imbalan bunga
Dulu ada yang berpendapat, kalau Wajib Pajak yang diperiksa memilki uang untuk membayar hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak yakin bahwa di tingkat banding bisa menang, maka lebih baik bayar 100% hasil pemeriksaan. Kemudian keberatan, dan banding ke Pengadilan Pajak. Anggap saja pembayaran tersebut investasi karena setelah banding akan keluar restitusi sejumlah uang yang kita investasikan ditambah imbalan bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan. Artinya, setahun dapat imbalan bunga 24%! Adakah bank yang bisa memberikan bunga deposito sebesar itu? Apakah benar begitu perhitungannya?
Kita baca dulu ketentuan mengenai imbalan bunga yang diatur di Pasal 27A ayat (1) UU KUP:
Menurut Pasal 27A ayat (1) UU KUP, imbalan bunga tersebut dihitung:
[a.] sejak tanggal SSP atas pembayaran pajak dalam hal surat ketetapan pajak berupa SKPKB, dan SKPKBT, sampai keputusan yang menyatakan restitusi.
[b.] sejak tanggal surat ketetapan pajak dalam hal SKPN dan SKPLB sampai dengan keputusan yang menyatakan restitusi.
Sejak amandemen 2007, ada tambahan aturan yaitu Pasal 27A ayat (1a) UU KUP yang menambah pemberi putusan. Jika di ayat (1) pemberi putusan lembaga peradilan, yaitu proses keberatan, proses banding, dan proses PK maka di ayat (1a) pemberi putusan adalah administratif DJP yang berupa:
[a.] Surat Keputusan Pembetulan,
[b.] Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau
[c.] Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Selain yang berasal dari surat ketetapan pajak, Pasal 27A ayat (2) UU KUP juga mengatur bahwa yang berasal dari Surat Tagihan Pajak (STP) juga bisa mendapatkan imbalan bunga. STP yang dimaksud adalah STP karena tidak membuat faktur pajak atau membuat tapi terlambat yang diatur di Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Dan STP yang diterbitkan karena bunga penagihan yang diatur di Pasal 19 ayat (1) UU KUP. Berikut bagian penjelasan Pasal 27A (2) UU KUP:
Tetapi, ternyata tidak semua SKPKB atau SKPKBT dapat menghasilkan imbalan bunga. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 mengatur bahwa imbalan bunga tidak diberikan dalam hal:
[a.] Wajib Pajak setuju hasil pemeriksaan tetapi bayar sebelum proses keberatan.
[b.] Wajib Pajak tidak setuju hasil pemeriksaan tetapi bayar sebelum proses keberatan.
Maksud setuju adalah Wajib Pajak setuju pada saat proses Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi (istilah baru sejak PP 74). Logikanya, jika setuju maka tidak akan mengajukan keberatan karena tidak ada sengketa. Tetapi UU KUP tidak menutup hak tersebut. Artinya, proses keberatan boleh dilakukan baik Wajib Pajak setuju atau tidak.
Konsekuensi dari setuju atas hasil pemeriksaan memang SKPKB atau SKPKBT menjadi terutang dan DJP dapat melaksanakan tindakan penagihan. Sebenarnya atas ketetapan tersebut sudah pasti. Tetapi menjadi tidak pasti. Ketidakpastian tersebut dikarenakan Wajib Pajak mengajukan proses banding.
Kondisi kedua, Wajib Pajak tidak setuju tetapi bayar. Jika Wajib Pajak menyatakan tidak setuju pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, sebenarnya utang pajak tertangguh sampai ada keputusan keberatan, atau banding, atau peninjauan kembali. Lagi-lagi Wajib Pajak ternyata bayar!
Dua kondisi tersebut diatas menjadikan bahwa Wajib Pajak dapat "berinvestasi" dengan mengharapkan imbalan bunga. Kemudian dengan Pasal 43 ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 kemungkinan tersebut ditutup. Jadi seharusnya jika Wajib Pajak setuju, maka tidak boleh keberatan. Kalaupun keberatan dan dikabulkan maka yang kembali sebatas pokok saja (restitusi). Tidak ada imbalan bunga. Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak setuju, maka tidak boleh bayar dulu. Nanti dibayar jika Wajib Pajak setuju atas SK Keberatan atau Putusan Banding.
Dengan demikian, sekarang imbalan bunga yang berasal dari surat ketetapan pajak hanya diberikan jika Wajib Pajak mengklaim kelebihan pajak dengan menyampaikan SPT Lebih Bayar. Bukan yang berasal dari setoran pajak sebelum proses keberatan. Imbalan bunga diberikan atas selisih surat ketetapan pajak dengan putusan peradilan yang menyebabkan kelebihan pajak. Sehingga sekarang tidak bisa lagi "investasi" dengan mengharapkan imbalan bunga setelah proses pemeriksaan atau verifikasi.
Kita baca dulu ketentuan mengenai imbalan bunga yang diatur di Pasal 27A ayat (1) UU KUP:
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:Wah, kalimat diatas menurut saya susah dipahami maksudnya. Lebih baik kita langsung ke bagian penjelasan saja. Apa sih maksud imbalan bunga?
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali; atau
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Imbalan bunga diberikan berkenaan dengan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.Dari bagian penjelasan, cukup jelas bahwa imbalan bunga diberikan karena kelebihan pembayaran pajak. Awalnya dari surat ketetapan pajak. Kemudian Wajib Pajak keberatan atas surat ketetapan pajak dan keluar SK Keberatan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Atau Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan dan mengajukan banding, kemudian keluar Putusan Banding yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Atau tidak puas dengan hasil banding sehingga mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, kemudian terbit Putusan PK yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Nah restitusi tersebut ditambah dengan imbalan bunga maksimal 48%.
Menurut Pasal 27A ayat (1) UU KUP, imbalan bunga tersebut dihitung:
[a.] sejak tanggal SSP atas pembayaran pajak dalam hal surat ketetapan pajak berupa SKPKB, dan SKPKBT, sampai keputusan yang menyatakan restitusi.
[b.] sejak tanggal surat ketetapan pajak dalam hal SKPN dan SKPLB sampai dengan keputusan yang menyatakan restitusi.
Sejak amandemen 2007, ada tambahan aturan yaitu Pasal 27A ayat (1a) UU KUP yang menambah pemberi putusan. Jika di ayat (1) pemberi putusan lembaga peradilan, yaitu proses keberatan, proses banding, dan proses PK maka di ayat (1a) pemberi putusan adalah administratif DJP yang berupa:
[a.] Surat Keputusan Pembetulan,
[b.] Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau
[c.] Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Selain yang berasal dari surat ketetapan pajak, Pasal 27A ayat (2) UU KUP juga mengatur bahwa yang berasal dari Surat Tagihan Pajak (STP) juga bisa mendapatkan imbalan bunga. STP yang dimaksud adalah STP karena tidak membuat faktur pajak atau membuat tapi terlambat yang diatur di Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Dan STP yang diterbitkan karena bunga penagihan yang diatur di Pasal 19 ayat (1) UU KUP. Berikut bagian penjelasan Pasal 27A (2) UU KUP:
Imbalan bunga juga diberikan terhadap pembayaran lebih Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan berdasarkan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (1) sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, yang memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
Pengurangan atau penghapusan yang dimaksud merupakan akibat dari adanya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tersebut, yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
[a.] Wajib Pajak setuju hasil pemeriksaan tetapi bayar sebelum proses keberatan.
[b.] Wajib Pajak tidak setuju hasil pemeriksaan tetapi bayar sebelum proses keberatan.
Maksud setuju adalah Wajib Pajak setuju pada saat proses Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi (istilah baru sejak PP 74). Logikanya, jika setuju maka tidak akan mengajukan keberatan karena tidak ada sengketa. Tetapi UU KUP tidak menutup hak tersebut. Artinya, proses keberatan boleh dilakukan baik Wajib Pajak setuju atau tidak.
Konsekuensi dari setuju atas hasil pemeriksaan memang SKPKB atau SKPKBT menjadi terutang dan DJP dapat melaksanakan tindakan penagihan. Sebenarnya atas ketetapan tersebut sudah pasti. Tetapi menjadi tidak pasti. Ketidakpastian tersebut dikarenakan Wajib Pajak mengajukan proses banding.
Kondisi kedua, Wajib Pajak tidak setuju tetapi bayar. Jika Wajib Pajak menyatakan tidak setuju pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, sebenarnya utang pajak tertangguh sampai ada keputusan keberatan, atau banding, atau peninjauan kembali. Lagi-lagi Wajib Pajak ternyata bayar!
Dua kondisi tersebut diatas menjadikan bahwa Wajib Pajak dapat "berinvestasi" dengan mengharapkan imbalan bunga. Kemudian dengan Pasal 43 ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 kemungkinan tersebut ditutup. Jadi seharusnya jika Wajib Pajak setuju, maka tidak boleh keberatan. Kalaupun keberatan dan dikabulkan maka yang kembali sebatas pokok saja (restitusi). Tidak ada imbalan bunga. Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak setuju, maka tidak boleh bayar dulu. Nanti dibayar jika Wajib Pajak setuju atas SK Keberatan atau Putusan Banding.
Dengan demikian, sekarang imbalan bunga yang berasal dari surat ketetapan pajak hanya diberikan jika Wajib Pajak mengklaim kelebihan pajak dengan menyampaikan SPT Lebih Bayar. Bukan yang berasal dari setoran pajak sebelum proses keberatan. Imbalan bunga diberikan atas selisih surat ketetapan pajak dengan putusan peradilan yang menyebabkan kelebihan pajak. Sehingga sekarang tidak bisa lagi "investasi" dengan mengharapkan imbalan bunga setelah proses pemeriksaan atau verifikasi.
Komentar
terima kasih
terima kasih
ini upaya hukum terakhir.
hasil pemeriksaan berupa skp bisa "dikalahkan" oleh keputusan keberatan.
keputusan keberatan bisa "dikalahkan" oleh putusan banding di Pengadilan Pajak.
putusan banding bisa "dikalahkan" oleh PK.
begitulah hirarkinya.
artinya, jika SKPKB hilang maka STP hilang (maksudnya STP yang 2% dari DPP).
Maaf satu lagi, pak.
Pasal 43 ayat (1) PP 74: Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB dan SKPKBT yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A Undang-Undang, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Pasal 43 ayat (5) PP 74 malah "menjilat ludah sendiri"?
selama aturan itu berlaku tetap harus dijalankan.
Pasal - pasal di PP 74/2011 tetap berlaku sebelum dibatalkan oleh MA. Begitu juga turunannya.
kalau kami di KPDJP memandang PP 74 ini merupakan tafsir atau cara memahami UU KUP.
karena berupa tafsiran, bisa jadi PP 74 memang "mempersempit" maksud UU KUP.
tidak ada yang menjilat ludah sendiri!
Pasal 43 ayat (1) ketentuan umum
Pasal 43 ayat (5) ketentuan pembatasan
ini masalah legal drafting...
jadi....
silakan cermati lagi maksud pasal demi pasal
Jika kedua hal di atas dilakukan tidak ada alasan untuk tidak mendapatkan imbalan bunga.
terimakasih
darwis_kingpin@yahoo.co.id
terimakasih
darwis_kingpin@yahoo.co.id
gugat juga bisa.
silakan gugat keputusan Kepala Kantor ke Pengadilan Pajak.
Dan hasilnya ditolak menggunakan PP 80 Pasal 24
Email saya narulita.ardiyanti@gmail.com
Terimakasih sebelumnya