Bank Persepsi
Apakah selama ini anda mengira bahwa kantor pajak adalah tempat menerima setoran pajak? Jika jawaban anda ya, maka anda salah besar! Direktorat Jenderal Pajak [DJP] atau kantor pajak dibawahnya sebenarnya merupakan kantor administrasi perpajakan pusat. Kita bedakan pajak pusat versus pajak daerah karena memang ada pajak daerah. Pajak pusat untuk mengisi Pendapatan di APBN. Sedangkan pajak daerah untuk mengisi Pendapatan APBD. Walaupun sebagian APBD ada juga yang berasal dari APBN.
Tempat setoran pajak sebenarnya bank atau pos persepsi. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara. Pemberian nama "persepsi" menunjukkan bahwa tidak semua kantor bank menerima setoran pajak. Begitu juga dengan kantor pos, tidak semua kantor pos menerima setoran pajak. Tapi saya kira, sebagian besar kantor bank saat ini bisa menerima setoran pajak.
Media setoran pajak di bank persepsi dan pos persepsi adalah Surat Setoran Pajak [SSP]. Beginilah format SSP menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 38/PJ/2009 :
Setelah kita isi, biasanya SSP diisi dikantor masing-masing Wajib Pajak, SSP diserahkan ke teller bank. Kemudian komputer bank persepsi akan online dengan komputer Kementrian Keuangan melalui aplikasi yang disebut Modul Penerimaan Negara [MPN]. Jika terhubung maka MPN akan memberikan Nomor Transaksi Penerimaan Negara [NTPN]. Selain itu, komputer bank persepsi juga akan memberikan Nomor Transaksi Bank [NTB]. Baik NTPN maupun NTB akan tercetak di SSP, khususnya bagian validasi.
Instansi pemerintah yang terlibat dalam penerimaan negara ada dua, yaitu DJP sebagai administrasi perpajakan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan [DJPb]. Semua SSP kemudian direkonsiliasi antara DJP dan DJPb. Jika sudah tercatat di DJPb maka setoran pajak tersebut kemudian disebut penerimaan negara. Data penerimaan negara inilah yang sering diumumkan kepada publik setiap akhir tahun apakah target pajak tercapai atau tidak. Jadi tidak mungkin DJP mengumumkan adanya penerimaan sekian trilyun rupiah jika belum ada rekonsiliasi dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Komentar
Sebuah pertanyaan. dalam rekonsiliasi sangat memungkinkan ditemukan data penerimaan yang tidak bisa cocok antara pembukuan DJP dengan DJPb, mengingat perbedaan sistem dan jalur yang dilewati data hingga menjadi laporan. Lalu selama ini apa yang dilakukan terhadap data yang tidak bisa direkon?