aturan baru pajak penghasilan penjualan tanah

Sejak bulan September 2016, Pemerintah Jokowi telah merevisi aturan Pajak Penghasilan atas penjualan tanah dan atau bangunan. Selain menurunkan tarif, aturan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2016 ini mengubah dasar pengenaan dan subjek pembayar pajak. Tarif turun dari semula 5% menjadi hanya 2,5% saja. Dan subjek yang wajib menggunakan peraturan pemerintah ini bukan hanya penjual tanah dan atau bangunan yang mengurus sertifikat hak milik tetapi mereka yang memang jualan tanah dan atau bangunan.
Menurut informasi yang beredar di media, penurunan tarif PPh dilakukan dalam rangka mendorong investasi real estat dan pasar modal. Jadi peraturan pemerintah ini bagian dari insentif perpajakan untuk mendorong pasar properti.

Tarif baru diatur di Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2016, yaitu:

  • 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
  • 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau
  • 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Menarik diperhatikan bahwa atas penjualan tanah untuk kepentingan umum adalah 0%. Ini artinya bebas PPh sama sekali. Jika tidak disebut tarif 0% ada yang berpendapat perlakukan perpajakan kembali ke ketentuan umum.

Selain itu, pembebasan lahan yang menikmati tarif 0% tidak hanya pembebasan lahan yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi termasuk pembebasan lahan yang dilakukan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. Syaratnya ada penugasan khusus dari Pemerintah atau kepala daerah untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

raden agus suparman : tarif PPh pengalihan tanah dan atau bangunan


Hal yang baru lagi dalam peraturan pemerintah ini adalah nilai pengalihan. Dalam peraturan pemerintah sebelumnya (Peraturan Pemerintah nomor 48) nilai pengalihan adalah nilai tertinggi antara NJOP dan nilai akta. Hal ini diatur di Pasal 4 ayat (2)
Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan 
Aturan ini memiliki kelemahan karena pada kenyataannya nilai penjualan tanah atau nilai pasar tanah hampir semua diatas NJOP. Bahkan ada yang berlipat-lipat dari NJOP. Begitu juga dengan nilai akta, pada kenyataannya sering disamakan dengan nilai NJOP. Walaupun dinaikkan dari NJOP tetapi sekedarnya. Jadi, nilai yang dimaksud tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.

Sedangkan di peraturan pemerintah yang baru, nilai pengalihan adalah nilai sebenarnya atau nilai wajar. Hal ini diatur di Pasal 2 ayat (2) dan (3) :

Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

  1. nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah;
  2. nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 beserta perubahannya);
  3. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
  4. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;atau
  5. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak. 
Nah, supaya tidak kecolongan lagi, peraturan pemerintah ini memberikan dasar hukum dilakukannya penelitian surat setoran pajak atau bukti pembayaran pajak lainnya. Ketentuan dimaksud dicantumkan di Pasal 3 ayat (5) :
Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Kewajiban validasi SSP tidak hanya berlaku bagi yang berurusan dengan sertifikat tanah. Penjual yang hanya "mengikatkan" dengan PPJB pun berlaku validasi. Hal ini diatur di Pasal 5 ayat (2) :
Pihak penjual hanya menandatangani perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli apabila kepadanya dibuktikan bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan, yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak. 
Dengan demikian, peraturan pemerintah ini mengikat bagi:
  • konsumen akhir (berkepentingan dengan sertifikat kepemilikan tanah sebagai bukti kepemilikan);
  • perantara atau pedagang seperti: agen properti, investor properti, atau pengembang (biasanya mereka tidak butuh sertifikat kepemilikan karena tujuan beli untuk dijual kembali sehingga dokumen yang digunakan sering PPJB saja).
Termasuk pengembang yang dituju oleh peraturan pemerintah ini adalah pengembang kecil yang bekerja sama dengan pemilik tanah. Misal tanah punya tuan Adi sedangkan yang membangun dan menjual rumah tuan Budi. Nah, kasus seperti ini di lapangan sering membingunkan siapa yang bayar PPh Final pengalihan tanah dan/atau bangunan, apakah tuan Adi atau Budi.

Turunan dari peraturan pemerintah ini akan dibuatkan peraturan menteri keuangan. Namun sampai dengan tulisan ini dibuat, nampaknya belum selesai.


🙋




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru