Pendapat Sebelum Ketetapan

Apakah anda mengira Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar murni hasil kerja pemeriksa pajak? Salah satu kewenangan pemeriksa pajak memang menghitung pajak terutang. Tetapi untuk menjadi ketetapan, banyak jalan yang harus ditempuh. Banyak pihak yang terlibat. Bukan hanya pemeriksa pajak versus Wajib Pajak saja!

Penghitungan pajak terutang juga tidak semata-mata pendapat pemeriksa. Bisa jadi pemeriksa sebenarnya tidak yakin dengan hasil pemeriksaan, tetapi karena melihat sebagai DJP, maka pemeriksa pajak mengikuti pendapat orang lain. Berikut saya jelaskan penyebabnya.

Kita anggap bahwa surat ketetapan pajak [skp] merupakan produk dari sebuah pendapat. Setidaknya ini pendapat DJP. SPT adalah media pelaporan kewajiban perpajakan yang disampaikan Wajib Pajak. Dalam sistem self assessment, SPT dianggap benar sampai DJP mengeluarkan skp. Bisa disebut, skp adalah SPT versi DJP. Bisa juga disebut skp merupakan pendapat DJP atas SPT Wajib Pajak. Apakah SPT tersebut salah? Jika salah maka dikoreksi oleh DJP. Koreksi tersebut diformalkan dalam spt.

Seperti akuntan publik yang memberikan pendapat atas kewajaran suatu laporan keuangan yang diaudit, begitu juga pemeriksa pajak memberikan pendapat atas kebenaran SPT yang diperiksa. Jika pemeriksaan "adem ayem" saja maka pendapat yang tertuang dalam skp merupakan pendapat pemeriksa. Saya jelaskan dulu maksud "adem ayem", yaitu Wajib Pajak menerima 100% hasil pemeriksaan, tanpa sanggahan, dan atas pemeriksaan tersebut tidak ada review.

Tetapi, aturan formal pemeriksaan sampai saat ini, memungkinkan banyak pendapat yang mungkin diakomodasi oleh pemeriksa pajak. Selama pemeriksaan berlangsung, setidaknya ada tiga pendapat sebelum skp dikeluarkan. Pendapat pertama adalah pendapat pemeriksa, kedua pendapat reviewer, dan ketiga pendapat tim pembahas.

Pendapat pemeriksa sudah pasti muncul pada setiap pemeriksaan karena memang mereka yang melakukan pemeriksaan. Dalam hal pemeriksaan dilakukan review, bisa jadi muncul pendapat reviewer. Pelaksanaan review dilakukan sebelum SPHP disampaikan oleh pemeriksa kepada Wajib Pajak. Tim review memeriksa hasil pemeriksaan tim pemeriksa pajak. Tujuan pelaksaan review adalah untuk memastikan kualitas pemeriksaan. Biasanya review dilakukan oleh pemberi intruksi. Dokumen hasil review biasa disebut review sheet. Ada juga yang menyebut "berita acara telaah".

Pengalaman saya, selama terdokumentasi dengan jelas, intruksi tim review selalu diikuti. Walaupun bisa saja kita tidak sependapat, tetapi kita mengikuti pendapat tim review. Dokumen yang menjadi acuan pemeriksa jelas tercantum di review sheet atau berita acara. Menurut saya, karena terdokumentasi maka pemeriksa lebih aman jika ada review seperti ini. Artinya, jika ada pihak yang mempermasalahkan hasil pemeriksaan, pemeriksa bisa "berlindung" di pendapat tim review!

Logikanya, jika pendapat tim review yang digunakan, maka siapapun yang akan merubah pendapat tersebut maka harus dengan persetujuan tim review. Bisa saja tim pemeriksa yang dipersalahkan, tetapi tim pemeriksa juga harus menunjuk tim review. Jika Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemeriksaan, maka pemeriksa tentu tidak serta merta merubah hasil pemeriksaan. Bagaimana bisa merubah pendapat sedang pendapat yang digunakan juga pendapat tim review?

Pendapat ketiga adalah pendapat tim pembahas. Keberadaan tim pembahas muncul jika Wajib Pajak meminta pendapat ketiga. Tim pembahas sebenarnya harus bersikap seperti wasit atas perselisihan Wajib Pajak dan pemeriksa pajak. Salah satu tujuan dibentuk lembaga tim pembahas adalah untuk meminimalisir Wajib Pajak yang mengajukan keberatan. Sehingga, bisa saja tim pembahas tidak memilih pendapat pemeriksa pajak atau Wajib Pajak. Bisa jadi tim pembahas mempunyai pendapat lain. Inilah pendapat tim pembahas.

Seharusnya, pendapat tim pembahas mengikat. Pemeriksa pajak harus menggunakan pendapat tim pembahas jika pendapat tim pemeriksa berbeda. Pendapat inilah yang akan dituangkan dalam surat ketetapan pajak. Tentu tanggung jawab beralih kepada tim pembahas. Memang Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Hitung tetap dibuat oleh tim pemeriksa. Tetapi dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan, tim pemeriksa bisa memberikan kronologis dan menunjuk tim pembahas. Jika perlu, di Laporan Hasil Pemeriksaan tim pemeriksa "menyebut" bahwa hasil pemeriksaan mengikuti pendapat tim pembahas. Hal ini untuk berjaga-jaga jika suatu saat atas hasil pemeriksaan tersebut ada pihak yang mempermasalahkan.

Menurut saya, salah jika pemeriksa tidak mengikuti pendapat tim pembahas. Jika pendapat tim pembahas tidak digunakan, untuk apa dibentuk lembaga tim pembahas? Bukankah tim pemeriksa dan tim pembahas sama-sama DJP? Mereka semua sama-sama bertindak atas nama Dirjen Pajak!



salaam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru