Pak Nata dan Penghapusan NPWP Orang Pribadi

Ini adalah kisah nyata. Dikisahkan oleh Kepala Bidang P4 Kanwil, dan diceritakan kembali (tentu saja) oleh saya sendiri. Tetapi nama "Pak Nata" adalah bukan nama sebenarnya. Jika disebutkan nama sebenarnya, saya takut masuk wilayah rahasia jabatan!

Alkisah, sebuah kantor pajak menerima surat yang ditulis tangan dalam selembar kertas bergaris. Surat tersebut dikirim via POS dan berisi permintaan penghapusan NPWP atas nama Pak Nata. Alasan permintaan penghapusan NPWP karena dia sudah tua, sekitar 83 tahun. Surat tersebut tentu saja diterima oleh kepala kantor. Setelah dibaca, kemudian didisposisikan kepada kepala seksi untuk dilakukan pemeriksaan.

Memang ada dua cara yang diterapkan untuk menentukan apakah permintaan penghapusan NPWP diterima atau ditolak. Pertama, dilakukan pemeriksaan lapangan oleh fungsional pemeriksa pajak. Kedua, dilakukan penelitian oleh petugas account representative (AR). Jika dilakukan penelitian, maka cukup dilakukan di kantor, tidak perlu ke lapangan.

Kebetulan untuk kasus ini, kepala KPP memutuskan untuk dilakukan pemeriksaan. Sebelum diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2), maka KPP membuat usulan pemeriksaan khusus untuk penghapusan NPWP kepada Kantor Wilayah (kanwil). Pada dasarnya, pemeriksaan ada dua :
1. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak;
2. Pemeriksaan untuk tujuan lain.

Pemeriksaan untuk tujuan lain yaitu :
a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
f. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i. pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan/atau
k. pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Usulan pemeriksaan tersebut kemudian diterima oleh Kanwil dan diperiksa oleh pelaksana di seksi bimbingan pemeriksaan, Kepala Seksi menyetujui, diteruskan kepada Kepala Bidang dan disetujui. Selanjut dibuatkan surat persetujuan usulan pemeriksaan oleh Pelaksana, diparaf Kasi dan Kabid, dan ditandatangan oleh Kepala Kantor.

Surat yang sudah ditandatangan Kakanwil, dikirim ke KPP untuk dilakukan pemeriksaan. Berdasarkan surat persetujuan tersebut, Seksi Pemeriksaan KPP kemudian membuat SP2. Tentu saja SP2 dibuat oleh pelaksana, diparaf oleh Kasi dan ditandatangan Kepala KPP. Kemudian diserahkan kepada pejabat fungsional pemeriksa pajak untuk dilaksanakan pemeriksaan lapangan.

SP2 berisi penugasan kepada supervisor, ketua tim, dan anggota tim pemeriksa pajak untuk melakukan pemeriksaan lapangan atas nama Wajib Pajak Pak Nata. Kebetulan domisili Pak Nata berada "kota kecil" yang jauh dari kantor pajak. Maka dibuatkan SPPD (surat perintah perjalanan dinas) oleh kantor untuk "memberi ongkos jalan" kepada pemeriksa lapangan tersebut. Ada tiga orang yang harus diberi ongkos. Besaran ongkos jalan tentu disesuaikan dengan standar biaya yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Setelah bertanya sana-sini, bertemulah tiga orang pemeriksa pajak dengan Pak Nata. Kebetulan Pak Nata sedang ada dirumah. Pemeriksa tidak lama di rumah Pak Nata. Selain menyampaikan SP2, pemeriksa juga memastikan bahwa Pak Nata memang sudah "kakek-kakek". Dan tidak kalah pentingnya, perlu dipastikan bahwa Pak Nata tidak memiliki usaha yang sedang berkembang. Saya kira, dengan melihat kondisi rumah dan orangnya, bisa dipastikan apakah Pak Nata memiliki usaha yang maju atau tidak. Naluri pemeriksa bisa dipakai lah :D

Setelah bertemu langsung dengan Pak Nata, tim pemeriksa kembali pulang. Pemeriksa memiliki keyakinan bahwa memang NPWP atas nama Pak Nata layak dicabut! Pemeriksa pajak tinggal membuat Laporan Pemeriksaan Pajak. Laporan ini selain ditanda-tangan oleh para pemeriksa pajak, juga diteken oleh Kepala KPP. Berdasarkan laporan tersebut, KPP baru menyetujui pencabutan NPWP atas nama Pak Nata.

KOMENTAR
Dari carita tersebut, sebenarnya pesan yang mau disampaikan adalah betapa birokrasinya kita. Untuk menghapus NPWP seorang "kakek-kakek" seperti Pak Nata, diperlukan biaya yang "mahal". Disebut mahal karena biaya yang harus dikeluarkan lebih besar daripada menfaat yang diterima. Tapi inilah birokrasi. Padahal administrasi pajak yang baik harus memperhatikan efesiensi. Jangan besar pasak daripada tiang!

Selain itu, kadang birokrasi tetap harus dijalankan untuk alasan pelayanan. Dan di era modernisasi DJP, pelayanan kepada Wajib Pajak harus diutamakan.

Cerita Pak Nata menjadi unik karena pada umumnya Wajib Pajak tidak peduli dengan NPWP kecuali jika mendapat masalah. Jika dilihat profile Pak Nata, seharusnya Pak Nata tidak perlu memiliki NPWP karena termasuk "orang kecil". Bahkan Pak Nata tidak pernah menyampaikan SPT Tahunan. Mungkin Pak Nata sendiri bingung, apa yang harus disampaikan?



Cag!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru