PPN Membangun Sendiri
Dari thio sunaryo : pak saya minta informasi tentang PPN membangun sendiri, apa dan bagaimana hal itu terjadi. salam thio
Jawaban saya :
PPN membangun sendiri diatur dalam Pasal 16C UU PPN 1984, yaitu, “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 320/KMK.03/2002 bahwa yang dimaksud bangun adalah bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha dengan luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan bersifat permanen. Artinya, bangunan dibawah 200m2 tidak terutang PPN.
Cara menghitung PPN terutang adalah 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya. Setiap bulan, pemilik bangunan wajib membayar PPN sebesar 4% dari total pengeluaran pada saat pembangunan. PPN ini harus dibayar langsung ke Kas Negara dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Jika pengguna bangunan bukan pemilik bangunan maka pengguna wajib memperlihatkan bukti setoran PPN membangun sendiri. Jika tidak dapat memperlihatkan bukti setoran, maka pengguna memiliki tanggung jawab renteng.
Seringkali pemilik bangunan mencampuradukkan dengan jasa konstruksi. Jasa pelaksana konstruksi adalah objek PPh Pasal 23. Artinya, saat kita membangun, kita memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dan tidak membayar PPN membangunan sendiri. Artinya, hemat 2% bukan?
Harus ditekankan bahwa perbedaan antara membangun sendiri dengan jasa pelaksana konstruksi adalah adanya kontrak antara pemilik bangunan dengan perusahaan kontruksi. Kontraktor konstruksi harus memiliki sertifikat sebagai pengusaha konstruksi. Jika tidak memiliki sertifikat, maka dianggap “membangun sendiri”.
Jawaban saya :
PPN membangun sendiri diatur dalam Pasal 16C UU PPN 1984, yaitu, “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 320/KMK.03/2002 bahwa yang dimaksud bangun adalah bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha dengan luas bangunan 200 m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan bersifat permanen. Artinya, bangunan dibawah 200m2 tidak terutang PPN.
Cara menghitung PPN terutang adalah 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya. Setiap bulan, pemilik bangunan wajib membayar PPN sebesar 4% dari total pengeluaran pada saat pembangunan. PPN ini harus dibayar langsung ke Kas Negara dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Jika pengguna bangunan bukan pemilik bangunan maka pengguna wajib memperlihatkan bukti setoran PPN membangun sendiri. Jika tidak dapat memperlihatkan bukti setoran, maka pengguna memiliki tanggung jawab renteng.
Seringkali pemilik bangunan mencampuradukkan dengan jasa konstruksi. Jasa pelaksana konstruksi adalah objek PPh Pasal 23. Artinya, saat kita membangun, kita memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dan tidak membayar PPN membangunan sendiri. Artinya, hemat 2% bukan?
Harus ditekankan bahwa perbedaan antara membangun sendiri dengan jasa pelaksana konstruksi adalah adanya kontrak antara pemilik bangunan dengan perusahaan kontruksi. Kontraktor konstruksi harus memiliki sertifikat sebagai pengusaha konstruksi. Jika tidak memiliki sertifikat, maka dianggap “membangun sendiri”.
Komentar