Penyegelan

Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa.

Penyegelan salah satu tindakan yang paling jarang dilakukan oleh pemeriksa pajak. Banyak penyebab kenapa tidak dilakukan penyegelan walaupun penyegelan merupakan kewenagan pemeriksa pajak. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.03/2007 menyebutkan :
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.

Selain itu, Pasal 12 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 juga menyebutkah bahwa dalam hal pemeriksaan lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan / atau barang tidak bergerak.

Saya dinas di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Enam dari tahun 1999 sampai dengan 2005. Selama itu, belum pernah melakukan melakukan penyegelan. Padahal di kantor sebelumnya, Karikpa Samarinda, tim pemeriksa biasa menyegel lemari, tempat dokumen disimpan atau sebuah dus. Ada kalanya pegawai Wajib Pajak tidak berani memberikan dokumen tanpa ijin dari pemilik perusahaan. Nah, pada kondisi seperti itu dokumen-dokumen yang dianggap perlu dikumpulkan dalam satu dus, disimpan di kantor Wajib Pajak kemudian diSEGEL. Dus yang tersegel tersebut akan dibuka jika pemilik perusahaan mengijinkan untuk memberikan dokumen. Beberapa kasus, teman-teman pemeriksa pajak malah seringkali menyegel satu ruangan sampai pemeriksa pajak diijinkan untuk mengakses dokumen yang ada disitu.

Kondisi seperti itu jarang sekali dilakukan di Jakarta. Bukan hanya oleh saya, tapi juga sebagian besar teman-teman pemeriksa pajak. Bahkan awal-awal dinas di Jakarta, beberapa senior menyarankan untuk bersikap “lunak”. Tidak ada ada pemaksaan memasuki ruangan Wajib Pajak, apalagi melakukan tindakan penyegelan.

Dan memang, beberapa kasus terdengar, pemeriksa pajak dianggap over-acting karena telah memaksa memasuki ruangan kantor Wajib Pajak. Sampai pada satu waktu, Dirjen Pajak pada beberapa kesempatan menyatakan bahwa dia akan selalu mendukung semua tindakan pegawai pajak asalkan sesuai prosedur. Walaupun demikian, dukungan itu tidak merubah kebiasaan. Saya pikir, Wajib Pajak telah dimanjakan.

Saya tidak tahu, apakah Wajib Pajak sadar bahwa ada dua jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksa Pajak dalam hal pemeriksaan kantor memang tidak ada kewenangan memasuki ruangan Wajib Pajak. Pemeriksa Pajak hanya menyampaikan pemberitahuan adanya pemeriksaan lapangan, bersamaan dengan itu disampaikan juga surat peminjaman dokumen. Pemeriksa Pajak hanya menunggu respon dari Wajib Pajak.

Tetapi untuk pemeriksaan lapangan, Pemeriksa Pajak memiliki kewenangan memasuki ruangan manapun dan mengakses semua data dan dokumen yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Bahkan jika memang diperlukan, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan. Berikut ini kondisi dimana penyegelan dapat dilakukan oleh Pemeriksa Pajak menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.03/2007 :
a. Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
c. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan tidak ada pihak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib pajak, sehingga diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
d. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan Pegawai Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.

Komentar

Anonim mengatakan…
Mas, aku seneng lho baca tulisan mas, ringan, bersahabat dan lugas. Seharusnya mas bikin buku.. aku siap banget untuk bantu... :-) btw, udah banyak kali ya yang nawarin.. :-)

Salam,

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru