Petunjuk Pelaporan Harta Dan Penghasilan Di SPT Tahunan Tahun Pajak 2016

Banyak yang masih bingung pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2016. Khususnya pelaporan harta. Hal ini terkait dengan harta yang dilaporkan dalam SPH (Surat Pernyataan Harta Untuk Pengampunan Pajak) atau harta yang diamnestikan. Apakah dilaporkan di SPT Tahunan atau dilapor terpisah. Ditambah lagi ada kewajiban dari peserta amnesti pajak untuk melaporkan harta yang dilaporkan secara terpisah, seperti Laporan Penempatan Harta Tambahan Yang Berada di Wilayah NKRI atau Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan. Kedua laporan tersebut terpisah dari SPT Tahunan. 



Direktur Peraturan Perpajakan II telah membuat penegasan melalui S-150/PJ.03/2017 bahwa harta yang dilaporkan atau harta yang diamnestikan diperlakukan sebagai perolehan harta baru atau perolehan utang baru sesuai tanggal Surat Keterangan.

Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, ada dua catatan penting terkait "harta baru" tersebut, yaitu:

  • nilai harta bersih dicatat sebagai tambahan atas saldo laba ditahan;
  • harta baru tersebut tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.
Bagaimana pelaporan "harta baru" tersebut di SPT Tahunan Orang Pribadi? 
Berikut petunjuk pelaporan harta yang diamnestikan (dilaporkan di B1, C1, atau D1 form SPH) di SPT Tahunan 2016 :
  • Harta repatriasi yang dilaporkan di C1 dilaporkan di SPT 2016 setelah pengalihan sesuai peraturan yang berlaku;
  • Tahun perolehan sesuai dengan tahun Surat Keterangan Pengampunan Pajak diterbitkan;
  • Harta kas dan setara kas (ada nilai nominalnya) maka dicatat sesuai nilai nominal pada 31 Desember 2016;
  • Harta kas dan setara kas yang bernilai selain rupiah, maka harus di-kurs-kan sesuai kurs pada tanggal 31 Desember;
  • Harta selain kas, dilaporkan sesuai dengan nilai wajar yang dilaporkan di form B1, C1, dan D1 SPH dan harus dalam satuan mata uang rupiah.
  • Kolom keterangan di SPT diisi dengan lokasi harta dan nomor dokumen sesuai SPH. 
raden agus suparman : matrik pelaporan Harta Tambahan SPH pada SPT Tahunan Tahun Pajak 2016

Sedangkan pelaporan utang yang dilaporkan di B2, C2, dan D2 SPH dilaporkan sebagai tahun peminjaman sesuai tahun diterbitkan Surat Keterangan. Nilai utang sesuai dengan nilai utang sebenarnya pada tanggal 31 Desember termasuk utang bunga.

Bagaimana pelaporan penghasilan luar negeri di SPT Tahunan?

Penghasilan dari harta yang berada di dalam negeri dilaporkan dan dikenai PPh sesuai dengan jenis penghasilan. Bisa dikenai PPh final atau bisa juga dikenai tarif umum Pasal 17 UU PPh. 

Contoh penjualan tanah tentu dikenai PPh final. Jika penjualan tanah tersebut pada bulan Desember 2016 dikenai tarif 2,5% dari harga jual. Tetapi jika penghasilan dari usaha atau royalti maka dikenai tarif umum.

Penghasilan dari harta yang berada di luar negeri dilaporkan pada kolom Penghasilan Neto Luar Negeri pada formulir "Induk SPT Tahunan". Karena yang dilaporkan penghasilan neto, maka perincian penghasilan dan biaya (jika ada) harus dibuatkan lampiran tersendiri. Lampiran juga harus memuat pajak yang sudah dibayar di luar negeri atas penghasilan tersebut.

Jika ada pajak yang sudah dibayar di luar negeri dan dilaporkan di lampiran SPT Tahunan, maka fiskus memandang bahwa lampiran tersebut sebagai permohonan PPh Pasal 24. Karena itu, lampiran ini harus merinci :

  1. nama dan alamat sumber atau pemberi penghasilan di Luar Negeri;
  2. jenis penghasilan, seperti : dividen, bunga, royalti, sewa harta;
  3. penghasilan neto dalam satuan mata uang rupiah;
  4. pajak yang dibayar, atau dipotong di luar negeri;
  5. penghitungan kredit pajak luar negeri sesuai dengan PMK-164/2002.
Surat Direktur Peraturan Perpajakan II nomor S-150/PJ.03/2017 secara tidak langsung mengatur bahwa semua penghasilan luar negeri dikenai PPh umum. Walaupun di Indonesia atas jenis penghasilan tersebut dikenai PPh Final.

Disini diharuskan melaporkan semua penghasilan dari luar negeri di Induk SPT Tahunan. Secara matematis, pelaporan yang di bagian Induk SPT Tahunan merupakan penghasilan yang dikenai tarif Pasal 17 UU PPh.

Contoh : penghasilan dari sewa rumah yang berada di NKRI maka dilaporkan di bagian penghasilan final. Jika menggunakan form 1770S maka ada di form 1770S-II bagian A. Sedangkan jika penghasilan dari sewa rumah yang berada di Luar Negeri maka dilaporkan di Induk form 1770S



Semua Penghasilan Luar Negeri dilaporkan di bagian Induk SPT Tahunan
Karena dilaporkan di Induk, maka atas sewa rumah yang berada di Luar Negeri akan dikenai tarif Pasal 17 UU PPh. Sedangkan pajak yang sudah dibayar di Luar Negeri dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh Pasal 24. 

Secara matematis, atas penghasilan sewa rumah yang berada di Luar Negeri akan dikenai PPh di Indonesia jika tarif Pasal 17 UU PPh lebih besar dibandingkan dengan tarif pajak luar negeri. Dan yang dibayarkan di Indonesia adalah selisih lebih besar tersebut. Sehingga tidak ada pajak ganda (double taxation).

Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru