Bayar Pajak Jangan Via Perantara!
Pertengahan Agustus 2007 kemarin, aparat polisi dari Polresta Bandung Tengah bekerja sama dengan Kanwil DJP Jawa Barat I telah membongkar “sebagian” jaringan sindikat pemalsuan dokumen perpajakan terutama SSB. Laporan pertama memang hanya pemalsuan SSB tetapi perkembangan selanjutnya, terutama setelah pendalaman kasus, ternyata bukan hanya SSB tetap juga pemalsuan SSP Final atas penjualan tanah dan atau bangunan. Selain itu, sejak kasus itu sering diberitakan di media cetak, banyak Wajib Pajak yang melaporkan “keraguan” keaslian bukti setoran PBB.
Ini pelajaran penting bagi Wajib Pajak dan kantor pajak. Setelah didalami, “salah satu” penyebabnya adalah kelemahan system administrasi perpajakan di KP PBB. Untuk kasus SSB, kantor pajak sangat pasif dan haya menerima laporan penerimaan SSB dari bank penerima setoran. Selain itu, adanya kelambatan pelayanan untuk validasi SSB, padahal Wajib Pajak biasanya tidak sabaran, pingin cepat selesai urusan. Padahal untuk memvalidasi SSB tersebut, kantor pajak harus mencocokkan dengan rekening koran dari bank penerima setoran. Rekening koran sendiri, sering kali tidak setiap hari dikirim oleh bank. Prakteknya kadang dikirim mingguan. Karena itu, proses validasi juga terhambat.
Kelambatan pelayanan dan ketidaksabaran Wajib Pajak kemudian memunculkan ide-ide “kreatif” dari sebagian kecil orang untuk memproses SSB secara CEPAT dan MURAH. Mereka tidak perlu menempuh prosedur yang seharusnya, tetapi langsung MEMALSUKAN dokumen. Cepat karena tidak perlu ada konfirmasi. Murah karena bisa dengan “diskon” dari yang seharusnya. Misalnya, di SSB terutang BPHTB Rp.100.000.000,,- tetapi lewat OKNUM bisa bayar hanya Rp.50.000.000,- saja!!! Bagaimana bisa?
Uang tersebut sebenarnya tidak dibayarkan di bank dan SSB tidak divalidasi oleh kantor pajak! Tetapi di SSB ada tanda terima dari bank, cap bank, tanda tangan teller dan lengkap dengan tanda tangan serta nomor agenda validasi dari KP PBB. Tetapi semua itu dipalsukan.
Modus yang sama untuk SSP Final atas penjualan tanah dan atau bangunan. Semua dipalsukan termasuk tanda terima dari KPP (warna kuning). Tanda terima tersebut mungkin untuk meyakinkan Wajib Pajak jika SSP tersebut sudah dilaporkan ke KPP. Padahal, baik stempel bank, tanda tangan teller, dan tanda terima dari KPP semua dipalsukan. Semua dikerjakan dirumah!!! Home industry he .. he .. he ..
Surat Setoran PBB juga banyak yang dipalsukan. Untuk kasus PBB, motifnya banyak berkaitan dengan harga murah. Banyak yang minta diskon atau tertarik dengan harga diskon PBB. Ini juga dikerjakan dengan home industry. Padahal jika memang Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau alasan lain, Wajib Pajak dapat meminta pengurangan PBB secara resmi. Hanya saja harus lebih “repot” karena Wajib Pajak harus mengirim surat ke kantor pajak, kemudian diproses dan dipertimbangkan. Dan, tidak semuang permohonan dapat dikabulkan. Permohonan pengurangan hanya bisa dikabulkan untuk alasan yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
KPP PRATAMA
Sejak September 2007 di wilayah Jakarta, Banten dan Jawa Barat, KP PBB dan Karikpa (kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak) dibubarkan. Tepatnya mungkin digabungkan dengan KPP menjadi KPP Pratama. Di KPP Pratama ini tidak ada lagi seksi jenis-jenis pajak. Tidak ada lagi seksi PPh OP, Seksi PPh Badan, Seksi PPN.
Organisasi kantor pajak modern telah dibentuk berdasarkan fungsi-fungsi pelayanan. Karena itu di KPP Pratama yang ada adalah seksi pengawasan dan konsultasi yang mewadahi para AR (account representative), seksi pelayanan, seksi pemeriksaan, seksi penagihan, seksi ekstensifikasi perpajakan, dan seksi PDI (pengolahan data dan informasi).
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 98/KMK.01/2006, AR memiliki tugas :
[a.] melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak;
[b.] bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak;
[c.] penyusunan profil Wajib Pajak;
[d.] analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi; dan
[e.] melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kabar baik untuk Wajib Pajak, saya kira, adalah poin huruf [b.] diatas, yaitu bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak. Artinya Wajib Pajak jika mengalami kesulitan tentang teknis perpajakan silakan datang langsung ke KPP Pratama menemui AR. Pembagian kerja AR di KPP Pratama berdasarkan wilayah tertentu. Bisa satu jalan tertentu, satu RT, satu RW, atau satu Desa. Tergantung karakteristik daerah wilayah KPP Pratama. Untuk daerah industri atau bisinis mungkin satu AR menangani satu jalan tertentu. Tetapi untuk daerah yang potensi pajaknya kecil, bisa jadi satu AR menangani desa tertentu atau kecamatan tertentu.
Pelayanan PBB juga dilayani oleh AR. Dan PBB dan BPHTB hanya ada di KPP Pratama, tidak ada di KPP Madya, atau kantor pajak (modern) lainnya. Karena itu, untuk mengurus PBB dan BPHTB, silakang langsung menemui AR untuk mendapatkan konsultasi! Jangan lewat perantara!
Satu lagi saran saya, bayarlah pajak langsung ke bank (persepsi) penerima pajak. Jika lewat perantara atau nitip ke orang lain, pastikan jika pembayaran pajak kita telah masuk ke bank / kas negara. Caranya bisa ngecek langsung ke bank, atau tanya ke AR.
Sistem pembayaran pajak sekarang menggunakan sistem MPN (modul penerimaan negara) yang dikembangkan oleh Departemen Keuangan (kabarnya dipersiapkan oleh Ditjen Perbendaharaan Negara). Sistem ini mengharuskan bank penerima pajak ON-LINE dengan KPKN (Kantor Perbendaraan Negara dan Kas Negara). Dan setiap pembayaran pajak akan mendapatkan NTPN. Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara. Nah NTPN inilah yang dapat dikonfirmasikan di AR lewat intranet DJP.
Jangan mau rugi. PBB yang belum masuk ke kas negara akan tetap ditagih oleh kantor pajak. Urusan dengan perantara bukan urusan kantor pajak. Begitu juga dengan SSB yang belum masuk ke kas negara akan tetap ditagih (jika ketahuan belum dibayar). Karena itu, pastikan pajak dibayar di bank persepsi.
Ini pelajaran penting bagi Wajib Pajak dan kantor pajak. Setelah didalami, “salah satu” penyebabnya adalah kelemahan system administrasi perpajakan di KP PBB. Untuk kasus SSB, kantor pajak sangat pasif dan haya menerima laporan penerimaan SSB dari bank penerima setoran. Selain itu, adanya kelambatan pelayanan untuk validasi SSB, padahal Wajib Pajak biasanya tidak sabaran, pingin cepat selesai urusan. Padahal untuk memvalidasi SSB tersebut, kantor pajak harus mencocokkan dengan rekening koran dari bank penerima setoran. Rekening koran sendiri, sering kali tidak setiap hari dikirim oleh bank. Prakteknya kadang dikirim mingguan. Karena itu, proses validasi juga terhambat.
Kelambatan pelayanan dan ketidaksabaran Wajib Pajak kemudian memunculkan ide-ide “kreatif” dari sebagian kecil orang untuk memproses SSB secara CEPAT dan MURAH. Mereka tidak perlu menempuh prosedur yang seharusnya, tetapi langsung MEMALSUKAN dokumen. Cepat karena tidak perlu ada konfirmasi. Murah karena bisa dengan “diskon” dari yang seharusnya. Misalnya, di SSB terutang BPHTB Rp.100.000.000,,- tetapi lewat OKNUM bisa bayar hanya Rp.50.000.000,- saja!!! Bagaimana bisa?
Uang tersebut sebenarnya tidak dibayarkan di bank dan SSB tidak divalidasi oleh kantor pajak! Tetapi di SSB ada tanda terima dari bank, cap bank, tanda tangan teller dan lengkap dengan tanda tangan serta nomor agenda validasi dari KP PBB. Tetapi semua itu dipalsukan.
Modus yang sama untuk SSP Final atas penjualan tanah dan atau bangunan. Semua dipalsukan termasuk tanda terima dari KPP (warna kuning). Tanda terima tersebut mungkin untuk meyakinkan Wajib Pajak jika SSP tersebut sudah dilaporkan ke KPP. Padahal, baik stempel bank, tanda tangan teller, dan tanda terima dari KPP semua dipalsukan. Semua dikerjakan dirumah!!! Home industry he .. he .. he ..
Surat Setoran PBB juga banyak yang dipalsukan. Untuk kasus PBB, motifnya banyak berkaitan dengan harga murah. Banyak yang minta diskon atau tertarik dengan harga diskon PBB. Ini juga dikerjakan dengan home industry. Padahal jika memang Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau alasan lain, Wajib Pajak dapat meminta pengurangan PBB secara resmi. Hanya saja harus lebih “repot” karena Wajib Pajak harus mengirim surat ke kantor pajak, kemudian diproses dan dipertimbangkan. Dan, tidak semuang permohonan dapat dikabulkan. Permohonan pengurangan hanya bisa dikabulkan untuk alasan yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
KPP PRATAMA
Sejak September 2007 di wilayah Jakarta, Banten dan Jawa Barat, KP PBB dan Karikpa (kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak) dibubarkan. Tepatnya mungkin digabungkan dengan KPP menjadi KPP Pratama. Di KPP Pratama ini tidak ada lagi seksi jenis-jenis pajak. Tidak ada lagi seksi PPh OP, Seksi PPh Badan, Seksi PPN.
Organisasi kantor pajak modern telah dibentuk berdasarkan fungsi-fungsi pelayanan. Karena itu di KPP Pratama yang ada adalah seksi pengawasan dan konsultasi yang mewadahi para AR (account representative), seksi pelayanan, seksi pemeriksaan, seksi penagihan, seksi ekstensifikasi perpajakan, dan seksi PDI (pengolahan data dan informasi).
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 98/KMK.01/2006, AR memiliki tugas :
[a.] melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak;
[b.] bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak;
[c.] penyusunan profil Wajib Pajak;
[d.] analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi; dan
[e.] melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kabar baik untuk Wajib Pajak, saya kira, adalah poin huruf [b.] diatas, yaitu bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak. Artinya Wajib Pajak jika mengalami kesulitan tentang teknis perpajakan silakan datang langsung ke KPP Pratama menemui AR. Pembagian kerja AR di KPP Pratama berdasarkan wilayah tertentu. Bisa satu jalan tertentu, satu RT, satu RW, atau satu Desa. Tergantung karakteristik daerah wilayah KPP Pratama. Untuk daerah industri atau bisinis mungkin satu AR menangani satu jalan tertentu. Tetapi untuk daerah yang potensi pajaknya kecil, bisa jadi satu AR menangani desa tertentu atau kecamatan tertentu.
Pelayanan PBB juga dilayani oleh AR. Dan PBB dan BPHTB hanya ada di KPP Pratama, tidak ada di KPP Madya, atau kantor pajak (modern) lainnya. Karena itu, untuk mengurus PBB dan BPHTB, silakang langsung menemui AR untuk mendapatkan konsultasi! Jangan lewat perantara!
Satu lagi saran saya, bayarlah pajak langsung ke bank (persepsi) penerima pajak. Jika lewat perantara atau nitip ke orang lain, pastikan jika pembayaran pajak kita telah masuk ke bank / kas negara. Caranya bisa ngecek langsung ke bank, atau tanya ke AR.
Sistem pembayaran pajak sekarang menggunakan sistem MPN (modul penerimaan negara) yang dikembangkan oleh Departemen Keuangan (kabarnya dipersiapkan oleh Ditjen Perbendaharaan Negara). Sistem ini mengharuskan bank penerima pajak ON-LINE dengan KPKN (Kantor Perbendaraan Negara dan Kas Negara). Dan setiap pembayaran pajak akan mendapatkan NTPN. Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara. Nah NTPN inilah yang dapat dikonfirmasikan di AR lewat intranet DJP.
Jangan mau rugi. PBB yang belum masuk ke kas negara akan tetap ditagih oleh kantor pajak. Urusan dengan perantara bukan urusan kantor pajak. Begitu juga dengan SSB yang belum masuk ke kas negara akan tetap ditagih (jika ketahuan belum dibayar). Karena itu, pastikan pajak dibayar di bank persepsi.
Komentar