tidak hilang atau tetap ada.'

Jadi seharusnya bagaimana Pak ? Mohon penjelasannya.

Terimakasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
ini dua hal yang berbeda.

Pasal 15 itu seperti PPh Final
menyederhanakan metode PPh terutang menjadi flat.
karena itu Pasal 15 hanya berlaku untuk industri tertentu.
salah satunya pelayaran.

Pasal 23 itu cicilan tahun berjalan
kredit pajak Pasal 23 artinya penerima penghasilan menggunakan metode penghitungan pajak berdasaran PPh umum yaitu Pasal 17 dikalikan penghasilan neto.

Pasal 15:
Tarif x bruto

Pasal 23 :
Tarif x penghasila neto

karena itu, jika WP menggunakan Pasal 15 tentu tidak mau dipotong PPh Pasal 23 karena itu dua jenis pajak yang berbeda.
nanti repot penerima penghasilan.

apakah pemberi penghasilan wajib motong?
tetap wajib.
silakan dipotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 15

bagaimana jika tidak mau dipotong?
kewajiban tetap ada
kewajiban menjadi beban bagi pemberi penghasilan

dari sisi pemberi penghasilan:
- dia menanggung PPh orang lain

dari sisi penerima penghasilan:
- dia tetap wajib setor sendiri

jika pemberi penghasilan bersedia menanggung PPh orang lain, maka PPh ini bisa dibiayakan.
namanya metode gross-up
ini hanya cara akuntansi saja.
ini juga bukan PPh sebagaimana Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh

contoh gross-up
biaya yang dibayarkan Rp100
PPh ditanggung pemberi penghasilan 2%
digross-up menjadi Rp100 dibagi 98% = RpRp102
yang Rp.100 dikasih ke pemberi jasa
yang Rp2 disetorkan ke kas negara dan dibiayakan
dicatat biaya atas jasa tsb sebesar Rp.102 bukan Rp.100
Raden Agus Suparman mengatakan…
reimbursment dan reinvoicing seperti laki-laki dan perempuan.
pilih yang mana?
tidak ada banci disini pa....
harus pilih salah satu saja
Raden Agus Suparman mengatakan…
PPN normal?
tentu berlawanan dengan PMK dong.
PMK mengatur harus pakai nilai lain
Anonim mengatakan…
Di PMK jg menyebutkan bahwa penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) dikenakan PPN nilai lain apabila di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges). Jadi menurut saya apabila freight dilakukan oleh pihak ke-3 dmn tagihan freight dari pihak ke-3 tsb dibuat langsung atas nama pihak ke-1 (Pengguna Jasa) dan selanjutnya pihak FF menerbitkan invoice ke pihak ke-1 hanya atas jasa pengurusan transportasi nya saja, maka faktur pajak yang diterbitkan oleh FF untuk pihak ke-1 tsb menggunakan tarif PPN normal bukan nilai lain.. Apa benar seperti itu pak? mohon dikoreksi apabila pendapat saya salah.
Terima Kasih Pak
Anonim mengatakan…
Selamat Sore Pak,
Pajak apa lagi yang harus kami setor bila kami menerima order inlcude PPN 10%, dimana kami bergerak dibidang jasa FF dan invoice yang kami tagihkan ke pemberi penghasilan adalah invoice kami (bukan invoice shipper). Apakah kami juga perlu membayarkan PPH 23 tersebut dengan nilai berapa %? Dan untuk ini kami perlu menggunakan metode reinvoicing / reimbursement?
Mohon pencerahannya pak.
Raden Agus Suparman mengatakan…
pajak yang disetor adalah pajak yang dipungut atau dipotong :D

saat ada penyerahan jasa, kita pungut PPN
buat faktur pajak
ini kita laporkan
sebelum lapor kita setor dulu

lawan kita, potong PPh Pasal 23
dia bikin bukti potong
laporkan ke kpp
sebelum lapor setor dulu

pada akhir tahun masiang-masing lapor SPT Tahunan
Anton mengatakan…
Malam pak raden,

Yg saya tangkap dari penjelasan bpk mengenai metode reimbursment adl yg memotong pph 23 adl pemberi jasa (pihak kedua) bukan pihak penerima jasa (pihak pertama).

Yg ingin saya tanyakan :
1. Bgm jurnal pencatatan pihak pertama ketika mengakui transaksi dgn pihak forwader. Krn pengguna jasa pasti mengakui beban nya utuh tanpa dikurangi pph 23, sedangkan yg kita bayarkan kpd forwader sdh dikurangi pph 23?
2. Apabila suatu saat persh. Pengguna jasa diperiksa & pemeriksa bertanya knp atas by. Jasa dri pihak ketiga tdk dipotong pph 23, bgm cara kita menjelaskan hal tsb?. Sedangkan yg membuat bukti potong & menyetor pph 23 nya pihak forwader.


Mohon penjelasannya.

Terima kasih.
Anton mengatakan…
Malam pak,

Sesuai dgn penjelasan bpk berarti yg seharusnya memotong pph 23 adl pihak forwader. Yg ingin sy tanyakan :

1. Bgm jurnal pencatatan ketika pengguna jasa mengakui transaksi dgn forwader, krn berdasarkan keterangan bpk berarti pengguna jasa mengakui beban utuh sesuai inv. Dri pihak ketiga, sedangkan yg kita bayarkan kpd forwader sdh dikurangi pph 23?
2. Ketika pemeriksa pajak bertanya kpd pengguna jasa knp atas jasa pihak ke3 tdk dipotong pph 23 bgm penjelasannya krn yg memotong adl forwader yg membuat bukti potong jg forwader

Terima kasih
Anton mengatakan…
Malam pak raden,

Yg saya tangkap dari penjelasan bpk mengenai metode reimbursment adl yg memotong pph 23 adl pemberi jasa (pihak kedua) bukan pihak penerima jasa (pihak pertama).

Yg ingin saya tanyakan :
1. Bgm jurnal pencatatan pihak pertama ketika mengakui transaksi dgn pihak forwader. Krn pengguna jasa pasti mengakui beban nya utuh tanpa dikurangi pph 23, sedangkan yg kita bayarkan kpd forwader sdh dikurangi pph 23?
2. Apabila suatu saat persh. Pengguna jasa diperiksa & pemeriksa bertanya knp atas by. Jasa dri pihak ketiga tdk dipotong pph 23, bgm cara kita menjelaskan hal tsb?. Sedangkan yg membuat bukti potong & menyetor pph 23 nya pihak forwader.


Mohon penjelasannya.

Terima kasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
penjelasan yang mana ya?
mungkin salah.
mohon maaf jike memang saya salah.

yang benar adalah PPh Pasal 23 dipotong oleh pemberi penghasilan.
pemberi penghasilan itu penerima jasa.
kalau pemberi jasa itu penerima penghasilan

ini bunyi/kutipan Pasal 23 UU PPh:

Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
...................


perhatikan kata "yang dibayarkan"
ini artinya pemotong PPh adalah pemberi penghasilan
alias yang ngasih uang
Anonim mengatakan…
Dear Pak Raden,
Maaf Pak, kalau PPh ditanggung pemberi penghasilan bukankah menambah biaya suatu perusahaan karena yang sebenarnya harus menanggung kan penerima penghasilan.

Seandainya pihak pelayaran memang harus dilakukan pemotongan PPh 23, untuk pembuatan bukti potong itu masuk ke "jenis jasa"-nya yang mana Pak ?

Mohon tanggapannya,
Terimakasih.
Anonim mengatakan…
Dear Pak Raden,
Maaf Pak, kalau PPh ditanggung pemberi penghasilan bukankah menambah biaya suatu perusahaan karena yang sebenarnya harus menanggung kan penerima penghasilan.

Seandainya pihak pelayaran memang harus dilakukan pemotongan PPh 23, untuk pembuatan bukti potong itu masuk ke "jenis jasa"-nya yang mana Pak ?

Mohon tanggapannya Pak,
Terimakasih.
Anonim mengatakan…
berarti yg seharusnya memotong PPh 23 adl Pengguna jasa begitu maksudnya pak?
Kemudian utk bukti potongnya atas nama forwader atau langsung pihak ketiga?


Terima Kasih
Unknown mengatakan…
siapa yang motong, dia yang membuat bukti potong dan menyetor ke Negara

siapa yang dipotong, dia yang memperhitungkan PPh pada akhir tahun di SPT Tahunan
Ananim mengatakan…
Sore pak,
Kami perusahaan baru dan baru mulai mengimport barangbdari LN
Yang mau Saya tanyakan pada bapak.
1. Kami beli barang dari LN
2. Untuk pengurusan pelabuhan pib dll di urus oleh FF yang kami tunjuk dan bill of landingnya atas nama FF.
3. Lalu kami mendapatkan invoice dari FF tanpa ada dokumen pendukung, berikut tidak ada ppn dan pph nya hanya nominal tagihan saja.
Apakah kami harus bayar sesuai invoice tsb ke FF dan potong pph23 atas FF ? Lalu untuk ppn nya gimana pak.
Terima kasih atas bantuannya.
Unknown mengatakan…
ya, sesuai invoice saja.
ini yang disebut reinvoicing
lusi mengatakan…
Siang pak,
Kami mendapat vendor EMKL baru saat terima tagihan FP(des'15) mereka tidak menggunakan DPP nilai lain untuk jasa mereka (handling,trucking)tetapi PPN normal 10%. Kami minta diganti menggunakan DPP nilai lain, persoalannya mereka sudah terlanjur bayar PPN-nya jadi jika diganti ke DPP nilai lain akan terjadi lebih bayar di pihak mereka,sehingga mereka keberatan. mohon pencerahannya. terima kasih
lusi mengatakan…
Siang pak,
Kami mendapat vendor EMKL baru saat terima tagihan FP(des'15) mereka tidak menggunakan DPP nilai lain untuk jasa mereka (handling,trucking)tetapi PPN normal 10%. Kami minta diganti menggunakan DPP nilai lain, persoalannya mereka sudah terlanjur bayar PPN-nya jadi jika diganti ke DPP nilai lain akan terjadi lebih bayar di pihak mereka,sehingga mereka keberatan. mohon pencerahannya. terima kasih
lusi mengatakan…
Siang pak,
Kami mendapat vendor EMKL baru saat terima tagihan FP(des'15) mereka tidak menggunakan DPP nilai lain untuk jasa mereka (handling,trucking)tetapi PPN normal 10%. Kami minta diganti menggunakan DPP nilai lain, persoalannya mereka sudah terlanjur bayar PPN-nya jadi jika diganti ke DPP nilai lain akan terjadi lebih bayar di pihak mereka,sehingga mereka keberatan. mohon pencerahannya. terima kasih
Unknown mengatakan…
bukannya bagus lebih bayar.
kan bisa dikompensasi dengan PK lain.
tidak harus LB
dan kompensasi tidak wajib diperiksa menurut kebijakan pemeriksaan pajak sekarang.

beri pengertian saja seperti itu ke mereka.

yang pungut PPN siapa?
kalau mba luasi terima tagihan artinya yang dipungut PPN adalah perusahaan mba lusi. yang mengkreditkan PPN juga perusahaan mba lusi.
pihak yang keberatan harusnya yang dipungut dong?

Anonim mengatakan…
Selamat siang Pak,
Contoh : Administrasi = 30.000, Lift Off Container 193.000, PPN =22.300
Yang ingin saya tanyakan dasar pemotongan PPh 23-nya itu sebesar 193.000 atau 223.000 Pak ?
Untuk administrasi atau admin fee apakah termasuk objek PPh 23 ?
Ditunggu jawabannya Pak.
Terimakasih.
Anonim mengatakan…
Siang Pak,
Saya ingin bertanya. Posisi saya adalah pihak Forwrding. Bagaimana perlakuan pemungutan PPN ataupun Pemotongan PPh 23, jika Pihak pengguna jasa (Shipper) menggunakan Pinjam Nama ke PT (x) lain. Apakah faktur yg saya terbitkan atas nama Shipper atau PT (x) lain tersebut. Mohon penerangannya.
Terimakasih.
Unknown mengatakan…
invoce-nya gimana?
ini satu invoice atau beberapa invoice?

Jika satu invoice, walaupun dirinci maka tetap masuk ke reinvoiceing. Dari bruto.

Nah kalau dari bruto maka 30 + 193 = 223 merupakan dasar pengenaan PPN dan PPh Pasal 23
Unknown mengatakan…
sebaiknya pake pengguna jasa yang sebenarnya
Anonim mengatakan…
Maaf Pak, adakah dasar hukum yang terkait? Mengingat, segala dokumen ekspor atas nama PT (X), bukan pengguna jasa (shipper).
Terima kasih. Mohon Pencerahannya.
Unknown mengatakan…
Pasal 28 ayat (3) UU KUP.
begini bunyinya:
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Anonim mengatakan…
Dalam satu invoice Pak, satu faktur pajak juga, dalam faktur pajaknya memang dirinci seperti contoh di atas.

Untuk admin fee-nya apakah termasuk objek PPh 23 jg Pak ? Mohon penjelasannya dan peraturan yang terkait.
Terimakasih atas bantuannya.
Unknown mengatakan…
Malam Pak Raden...
saya mau tanya untuk tagihan saya ke Customer menggunakan Faktur dengan DPP Nilai lain (PPn 1%) apakah customer berhak potong PPh23 2% atas tagihan kami???
mohon pencerahannya dan Dasar hukumnya.
Thanks
Unknown mengatakan…
bisa jadi.
memang jenis penghasilannya apa ya?
uti mengatakan…
Dear Pak Raden,

jika saya FF,untuk tagihan saya ke Customer menggunakan Faktur dengan DPP Nilai lain (PPn 1%),maka DPP PPH 23 yang seharusnya dipotng oleh customer saya berdasarkan DPP nilai lain ataukah DPP yang atas (total invoice)ya Pak. mohon pencerahannya
Terimakasih
Unknown mengatakan…
sesuai postingan diatas, bisa dua metode:
reinvocie,atau
reimbursement
Afifah Rahma mengatakan…
Selamat siang, Pak.
Beberapa hari yg lalu, saya bertanya mengenai masalah PPh 23 atas jasa freight forwarding ini via email kepada Bapak. Jika berkenan, saya memohon kesediaan bapak untuk sekadar mengecek dan jika memungkinkan, memohon balasan dari Bapak.
Terimakasih :)
Unknown mengatakan…
Selamat siang Pak Raden dan Pak Incuna Surawijaya.

Kami dari perusahaan pengiriman barang ingin bertanya Pak.

Saya ada pekerjaan untuk pengiriman barang,adapun harga jual kami ke cuatomer di dapat dari sea freight dari pelayaran + container rent dari principal di luar negri.

Mohon kami dapat diberikan penjelasan untuk pajak yang harus saya tagih ke customer saya disini apakah pajak PPN 1% atau bagaimana ya Pak?

Terima kasih Pak
Unknown mengatakan…
Selamat siang Pak Raden dan Pak Incuna Surawijaya.

Kami dari perusahaan pengiriman barang ingin bertanya Pak.

Saya ada pekerjaan untuk pengiriman barang,adapun harga jual kami ke cuatomer di dapat dari sea freight dari pelayaran + container rent dari principal di luar negri.

Mohon kami dapat diberikan penjelasan untuk pajak yang harus saya tagih ke customer saya disini apakah pajak PPN 1% atau bagaimana ya Pak?

Terima kasih Pak
Unknown mengatakan…
Selamat siang Pak Raden dan Pak Incuna,

Kami perusahaan baru dan ingin melakukan pengiriman barang.

Disini kami bertindak sebagai ekspedisi/agent. Dimana harga jual kami kepada customer/shipper didapat dari sea freight pelayaran + tank rent principal luar negri.

Mohon penjelasanya. Apakah saya harus menagih customer PPN sebesar 1% Pak?

Terima kasih
Unknown mengatakan…
ya, wajib pungut PPN
sebelum pungut PPN, wajib PKP dulu
terus terbitkan faktur pajak
untuk daerah P Jawa dan Bali wajib efaktur sejak 1 Juli 2015. Selain itu wajib efaktur 1 Juli 2016
Unknown mengatakan…
kirim lagi email pertanyaannya ya.
boleh kirim ke yang gmail
depannya sama :D
Anonim mengatakan…
selamat pagi pa
Unknown mengatakan…
Selamat pagi pak,

Mohon bantuannya.....
Saya mendapatkan tagihan dari Perusahaan freight forwading, dalam satu invoice ada bermacam tagihan, salah satunya merupakan tagihan dari pihak ketiga yg bergerak di Jasa Pelabuhan, dan dalam tagihan tersebut perusahaan freight forwading (pihak ke 2) melampirkan Invoice dari Jasa Pelabuhan (pihak ke 3), namun invoice tersebut atas nama Perusahan Freight Forwading. yg ingin saya tanyakan:

1. Apakah atas tagihan yg melampirkan Invoice dr pihak ke-3 dikenakan PPN 1% lg oleh perusahaan freight forwading saat ditagihkan ke kami sebagai pihak ke-1?

2. Apakah atas tagihan tersebut kami potong PPh 23 jg?
Unknown mengatakan…
perusahaan mba Eva bukan forwarder.
PPN yang 1% itu untuk forwarder.
jadi yang mungut PPN atas jasa tersebut pihak forwarder.

ya, atas tagihan tersebut perusahaan potong PPh Pasal 23 atas jasa forwarding saja (reimburesement)

Anonim mengatakan…
pagi pak
saya mau tanya, soalnya dikantor saya lagi bingung tenetang DPP Nilai lain (PPN 1 %)
contohnya ya pak di invoice kami tagihan ny berjumlah 8.000.000(include) dan PPN 1 % 80.000
yg jadi pertanyaannya, apakah di invoice kami menjadi 8.000.000 + 80.000 = 8.080.000
dan 8.080.000 Customer kami bayarkan kekami pak ? mohon bantuan nya..
Unknown mengatakan…
Rp8.000.000
satu persen itu bayar PPN ya.
Bayar ke kas negara.
bukan pungut PPN
Anonim mengatakan…
selama siang Pak, saya mau tanya, apabila perusahaaan kami membeli barang di LN yaitu jepang, untuk pengiriman dari jepang - indonesia kami menggunakan jasa perusahaan FF di singapura, kemudian kami menerima invoice dari kantor pusat FF tsb yg ada di Indonesia, dalam hal ini invoice dengan kop surat FF cabang di Singapura (reinvoicing) niali tagihan Rp dan dibayarkan ke rekening kantor pusat FF di Indonesia.

yang ingin saya tanyakan :
1. PPh yg dipotong pph 23 / 26 yah pak?
2. apakah bisa apabila diganti invoice dengan kop surat kantor pusat di indonesia sehingga dianggap jasa kpd WPDN sehingga pengenaannya adalah PPh 23.

mohon bantuannya.
Unknown mengatakan…
tetap potong PPh Pasal 26 kecuali jika FF di Indonesia memperlihatkan copy NPWP.

Kan nanti di bukti potong wajib ada NPWP.
Anonim mengatakan…
selamat siang Pak Raden,

apabila ternyata FF tersebut berkantor pusat di Singapura, dan di Indonesia hanya perwakilan (BUT) bagaimana perlakuan perpajakan PPh Ps 26 nya Pak ?

mohon bantuannya.
Unknown mengatakan…
dimanapun kantornya, selama tidak menunjukkan NPWP maka dikenai PPh Pasl 26. Karena bukti bahwa dia dapat diperlakukan sebagai subjek dalam negeri (Pasal 23) maka harus punya NPWP
Anonim mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Raden Agus Suparman mengatakan…
mohon maaf, komentar terhapus tidak sengaja

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru