Alasan Pemeriksaan Pajak

Bagi sebagian pegawai DJP, pemeriksaan adalah tugas yang paling menantang. Bahkan di zaman dahulu kala, banyak cara yang dilakukan oleh pegawai DJP untuk melakukan pemeriksaan. Sebagian orang mendapatkan perintah pemeriksaan dengan kasak-kusuk. Sebagian lagi hanya dengan menunggu dan menerima. Sebagian pegawai dengan lantang mendatangi wajib pajak hanya untuk menakut-nakuti tentang adanya pemeriksaan tetapi sebagian lagi yang sudah mendapat surat perintah pemeriksaan pajak justru bersusah payah hanya sekedar ingin bertatap muka.

Sebagian pegawai DJP bangga menjadi pemeriksa pajak. Tapi bagi sebagian lagi menjadi pemeriksa pajak itu justru “kecelakaan”. Sebagian pegawai melihat status fungsional pemeriksa pajak sebagai posisi yang luar biasa tetapi sebagian lagi justru menolak disuruh jadi fungsional. Yang menarik adalah ketika akan dilakukan “fungsionalisasi pemeriksa pajak” yang selama ini atau setidaknya pernah menjadi pemeriksa pajak di KPP justruk banyak yang menolak dijadikan fungsional. Tetapi sebenarnya mereka tidak menolak pekerjaan tetapi menolak difungsionalkan.

Sebelum modernisasi, fungsional pemeriksa pajak hanya ada di Karikpa, Kanwil, dan di Kantor Pusat. Sedangkan sebagian besar pemeriksaan justru dilakukan oleh KPP. Padahal di KPP sendiri tidak ada fungsional pemeriksa pajak. Artinya, sebagian besar pemeriksaan justru dilakukan oleh “pemeriksa temporer”. Siapapun bisa jadi pemeriksa di KPP asal ditunjuk oleh kepala kantor. Karena itu, proses dan produk pemeriksaan sering kali sulit dipertanggungjawabkan. Di Pengadilan Pajak (proses banding), banyak hasil pemeriksaan dibatalkan dan negara memberikan bunga kepada wajib pajak.

Nah, di KPP Pratama yang sudah menerapkan sistem administrasi modern, pemeriksaan wajib hukumnya dilakukan oleh fungsional pemeriksa pajak. Semua calon fungsional pemeriksa pajak akan mendapatkan Diklat Dasar Pemeriksa Pajak. Kemudian ada diklat lanjutan yang sering diberinama Diklat Fungsional. Selain itu, kabarnya kedepan akan ada pelatihan “spesialisasi” seperti pelatihan tentang migas, perbankan, agro industri, atau transper pricing. Tujuannya tentu saja profesionalisme pemeriksaan pajak.

Banyak wajib pajak yang meminta diperiksa. Sebagian beralasan untuk kepastian hukum (daripada diperiksa, misalnya, tujuh tahun kemudian), sebagian lagi karena diminta oleh calon investor atau bahkan untuk melakukan suatu tender. Tetapi sebagian besar tentu menghindari pemeriksaan pajak. Tidak jarang wajib pajak bertanya, “Kenapa kami diperiksa?”

Dibawah ini beberapa alasan kenapa seorang wajib pajak diperiksa:
[1]. SPT Lebih Bayar.
Setiap SPT yang menunjukkan lebih bayar wajibun kudu hukumnya untuk diperiksa. Dua belas bulan sejak SPT lebih bayar diterima oleh kantor pajak, surat ketetapan pajak harus keluar. Ini biasa disebut jatuh tempo. Untuk mengeluarkan ketetapan tersebut, kantor pajak kemudian melakukan pemeriksaan. Jika pemeriksaan belum juga kelar setelah jatuh tempo maka otomatis, demi hukum, harus keluar SKPLB (surat ketetapan pajak lebih bayar) sejumlah lebih bayar di SPT. Dan pemeriksa pajak yang melakukan pemeriksaan diberi kartu kuning dan diberikan sanksi berupa potongan tunjangan sebesar 75%. Padahal tunjangan di DJP itu bisa mencapai 85% dari total yang diterima. Karena itu, tanggal jatuh tempo adalah tanggal yang sangat-sangat kritis.

[2]. SPT Rugi
Tidak semua SPT yang menyatakan rugi diperiksa. Ada beberapa kondisi dimana SPT rugi harus diperiksa. Pertama, jika kerugian tersebut dikompensasi ke tahun pajak berikutnya dan pada tahun kompensasi ada pemeriksaan, misalnya pemeriksaan SPT LB atau kriteria seleksi. Pemeriksaan seperti ini disebut perluasan. Contoh : tahun pajak 2006 dilakukan pemeriksaan, dan di SPT tahun pajak 2006 tersebut ada kompensasi kerugian yang dibawa dari tahun pajak 2004. Otomatis untuk tahun pajak 2004 dan 2005 akan dilakukan pemeriksaan. Maksudnya adalah untuk menentukan besarnya kompensasi secara fiskal. Kedua, adanya kebijakan bahwa SPT Rugi harus diperiksa. Kadang DJP menetapkan kebijakan bahwa SPT Rugi tahun pajak tertentu harus diperiksa. Kebijakan ini tidak setiap tahun ada.

[3]. SPT tidak atau terlambat disampaikan
Alasan pemeriksaan ini juga tidak otomatis. Artinya, banyak wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT tetapi tidak diperiksa. Setahu saya, kondisi ini sekarang justru jadi salah satu kriteria di kriteria seleksi.

[4]. Memenuhi kriteria seleksi yang ditetapkan
Sejak tahun 2006 DJP sebenarnya sudah mencoba menerapkan komputerisasi manajeman pemeriksaan yang disebut SIMPP (sistem informasi dan manajemen pemeriksaan pajak). Yang menarik, salah satu ide pembuatan SIMPP adalah untuk menghilangkan “pemeriksaan liar”. Dan diakui oleh pejabat DJP sendiri jika jaman dahulu banyak sekali pemeriksaan liar.

Dengan komputerisasi tidak ada pemeriksaan kecuali telah mendapat persetujuan dari SIMPP. Pegawai pajak tidak lagi seenaknya mengeluarkan surat perintah atau bahkan melakukan pemeriksaan tanpa surat perintah. Tidak semua usulan pemeriksaan diterima. Selain itu, kantor pusat menentukan kriteria-kriteria tertentu wajib pajak mana yang akan diperiksa. Setiap tahun berbeda-beda agar ada pemerataan.

Penghitungan scoring kriteria seleksi sebenarnya tertutup. Hanya pejabat tertentu saja yang tahu formulanya. Dan tentu saya yang menghitung program komputer. Kabarnya, operator tinggal memasukkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan saja. Karena itu, tidak jarang pemeriksa sendiri tidak tahu alasan kenapa seorang wajib pajak diperiksa. Atau tahunya pemeriksa pajak bahwa wajib pajak tersebut diperiksa karena “kriteria seleksi”. Kriterianya apa? Pemeriksa sendiri tidak tahu.

[5]. Ada pengaduan dari masyarakat.
Hampir semua pengaduan masyarakat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pajak. Kasus penggelapan uang investor yang lagi “hangat” oleh PT WBG adalah salah satu contoh. Kantor pajak sebenarnya lebih dahulu turun setelah ada pengaduan dari Bapepam. Hanya saja, DJP menerapkan “strategi melunak” sehingga “senjata” menyegel ruangan dan pemaksaan memasuki ruangan jarang dilakukan. Nah, PT WBG itu termasuk wajib pajak yang bandel dan sangat protektif. Akibatnya proses pemeriksaan tidak tuntas-tuntas, salah satu alasannya karena dokumen yang diminta tidak diberikan.

Saya sendiri sering mendapatkan surat perintah pemeriksaan pajak karena alasan pengaduan ini. Biasanya pengaduan berasal dari pesaing bisnis, atau bisa juga dari pegawai yang dipecat secara tidak hormat. Atau bisa juga dari tetangga sekitarnya. Point penting pemeriksaan pajak ini adalah mencocokkan kebenaran pengaduan itu sendiri.

[6]. Pemeriksaan tujuan lain :
[6.a]. Pemberian NPWP atau penghapusan NPWP
[6.b]. Pengumpulan bahan untuk menyusun Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
[6.c]. Sentralisasi PPN.
[6.d]. Penentuan wajib pajak lokasi terpencil.
[6.e]. Pencocokan data atau alat keterangan.

Sebenarnya banyak alasan kenapa wajib pajak diperiksa. Tetapi alasan-alasan diataslah yang paling banyak.

Sejak tahun lalu sebenarnya sudah diperkenalan pemeriksaan dengan korespondensi. Pemeriksa tidak melakukan kontak dengan wajib pajak. Pemeriksa pajak tinggal memberikan surat tentang adanya ketidaksesuaian antara data yang ada dikomputer pajak dengan SPT yang dilaporkan. Tetapi pemeriksaan cara ini masih terbatas karena memang model pemeriksaan ini benar-benar mengandalkan database yang banyak. Dan database perpajakan memang sedang diupgrade.

Komentar

Anonim mengatakan…
Urun suara ni Pak...
Saya kok tidak setuju ya bila jadi pemeriksaan pajak menjadi "kecelakaan"....
Sebab profesi tersebut sangat mulia ya....menjadi filter dan law enforcement di DJP.
Anonim mengatakan…
Wajib pajak mwmang diwajibkan untuk melaporkan apa yang sudah jadi kewajiban....setidaknya pemeriksaan di bagi dlm beberapa kriteria perush kecil dan besar...sungguh tragis kalo ada perusahaan kecil deperiksa dimana mereka (pengelola susah payah membesarkan usahanya,darah dan keringat dipertaruhkan)dengan pengetahuan perpajakan yang pas-pasan...jangan sampai perusahaan kecil secara tidak langsung terbunuh dengan adanya pemeriksaan tersebut....sehingga menjadikan negara ini semakin banyak pengangguran yang tidak produktif...
Anonim mengatakan…
Sekedar berbagi pendapat : hal yang paling susah adalah menghadapi pemerintah kita yang sangat korup, contoh untuk perizinan dibutuhkan biaya sangat tinggi thd petugas yg secara pajak pasti akan di koreksi karena tdk ada bukti pendukung tapi biaya itu ada. untuk menghidari pajak tinggi tentunya wajip pajak akan menurunkan pendapatannya.
Baju Muslim mengatakan…
Pak, kenapa kalo SPT rugi sering diperiksa pajak?
Raden Agus Suparman mengatakan…
Rugi kan bisa dikompensasi ke laba bersih tahun berikutnya. Kalau rugi tidak diperiksa, bikin saja rugi yang BESAR agar tidak pernah bayar pajak. Dengan diperiksa, maka DJP yakin bahwa ruginya sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
Anonim mengatakan…
pak, kalo pemeriksaan sudah lewat jatuh tempo 8 bulan, apakah skp yang kami terima tetap sah atau cacat hukum?
Raden Agus Suparman mengatakan…
tetap sah
DJP tidak mengenal istilah "skp cacat hukum" tetap istilah yang digunakan adalah skp yang dapat dibatalkan.
terkait dengan skp hasil pemeriksaan, maka skp hasil pemeriksaan hanya bisa dibatalkan jika:
1. tidak ada SPHP
2. tidak ada pembahasan
silakan cek Pasal 26 ayat (1) huruf d UU KUP.

http://ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=kup&id_jenis=1000&p_tgl=tahun&tahun=&nomor=&q=&q_do=macth&cols=isi&hlm=1&page=show&id=12761
Melani mengatakan…
pak raden, biasanya sebagai pemeriksa pajak, poin2 apa saja yang akan diperiksa? bagaimana cara pemeriksa memeriksanya? tolong ajarin kita donk pak.. karena kita sangat awam sekali soal pemeriksaan pajak. thx. melani
Melani mengatakan…
Pak, sebagai pemeriksa, poin2 apa saja yang menjadi kunci pertanyaan oleh pemeriksa? apa yang harus kami perhatikan sebagai badan? thx
Raden Agus Suparman mengatakan…
ini masalah audit plan, lebih baik lihat modul Analisa Laporan Keuangan yang sudah diterbitkan P2.
Anonim mengatakan…
Pak, apa perbedaan SPT yang belum diperiksa dan yang sudah diperiksa, bagi WPOP?
Raden Agus Suparman mengatakan…
tidak ada poin kunci karena kuncinya di analisis SPT atau analisis risiko.
sebelum diterbitkan SP2 (surat perintah pemeriksaan) pemeriksa pajak wajib membuat audit plan yang berisi analisis pemeriksa.
audit program disusun berdasarkan analisis yang tercantum di audit plan.
Bisa jadi PT A dan PT B yang bersebelahan dan memiliki usaha sama tetapi pemeriksaannya berbeda walaupun tim pemeriksanya beda.
Raden Agus Suparman mengatakan…
tidak ada bedanya
hanya saja setiap ada pemeriksaan maka harus ada surat ketetapan pajak.
yang sudah diperiksa masih bisa diperiksa --> namanya pemeriksaan ulang dan pemeriksaan ulang tidak ada batasnya asal ada data baru.
Unknown mengatakan…
apa ya pak defenisi randem dalam bidang pemeriksaan pajak
Unknown mengatakan…
apa gini, saya ada ni menemukan kata2 kata "randem" pada salah satu blog yang menyatakan bahwa salah satu kriteria wajib pajak yang diperiksa pajak adalah randem..

apa ya pak defenisi randem tersebut???
Unknown mengatakan…

pak saya ada baca pak Pada salah satu blog yang meyatakn bahwa salah satu kriteria wajib pajak yang diperiksa pajak adalah randem,,,

apa ya pak defenisi "RANDEM" tersebut,.,?????
Unknown mengatakan…
pak saya ada salah satu baca diblog, yang menyatakan bahwa salah satu kriteria wajib pajak yang diperiksa pajak adalah RANDEM,,,

apa ya pak defenisi Randem "tersebut"
Raden Agus Suparman mengatakan…
randem apa random?
saya baca istilah randem hanya dari pa Zul.
bapak nemu istilah ini dari mana?

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru