Bagaimana Kalau Mobil Diberi NPWP
Melihat kondisi Jakarta yang semakin hari semakin macet baik di pagi, siang dan sore hari dalam benak saya bertanya–tanya berapa banyak mobil yang ada dijalanan Jakarta ini setiap hari? Sepertinya semua jalanan penuh dengan mobil mulai dari jalan tol, protocol sampai jalan sempit yang berliku-likupun dipastikan ada mobilnya. Lalu siapa gerangan yang punya mobil-mobil tersebut? Mereka pasti orang orang kaya yang penghasilannya sudah melebihi kebutuhan pokoknya sehingga mereka bisa beli mobil baik kredit maupun kontan. Mereka para pemilik mobil tiap hari pasti menghabiskan berliter-liter bensin buat memberi minum kuda besinya supaya tetap bisa dioperasikan.
Jadi ingat kata teman ” jalanan di jakarta setiap detik seolah-olah dipel dengan bensin”.
Mobil memang sekarang sedang menjadi sorotan publik, selain jumlahnya sudah sangat banyak, umurnya juga tidak dibatasi, produksi mobil-mobil pun terus semakin ketat bersaing dengan model-model terbaru. Gimana jalanan tidak macet, kalau mobil-mobil baru terus laku terjual sementara mobil tua tidak dikandangin atau disingkirkan ke kota2 kecil. Namun bukan itu yang menjadi sorotan dalam tulisan ini, yang menarik perhatian penulis adalah siapa sebenarnya pemilik-pemilik mobil tersebut. Karena mereka pasti adalah orang orang kaya golongan menengah keatas, mungkin ada yang berprofesi sebagai PNS, Karyawan Swasta, Pejabat Pemerintah, Direktur, Pengusaha dan lainnya. Yang pasti semua pemilik mobil adalah orang kaya. Disisi lain Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang dan terus akan mengumpulkan penerimaan negara dari pembayaran pajak. Sasarannya tentu saja adalah orang-orang kaya yang penghasilannya sudah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dari dua sisi mata uang tersebut diatas yaitu yang pemilik mobil adalah yang punya uang, sedangkan DJP adalah pengumpul uang melalui pajak. Apabila dari dua sisi mata uang ini bisa ditarik benang hijau maka akan terjadilah aliran uang dari satu sisi ke sisi yang lain. Tentu saja aliran uang tersebut adalah legal berdasarkan UU Perpajakan, tinggal bagaimana cara dan bentuk benang hijau tersebut dihubungkan.
Selagi penulis bingung memikirkan caranya sambil melamun memandangi langit yang mulai mendung tiba-tiba muncul Bang Ali (nama Imajinasi) dan menanyakan permasalahan yang membuat penulis sampai melamun memandangi langit. Setelah mendengar penjelasan penulis, sambil berlalu Bang Ali bilang ”Bagaimana kalau mobil itu diberi NPWP”. Mendengar saran Bang Ali tersebut, penulis pikir ada benarnya juga idenya itu. Mobil diberi NPWP bukan berati mobilnya menjadi Wajib Pajak, tetapi pemiliknya lah yang harus menjadi Wajib Pajak, karena meraka adalah orang2 kaya golongan menengah keatas yang sudah dipastikan penghasilannya melebihi PTKP.
Apabila program pemberian NPWP pada mobil ini berjalan, maka DJP bisa mendapatkan dua kegiatan dari program ini :
1. Kegiatan Ekstensifikasi
Yaitu dengan mewajibkan pemilik mobil mempunyai NPWP sebagai syarat supanya bisa melakukan transaksi Bea Balik Nama Kendaraan dan atau membayar Pajak Kendaraan Bermotor. Tentu saja hal ini bisa diterapkan karena para pemilik mobil merasa bahwa membayar Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan/atau membayar Pajak Kendaraan Bermotor adalah kebutuhan bagi mereka, karena para pemilik kendaraan bermotor akan merasa kurang nyaman atau bahkan tidak berani menggunakannya apabila pajak kendaraannya belum dibayar. Perlu diingat pula mereka adalah orang-orang kaya yang tentu saja tidak akan merasa berat untuk mengeluarkan uang untuk membayar Pajak Kendaraannya. Apabila analisa tersebut benar, maka para pemilik mobil akan dengan suka rela mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, apalagi kalau dibuka loket pendaftaran NPWP yang satu atap dengan pelayanan pembayaran Bea Balik Nama dan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor. Bagaimana kalau pemilik mobil atas nama isteri atau anak yang belum dewasa atau belum berpenghasilan?. Bila hal ini terjadi tetap menggunakan NPWP suami sebagai kepala keluarga dengan melampirka Kartu Keluarga.
2. Kegiatan Intensifikasi
Yaitu dengan mencantumkan NPWP pada Form Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) atau Form Surat Ketetapan Pajak Daerah PKB/BBN KB dan SWDKLLJ sehingga setiap mobil nantinya akan ber-NPWP sesuai dengan Pemiliknya. Apabila NPWP telah tercatat pada salah satu Form diatas maka akan mudah bagi DJP untuk mendapatkan data pemilik mobil dan memasukannya ke dalam Bank Data Nasional DJP yang akan sangat membantu dalam menggali potensi pajak dari para pemilik Kendaraan Bermotor.
Untuk mewujudkan program tersebut sepertinya diperlukan kerja sama denga pihak Pemda dan Polri sebagai pengelola administrasi kendaraan bermotor.
Terima kasih Bang Ali atas sarannya, walaupun dia orang biasa namun idenya bisa saja diterapkan. Mungkin saran Bang Ali adalah salah satu cermin bahwa masyarakat biasa sudah mulai sadar dan peduli dengan pajak. Penulis hanya bisa berharap semoga bukan hanya masyarakat biasa saja yang sadar dan peduli dengan pajak, tapi juga para pemimpin, pejabat, PNS, pengusaha terutama masyarakat golongan penghasilan tingkat menengah keatas harus sadar dan peduli dengan pajak, jika tidak ” Apa Kata Duniaaa ”.
Penulis,
Agus Siswo Pranoto
AR (Account Representative) di KPP Pratama Jakarta Cilandak
Tulisan ini dimuat di BP No.1600
Jadi ingat kata teman ” jalanan di jakarta setiap detik seolah-olah dipel dengan bensin”.
Mobil memang sekarang sedang menjadi sorotan publik, selain jumlahnya sudah sangat banyak, umurnya juga tidak dibatasi, produksi mobil-mobil pun terus semakin ketat bersaing dengan model-model terbaru. Gimana jalanan tidak macet, kalau mobil-mobil baru terus laku terjual sementara mobil tua tidak dikandangin atau disingkirkan ke kota2 kecil. Namun bukan itu yang menjadi sorotan dalam tulisan ini, yang menarik perhatian penulis adalah siapa sebenarnya pemilik-pemilik mobil tersebut. Karena mereka pasti adalah orang orang kaya golongan menengah keatas, mungkin ada yang berprofesi sebagai PNS, Karyawan Swasta, Pejabat Pemerintah, Direktur, Pengusaha dan lainnya. Yang pasti semua pemilik mobil adalah orang kaya. Disisi lain Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang dan terus akan mengumpulkan penerimaan negara dari pembayaran pajak. Sasarannya tentu saja adalah orang-orang kaya yang penghasilannya sudah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dari dua sisi mata uang tersebut diatas yaitu yang pemilik mobil adalah yang punya uang, sedangkan DJP adalah pengumpul uang melalui pajak. Apabila dari dua sisi mata uang ini bisa ditarik benang hijau maka akan terjadilah aliran uang dari satu sisi ke sisi yang lain. Tentu saja aliran uang tersebut adalah legal berdasarkan UU Perpajakan, tinggal bagaimana cara dan bentuk benang hijau tersebut dihubungkan.
Selagi penulis bingung memikirkan caranya sambil melamun memandangi langit yang mulai mendung tiba-tiba muncul Bang Ali (nama Imajinasi) dan menanyakan permasalahan yang membuat penulis sampai melamun memandangi langit. Setelah mendengar penjelasan penulis, sambil berlalu Bang Ali bilang ”Bagaimana kalau mobil itu diberi NPWP”. Mendengar saran Bang Ali tersebut, penulis pikir ada benarnya juga idenya itu. Mobil diberi NPWP bukan berati mobilnya menjadi Wajib Pajak, tetapi pemiliknya lah yang harus menjadi Wajib Pajak, karena meraka adalah orang2 kaya golongan menengah keatas yang sudah dipastikan penghasilannya melebihi PTKP.
Apabila program pemberian NPWP pada mobil ini berjalan, maka DJP bisa mendapatkan dua kegiatan dari program ini :
1. Kegiatan Ekstensifikasi
Yaitu dengan mewajibkan pemilik mobil mempunyai NPWP sebagai syarat supanya bisa melakukan transaksi Bea Balik Nama Kendaraan dan atau membayar Pajak Kendaraan Bermotor. Tentu saja hal ini bisa diterapkan karena para pemilik mobil merasa bahwa membayar Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan/atau membayar Pajak Kendaraan Bermotor adalah kebutuhan bagi mereka, karena para pemilik kendaraan bermotor akan merasa kurang nyaman atau bahkan tidak berani menggunakannya apabila pajak kendaraannya belum dibayar. Perlu diingat pula mereka adalah orang-orang kaya yang tentu saja tidak akan merasa berat untuk mengeluarkan uang untuk membayar Pajak Kendaraannya. Apabila analisa tersebut benar, maka para pemilik mobil akan dengan suka rela mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, apalagi kalau dibuka loket pendaftaran NPWP yang satu atap dengan pelayanan pembayaran Bea Balik Nama dan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor. Bagaimana kalau pemilik mobil atas nama isteri atau anak yang belum dewasa atau belum berpenghasilan?. Bila hal ini terjadi tetap menggunakan NPWP suami sebagai kepala keluarga dengan melampirka Kartu Keluarga.
2. Kegiatan Intensifikasi
Yaitu dengan mencantumkan NPWP pada Form Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) atau Form Surat Ketetapan Pajak Daerah PKB/BBN KB dan SWDKLLJ sehingga setiap mobil nantinya akan ber-NPWP sesuai dengan Pemiliknya. Apabila NPWP telah tercatat pada salah satu Form diatas maka akan mudah bagi DJP untuk mendapatkan data pemilik mobil dan memasukannya ke dalam Bank Data Nasional DJP yang akan sangat membantu dalam menggali potensi pajak dari para pemilik Kendaraan Bermotor.
Untuk mewujudkan program tersebut sepertinya diperlukan kerja sama denga pihak Pemda dan Polri sebagai pengelola administrasi kendaraan bermotor.
Terima kasih Bang Ali atas sarannya, walaupun dia orang biasa namun idenya bisa saja diterapkan. Mungkin saran Bang Ali adalah salah satu cermin bahwa masyarakat biasa sudah mulai sadar dan peduli dengan pajak. Penulis hanya bisa berharap semoga bukan hanya masyarakat biasa saja yang sadar dan peduli dengan pajak, tapi juga para pemimpin, pejabat, PNS, pengusaha terutama masyarakat golongan penghasilan tingkat menengah keatas harus sadar dan peduli dengan pajak, jika tidak ” Apa Kata Duniaaa ”.
Penulis,
Agus Siswo Pranoto
AR (Account Representative) di KPP Pratama Jakarta Cilandak
Tulisan ini dimuat di BP No.1600
Komentar
Pertama-tama sampaikan salam saya juga kepada "Bang Ali" yach...
Pada prinsipnya saya setuju Kalo Mobil diberi NPWP terkait dengan hajat Negara/Depkeu/DJP dan Masyarakat Republik Indonesia yang saya banggakan, yaitu untuk menjaring NPWP baru, itu salah satu metoda yang menurut saya juga canggih.
Tetapi "Pak Raden" bagaimana kalo pemilik kendaraan didata dulu profilenya, termasuk identitas, penghaslan, keperluan kepemilikan.
Karena tidak semua pemilik mempunyai : mobil jenis mewah, baru, harga selangit atau penghasilan di atas PTKP. Yang lebih penting perlu juga di Sort tujuan kepemilikan apakah itu untuk traveling saja, koleksi, atau bisnis.
Jadi kalo menurut saya PR tambahan dari Bu guru...
Setiap Pengurusan Surat-surat kendaraan bermotor juga harus disediakan form khusus untuk identifikasi :
a. Indentitas
b. Profile
i. Pekerjaan.
ii. Rata-rata
Penghasilan/bulan.
Nah, semoga komentar saya juga bisa menjadi inspirasi tetapi bukan wangsit lho....
Salam
Aryadira@Malang-Jawa Timur