Penyerahan Di Luar Daeran Pabean

Menurut saya ini salah satu "angin surga" bagi Wajib Pajak. Ini juga termasuk materi yang sering menjadi perdebatan. Tentu saja pihak fiskus lebih memilih mengenakan PPN. Sebaliknya Wajib Pajak menghindar. Tetapi dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-130/PJ/2010 ini perbedaan tersebut menjadi tidak ada.

Dalam prakteknya, pengusaha kita sering jual beli, ekspor-impor barang yang keberadaan barang tersebut sebenarnya tidak pernah masuk ke wilayah pabean Indonesia. Misalnya beli dari Singapur langsung di jual ke Hongkong. Tapi penjual dan pembeli sama-sama berada di Jakarta.

Sebenarnya tidak ada perubahan baik di batang tubuh maupun di penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 42 Tahun 2009 dengan UU PPN sebelumnya. Saya baca, persis sama. Tetapi penerapannya jadi beda. Inilah kesimpulan SE-130/PJ/2010 :
Ada tiga syarat yang harus terpenuhi agar penyerahan barang dikenai Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
1) barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;
2) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
3) penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Ketiga syarat tersebut pada angka 2 huruf a bersifat kumulatif. Dengan demikian apabila ada satu atau lebih syarat tersebut tidak terpenuhi maka atas penyerahan barang tersebut tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Dengan demikian apabila Pengusaha Kena Pajak melakukan transaksi :
a.Penyerahan Barang Kena Pajak yang secara nyata (fisik) berada di luar Daerah Pabean; atau

b.Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak yang secara nyata (fisik) berada di Luar Daerah Pabean,yang dibuktikan dengan akta atau bukti otentik yang mendukung fakta terjadinya transaksi tersebut, tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.


Inilah contoh yang diberikan SE-130/PJ/2010 :
Contoh satu
PT A (PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua) menandatangani kontrak jual beli 10 (sepuluh) unit forklift dengan PT B (Wajib Pajak terdaftar di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua). Dalam kontrak antara lain disepakati hal-hal sebagai berikut :

•PT A akan membeli forklift tersebut dari pabrikan di Jepang, dan meminta pabrikan mengirimkan barang tersebut ke Gudang PT B di Singapura;
•Barang tersebut akan dimodifikasi oleh PT B sebelum dikirim ke pabrik PT B di Karawang;
•Impor barang dan dokumen pabean diurus dan atas nama PT B.
Atas transaksi penyerahan forklift oleh PT A kepada PT B tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh dua
PT Y (PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Senen) menandatangani kontrak jual beli 1 unit bangunan kantor yang berada di Orchid Road Singapura dengan PT X (Wajib Pajak terdaftar di KPP Pratama Bogor). Kontrak jual beli dibuat dan ditandatangani di Jakarta. Selanjutnya proses teknis pengalihan hak atas bangunan tersebut akan diurus oleh konsultan W sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura. Atas transaksi penyerahan hak atas bangunan kantor yang berada di Singapura tersebut dari PT Y kepada PT X tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Semoga membantu.

Komentar

Tampilkan Gambar mengatakan…
Pak, boleh bertanya?
Untuk Transaksi ini apakah masih terkait dengan Jasa Perdagangan?
Karena kalau tidak salah dahulu baca dari surat balasan KPP bahwa hal ini (selisihnya harga Jual dengan Harga Beli) dapat dikenakan PPN atas Jasa Perdagangan.
Raden Agus Suparman mengatakan…
jasa perdagangan memang objek PPN.
Prinsip PPN itu adalah semua jasa dikenakan pajak kecuali yang dikecualikan oleh UU PPN. Dan jasa perdagangan seingat saya tidak dikecualikan.
Anie mengatakan…
Pak, mau tanya, kalau PT A (berlokasi di Jakarta) dan mempunyai gudang di Singapura, akan menjual ke PT B (berlokasi di Batam/FTZ), BKP dikirim langsung dari Singapura. Bagaimana perlakuan dan pelaporan PPN oleh PT A? Terima kasih sebelumnya
Raden Agus Suparman mengatakan…
kalau dapat endersemen dari KPP Madya Batam bisa bebas PPN.

untuk dapat fasilitas FTZ harus ada endersemen atas faktur-faktur. Endorsement dilakukan oleh seksi Waskon I KPP Badya Batam. Disebut seksi FTZ. Satu2nya seksi yang memiliki sebutas FTZ di Indonesia :D
Maryanto mengatakan…
Pak, mohon pencerahannya

PT A di Jakarta memiliki peralatan survey seismic berupa streamers yang nempel di atas kapal survey, yang disewa PT A dari perusahaan di Singapore. Peralatan tersebut diperoleh PT A dari pemegang saham di Singapore sebagai inbreng tahun 2011. Pada tahun 2012 PT A berhenti beroperasi dan saat ini dalam proses likuidasi. PT A dan pemegang saham di Singapore sepakat untuk menjual peralatan streamer PT A kepada pemegang saham di Singapore, di lokasi di mana kapal beroperasi. Karena kapal dan peralatan streamer merupakan dua bagian yang tidak dipisahkan, maka sangat besar kemungkinan lokasi penyerahan dilakukan di luar wilayah Indonesia (karena kapal dan peralatan streamer milik PT A saat ini dioperasikan oleh perusahaan di Singapore).

Pertanyaan: apakah penyerahan streamer PT A kepada pemegang saham di Singapore terkena PPN?

salam
Maryanto
Unknown mengatakan…
alat survey itu sewa apa inbreng?

Kapal itu kan BKP.
kalau dijual maka objek PPN.
pertanyaannya: dijual dimana:
- di daerah pabean;
- luar daerah pabean atau ekspor.

jika memang ekspor, maka harus ada dokumen ekspor.
jika tidak ada PEB atau dokumen ekspor lainnya maka tentu bisa dianggap daerah pabean walaupun posisi kapal sedang di Norwegia.

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru