Mengangsur PBB
apakah pembayaran pbb dapat diangsur? diatur di manakah itu kalau misalnya bisa dilakukan pengansuran?
Jawaban saya :
Pasal 10 ayat (2) UU KUP :
Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan No. 541/KMK.04/2000 :
Dari peraturan diatas, saya menyimpulkan bahwa tidak ada peraturan yang membolehkan pembayaran PBB diangsur. Aturan mengangsur pajak hanya untuk pajak yang terutang dalam :
* Surat Tagihan Pajak,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
* Surat Keputusan Pembetulan,
* Surat Keputusan Keberatan,
* Putusan Banding, serta
* Pajak Penghasilan Pasal 29
Tetapi jika merasa terlalu berat, Wajib Pajak dapat meminta pengurangan pembayaran PBB.
Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB dapat diberikan kepada (berdasarkan Buku Informasi Perpajakan 2004] :
[a] Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
[a.1.] lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
[a.2] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
[a.3] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
[a.4] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
[a.5] Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
[b] Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100% (seratus persen).
[c] Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya. Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
Jawaban saya :
Pasal 10 ayat (2) UU KUP :
Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan No. 541/KMK.04/2000 :
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya pada waktunya.
Dari peraturan diatas, saya menyimpulkan bahwa tidak ada peraturan yang membolehkan pembayaran PBB diangsur. Aturan mengangsur pajak hanya untuk pajak yang terutang dalam :
* Surat Tagihan Pajak,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
* Surat Keputusan Pembetulan,
* Surat Keputusan Keberatan,
* Putusan Banding, serta
* Pajak Penghasilan Pasal 29
Tetapi jika merasa terlalu berat, Wajib Pajak dapat meminta pengurangan pembayaran PBB.
Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB dapat diberikan kepada (berdasarkan Buku Informasi Perpajakan 2004] :
[a] Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
[a.1.] lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
[a.2] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
[a.3] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
[a.4] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
[a.5] Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
[b] Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100% (seratus persen).
[c] Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya. Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
Komentar