Pembersihan PKP

Ibarat badan manusia, biasanya makin tua makin banyak penyakit yang mengganggu kesehatannya.  Begitu juga dengan administrasi, semakin lama administrasi makin tambun termasuk masalah didalamnya. Karena itu, supaya bisa menjalankan good governance, maka diperlukan upaya pembersihan masalah-masalah yang dapat mengganggu administrasi. Salah satu sumber masalah adalah penyalahgunaan PKP. Kenapa ada oknum yang menyalahgunakan PKP?

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini [Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984]. Sebelum berlaku UU No. 42 tahun 2009 Wajib Pajak wajib membuat dua faktur, yaitu faktur komersial yang digunakan untuk keperluan pembukuan, dan kedua faktur pajak yang dibagi lagi menjadi faktur pajak standar, faktur pajak sedernaha, dan faktur pajak gabungan. Khusus faktur pajak standar, harus ada dokumen yang diberi judul "Faktur Pajak Standar". Faktur pajak khusus digunakan untuk pelaporan di SPT Masa PPN.

Sejak terbit Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-13/PJ/2010 bahwa faktur pajak dibagi dua yaitu faktur pajak dan faktur pajak gabungan. Sedangkan bentuk dan ukurannya dibebaskan dan disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak. Hal ini diatur di Pasal 3 ayat (1)  Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-13/PJ/2010 Walaupun bentuk dan ukurannya dibebaskan tetapi dokumen faktur pajak tetap memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu yang diatur di Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984.

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak [Pasal 1 angka 23 UU PPN 1984]. Pajak yang dimaksud adalah Pajak Pertambahan Nilai [PPN]. PPN dipungut oleh penjual dari pembeli. Kepada pembeli diberikan faktur pajak sebagai bukti bahwa pembeli telah membayar pajak. Karena itu, sebenarnya, dari sisi pembeli,  faktur pajak sama atau setara dengan surat setoran pajak.

Boleh dibilang, salah satu kelemahan sistem PPN adalah kebebasan yang diberikan oleh Negara kepada PKP untuk membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan. Bandingkan dengan pembuatan dokumen SSP sebagai bukti setoran pajak ke bank persepsi. Harusnya faktur tersebut mencerminkan transaksi sebenarnya. Tetapi dalam praktiknya, ada PKP yang spesial memproduksi faktur pajak untuk diperjualbelikan. Di kalangan internal DJP faktur pajak seperti itu sering disebut faktur pajak palsu.

Sebagian PKP memang tidak bermotif sebagai produsen faktur pajak palsu, tetapi pengusaha tersebut meminta dikukuhkan PKP untuk keperluan pengadaan / tender dengan pihak pemerintah. Setidaknya sebagai pengusaha yang "seolah-olah pesaing" supaya syarat peserta tender tercukupi. Kabar dari salah satu nara sumber LKPP, pesaing tersebut bisa dipesan satu, dua, atau tiga. Sedangkan kabar dari para pemeriksa pajak mengatakan ada spesialis "penjual bendera" perusahaan yang alamatnya hanya disatu gang tetapi "dihuni" oleh puluhan perusahaan.

Itulah sebagian alasan pengusaha meminta pengukuhan PKP. Mereka tidak peduli dengan kewajiban penyampaian SPT Masa yang harus dibuat setiap bulan. Toh petugas pajak juga kebingungan mencari alamatnya. Karena pada saat meminta pengukuhan PKP, tidak ada petugas DJP yang mengecek ke lapangan. Mungkin sebagian kecil sih ada, tetapi sebagian besar tidak. Berprasangka baik :-)

Karena itu, di tahun 2012 ini DJP akan membersihkan PKP yang tidak benar. Istilahnya registrasi ulang. Tentu nantinya akan ada pengusaha yang dihapus sebagai PKP. Pengusaha yang bagaimana yang akan dicabut pengukuhan PKPnya? Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-05/PJ/2012, pencabutan PKP dilakukan terhadap :


  • Pengusaha Kena Pajak yang telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain;
  • Pengusaha Kena Pajak yang pindah alamat ke wilayah kerja kantor Direktorat Jenderal Pajak lainnya; atau
  • Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak.



  • PKP yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, yaitu:
    [1.] PKP dengan status tidak aktif (Non Efektif);
    [2.] PKP yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011;
    [3.] PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011;
    [4.] PKP, yang pada Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 yang pada bagian periode tersebut tidak menyampaikan SPT Masa PPN atau menyampaikan SPT Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil;
    [5.] PKP yang tidak ditemukan pada waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional; atau
    [6.] PKP yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya.











    Komentar

    Boy Valentin Purba mengatakan…
    Sangat setuju dengan kebijakan yang satu ini. PKP sangat perlu ditata kembali, bukan pada moment tertentu tapi baiknya KPP punya wewenang utk menata PKP secara rutin.
    Boy Valentin Purba mengatakan…
    Sangat setuju dengan kebijakan yang satu ini. PKP sangat perlu ditata kembali, bukan pada moment tertentu tapi baiknya KPP punya wewenang utk menata PKP secara rutin.
    sudiarsa mengatakan…
    kriminal seperti itu memang perlu di tertibkan, karena membuat persaingan tidak sehat
    bunga mengatakan…
    kriminal pajak harus di beresin, karena pajak ini sangat bermanfaat buat devisa negara

    Postingan populer dari blog ini

    Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

    Kartu NPWP Baru