Premi Jamsostek

Bayangkan saat kita terima gaji setiap bulan. Diantara penghasilan gaji tersebut ada yang kita "sisihkan" atau pisahkan untuk masa pensiun. Sebagian lain untuk berjaga-jaga jika ada musibah yang tidak diharapkan dan membutuhkan biaya, seperti sakit atau kecelakaan. Penghasilan yang disisihkan tersebut akan dibayarkan ke perusahaan asuransi. Tetapi khusus pensiunan, kita bisa memberikannya ke lembaga Dana Pensiun atau perusahaan asuransi. Jika kita memberikannya ke lembaga Dana Pensiun yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, maka disebut iuran pensiun dan boleh dibiayakan atau dikurangkan dari penghasilan bruto. Sedangkan jika kita bayar ke perusahaan asuransi, maka tidak boleh dibiayakan.

Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dibiayakan. Artinya, penghasilan yang diterima oleh WPOP (termasuk penghasilan yang disisihkan untuk membayar premi asuransi) harus dikenakan PPh OP. Sebaliknya, jika kita menerima manfaat dari perusahaan asuransi kesehatan maka bukan termasuk penghasilan. Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh mengatakan bahwa pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa dikecualikan dari objek pajak. Seolah-olah kita mengatakan bahwa atas penghasilan yang kita terima dan disisihkan ke perusahaan asuransi sudah dikenakan pajak sebelum diberikan ke perusahaan asuransi sehingga saat kembali dari perusahaan asuransi (diterima manfaat asuransi) maka tidak boleh dikenakan pajak lagi.

Jika premi asuransi tersebut merupakan beban majikan atau dibayar oleh pemberi kerja maka premi asuransi tersebut menjadi penghasilan bagi pegawai. Di Lampiran PER-31/PJ/2009 lebih jelas diatur:
Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek:
** Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
** Premi Jaminan Kematian (JK), dan
** Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehataan (JPK)
yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.
Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi:
** premi asuransi kesehatan,
** asuransi kecelakaan kerja,
** asuransi jiwa,
** asuransi dwiguna, dan
** asuransi bea siswa
yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya.
Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.


Menurut Pasal 20 UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek:
(1) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Iuran Jaminan Kematian, dan Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 mengatur lebih lanjut besaran iuran sosial ini:
[a.] Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ditanggung pengusaha:
>> Kelompok I : 0,24%dari upah sebulan
>>  Kelompok II : 0,54% dari upah sebulan
>> Kelompok III : 0,89% dari upah sebulan
>> Kelompok IV : 1,27% dari upah sebulan
>> Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan
[b.] Jaminan Hari Tua
>> Sebesar 3,7% dari upah sebulan ditanggung pengusaha
>> Sebesar 2% dari upah sebulan ditanggung tenaga kerja
[c.] Jaminan Kematian (JK), sebesar 0,30 % dari upah sebulan ditanggung pengusaha
[d.] Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ditanggung pengusaha:
>> sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga
>> 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga

Walaupun namanya iuran, karena menurut Pasal 3 UU No. 3 Tahun 1992 bahwa program jaminan sosial tenaga kerja pengelolaannya dapat dilakukan dengan mekanisme asuransi. Karena itu PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja bisa disebut perusahaan asuransi. Sehingga istilah "iuran" diatas bisa juga disebut "premi".


Berdasarkan ketentuan diatas maka, atas premi yang dibayarkan kepada PT Jamsostek yang merupakan tanggung jawab pengusaha (pemberi kerja) merupakan penghasilan bagi pegawai. Sebaliknya, bagi pengusaha yang membayarkan akan menjadi biaya. Khusus iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari upah sebulan merupakan tanggungan tenaga kerja (pegawai) dan dapat dibiayakan (mengurani penghasilan bruto). Halaman 1 Lampiran PER-31/PJ/2009 diantaranya menyebutkan:
jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan 
** biaya jabatan, serta 
** iuran pensiun, 
** iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau 
** Tunjangan Hari Tua 
yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.


Berapa sebenarnya yang ditanggung pengusaha (pemberi kerja)?
Kalau lihat persentase diatas maka kita bisa menjumlahkan total persentase dari upah sebulan.
>> Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), sebesar 1,74% (kelompok V)
>> Iuran Jaminan Hari Tua, sebesar 3,7%
>> Premi Jaminan Kematian (JK) sebesar 0,3%
>> Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehataan (JPK) sebesar 6% (sudah berkeluarga)
Total yang ditanggung pengusaha 11,74% dari upah sebulan.



Karena premi yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan, maka atas premi ini tentu wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja. Artinya persentasenya akan berkurang sebesar 11,74% dikurangi PPh Pasal 21. Padahal jumlah yang harus diterima oleh PT Jamsostek tidak boleh berkurang dari 11,74%. Bagaimana solusinya? PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja dengan metode gross-up. PPh Pasal 21 yang ditanggung tersebut harusnya termasuk PPh Pasal 21 atas premi Jamsostek yang ditanggung oleh pengusaha.

Rumus gross-up PPh Pasal 21 banyak diberikan oleh member ortax.org dengan nama laman "kontribusi member". Silakan dicari :-)




semoga bermanfaat










Komentar

Prasetyaji mengatakan…
Lengkap sekali pak..

Berarti
Iuran pensiun + premi JHT yg dibayar sendiri karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto karyawan tersebut.

Kalau pph 21 nya tdk digross up berarti pjk tsb jd tanggungan WP atau perusahaannya ya?
Raden Agus Suparman mengatakan…
kalo tidak digross-up maka menjadi tanggungan WP.
BPJS Info mengatakan…
Penjelasan yg sangat membantu para pekerja yg rata rata awam. tks
Anonim mengatakan…
Bu/Pak Iuran Jamsostek didasarkan pada gaji pokok ajakah? Dan apakah gaji pokok tersebut harus sesuai dengan UMR? Bagaimana dengan umur?
Raden Agus Suparman mengatakan…
di UU istilah yang digunakan "upah".
menurut saya gaji pokok.
masalah UMR bukan domain Jamsostek.
Anonim mengatakan…
Secara logika, premi JHT bukan termasuk objek pajak PPh 21 untuk menghindari pengenaan pajak berganda. JHT bersifat seperti tabungan dan akan dikenakan pajak tersendiri pada saat penarikan JHT tersebut nantinya.

Karena semua nilai JHT tsb bukan objek pajak PPh 21, maka nilai 2% (dibayar Pegawai) dan 3,7% (dibayar Perusahaan) dikeluarkan dari perhitungan PPh 21 sebagai pengurang penghasilan bruto.
donyf67 mengatakan…
Mohon. Penjelasan mengenai premi asuransi kesehatan yg skrg di kelola oleh askes (BPJS). Apakah premi 4% yg ditanggung perusahaan masuk dalam gaji bruto yg kena pajak PPH21? Bagaimana juga dgn 0,5% yg ditanggung oleh karyawan? Apakah menjadi pengurang seperti hanya JHT yg ditanggung oleh karyawan? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
premi yg dibayar oleh karyawan menjadi pengurang penghasilan bruto. semacam biaya yg berakibat penghasilan neto karyawan lebih kecil
Anonim mengatakan…
apakah premi jamsostek yang dibayarkan 2/3 oleh perusahaan dan 1/3 oleh karyawan termasuk objek pajak? mohon balasannya terimakasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
premi jamsostek yang dibayarkan oleh perusahaan merupakan penghasilan bagi karyawan tersebut.
Unknown mengatakan…
saya belum mengerti dg jelas , mengenai premi jamsostek yg dibayarkan oleh perusahaan bisa menjadi penghasilan karyawan tsb?? mohon penjelasan nya dg rinci ,, thanks
Anonim mengatakan…
tes
Anonim mengatakan…
Mohon pencerahannya.
Kalo tidak salah....dulu ada peraturan/ ketentuan bahwa asuransi dwi guna ( kesehatan) merupakan objek pph 21 kecuali tidak dibiayakan.
Maksud saya...apakah bisa untuk BPJS kesehatan ini tidak menjadi objek PPh 21 bagi karyawan dan non deductible di pph 25 ? terimakash
Raden Agus Suparman mengatakan…
objek pph 21 untuk sejumlah yang dibayarkan oleh perusahaaan.
Unknown mengatakan…
Pak raden, saya koreksi sedikit ya. Upah menurut uuk no.13 thn 2003 adalah penghasilan keseluruhan dlm sebulan termasuk tunjangn2, lembur, gaji pokok dll. sehingga tdk benar jika upah di kategorikan hnya gaji pokok saja karena gaji pokok hnylah merupakan salah satu komponen dari upah itu sendiri(secara keseluruhan) thanks..!!!
Unknown mengatakan…
Pak raden, saya koreksi sedikit mengenai upah.
Menurut uu no.13 thn 2003 upah adalah penghasilan sescara keseluruhan selama sebulan termasuk tunjangan2,lembur, gaji pokok dll. sehingga tdk benar kalau upah di kategorikan hnya gaji pokok saja karena gaji pokok hanyalah merupakan salah satu komponen upah dari beberapa komponen yg ada dlm upah itu sendiri dasar hukumnya adalah pp no.8 thn 1981 ttg perlindungan upah. Thanks. .!!!
Raden Agus Suparman mengatakan…
terima kasih atas koreksinya
William Tanubrata mengatakan…
Terima kasih pak atas penjelasan diatas, jujur saya tidak mengetahui sebelumnya!
Semoga dapat bermanfaat untuk yang lain juga untuk masyarakat kita yang masih awam.....



NB: Sebagai salam kenal saya, saya juga sama suka menulis tentang edukasi asuransi. Saya tunggu pengenalannya, disini ya

http://www.asuransijiwadankesehatan.wordpress.com
Anonim mengatakan…
Terima kasih pak atas penjelasannya.
Dacha mengatakan…
Mau Tanya pak..sy msh bingung ttg premi kesehatan BPJS yg dibayarkan oleh perusahaan, apa bs dibiayakan oleh perusahaan tsb, masuknya sbg biaya apa ya..mohon pencerahannya.thx

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru