Faktur Pajak
Istilah faktur pajak untuk perpajakan di Indonesia adalah faktur pajak untuk keperluan PPN. Tidak ada faktur pajak bea materai, misalnya. Atau faktur pajak PBB (pajak bumi dan bangunan). Karena itu, pengaturan faktur pajak selalui didesain untuk keperluan pelaporan PPN.
Sebenarnya ini adalah prosedur yang merepotkan. Bagi wajib pajak, dia harus membuat dua buah faktur, yaitu : faktur (invoice) komersial yang didesain sendiri, dan faktur pajak. Faktur pajak tersebut tentunya harus dilaporkan melalui SPT Masa PPN. Selain merepotkan, tentu bagi wajib pajak ada pengeluaran tambahan untuk membuat faktur pajak. Ini tentu suatu pemborosan karena wajib pajak diwajibkan mengeluarkan tambahan biaya yang tidak dikehendaki (pasti maunya wajib pajak faktur pajak ini tidak ada).
Selain itu, faktur pajak ini juga sebenarnya merepotkan kantor pajak. Kantor pajak mengharuskan merekam semua faktur pajak (satu per satu) yang telah dilaporkan oleh wajib pajak. Seorang kepala kanwil yang baru mutasi, beberapa hari yang lalu, telah mengingatkan tentang perekaman ini sebagai pekerjaan rumah yang harus diperhatikan. Karena DJP akan memasuki “dunia digital” maka semua pelaporan yang berbentu cetakan (print out) harus direkam kembali agar bisa diolah oleh komputer.
Mungkin jika semua wajib pajak telah melaporkan SPT-nya via e-SPT maka pekerjaan perekaman ini tidak perlu karena wajib pajak telah melaporkan kegiatan usahanya dengan media elektronik sehingga data yang dilaporkan tersebut bisa langsung diolah oleh komputer. Tinggal wajib pajak sendiri yang repot he .. he ..
Nah, kedepan seandaikan nomor identitas tunggal seperti SIN-nya Amerika Serikat telah diundangkan dan memasyarakat, mudah-mudahan faktur pajak ini ditiadakan. Dengan nomor identitas tunggal, setiap invoice hanya memerlukan nomor identitas tersebut (penjual dan pembeli) kemudian diberi nomor faktur. Terus dilaporkan ke kantor pajak dan komputer kantor pajak pasti sudah dapat mengidentifikasi siapa penjual dan siapa pembeli. Mudah-mudahan keadaan tersebut tidak lama lagi. Semoga.
Faktur pajak sebenarnya bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Sekali lagi, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak. Artinya, wajib pajak yang mengeluarkan faktur pajak (penjual) mengakui bahwa dirinya telah memungut pajak dari pembeli. Dan pembeli dapat mengklaim bahwa dirinya telah membayar pajak dan dapat dikreditkan di SPT Masa PPN. Tetapi tidak semua faktur pajak dapat dikreditkan. Beberapa faktur pajak tidak dapat dikreditkan. Berikut adalah kondisi dimana faktur pajak tidak dapat dikreditkan:
[a]. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
[b]. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
[c]. perolehan & pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan combi kecuali merupakan barang dagang atau disewakan.
[d]. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar DP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
[e]. perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya Faktur Pajak Sederhana.
[f]. perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajak-nya tidak memenuhi ketentuan.
[g]. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar DP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan.
[h]. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukan-nya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak.
[i]. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukan-nya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
Sebenarnya ini adalah prosedur yang merepotkan. Bagi wajib pajak, dia harus membuat dua buah faktur, yaitu : faktur (invoice) komersial yang didesain sendiri, dan faktur pajak. Faktur pajak tersebut tentunya harus dilaporkan melalui SPT Masa PPN. Selain merepotkan, tentu bagi wajib pajak ada pengeluaran tambahan untuk membuat faktur pajak. Ini tentu suatu pemborosan karena wajib pajak diwajibkan mengeluarkan tambahan biaya yang tidak dikehendaki (pasti maunya wajib pajak faktur pajak ini tidak ada).
Selain itu, faktur pajak ini juga sebenarnya merepotkan kantor pajak. Kantor pajak mengharuskan merekam semua faktur pajak (satu per satu) yang telah dilaporkan oleh wajib pajak. Seorang kepala kanwil yang baru mutasi, beberapa hari yang lalu, telah mengingatkan tentang perekaman ini sebagai pekerjaan rumah yang harus diperhatikan. Karena DJP akan memasuki “dunia digital” maka semua pelaporan yang berbentu cetakan (print out) harus direkam kembali agar bisa diolah oleh komputer.
Mungkin jika semua wajib pajak telah melaporkan SPT-nya via e-SPT maka pekerjaan perekaman ini tidak perlu karena wajib pajak telah melaporkan kegiatan usahanya dengan media elektronik sehingga data yang dilaporkan tersebut bisa langsung diolah oleh komputer. Tinggal wajib pajak sendiri yang repot he .. he ..
Nah, kedepan seandaikan nomor identitas tunggal seperti SIN-nya Amerika Serikat telah diundangkan dan memasyarakat, mudah-mudahan faktur pajak ini ditiadakan. Dengan nomor identitas tunggal, setiap invoice hanya memerlukan nomor identitas tersebut (penjual dan pembeli) kemudian diberi nomor faktur. Terus dilaporkan ke kantor pajak dan komputer kantor pajak pasti sudah dapat mengidentifikasi siapa penjual dan siapa pembeli. Mudah-mudahan keadaan tersebut tidak lama lagi. Semoga.
Faktur pajak sebenarnya bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Sekali lagi, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak. Artinya, wajib pajak yang mengeluarkan faktur pajak (penjual) mengakui bahwa dirinya telah memungut pajak dari pembeli. Dan pembeli dapat mengklaim bahwa dirinya telah membayar pajak dan dapat dikreditkan di SPT Masa PPN. Tetapi tidak semua faktur pajak dapat dikreditkan. Beberapa faktur pajak tidak dapat dikreditkan. Berikut adalah kondisi dimana faktur pajak tidak dapat dikreditkan:
[a]. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
[b]. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
[c]. perolehan & pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan combi kecuali merupakan barang dagang atau disewakan.
[d]. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar DP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
[e]. perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya Faktur Pajak Sederhana.
[f]. perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajak-nya tidak memenuhi ketentuan.
[g]. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar DP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan.
[h]. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukan-nya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak.
[i]. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukan-nya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
Komentar
numpang tanya..
kalau ada transaksi penjualan dengan DPP mata uang asing, apakah faktur pajak nya harus juga dalam mata uang asing, ataukah harus selalu ditulis dalam rupiah?
terima kasih,
Faktur Pajak Standar adalah bukti pemungutan PPN oleh penjual. Karena itu, faktur pajak standar kedudukannya sama dengan SSP [surat setoran pajak].
Untuk menghindari supplier/vendor yang tidak membayar dan melaporkan PPn yang kita bayarkan/titipkan ke mereka atas penyerahan BKP/JKP mereka, bolehkah kita membuat SSP dan membayar SSP atas nama supplier tsb dan membayarkannya ke kas negara, sambil meminta faktur pajak dari mereka? jadi ada jaminan uang itu masuk ke negara. kalau boleh, apakah ada dasar aturannya? tapi bukan untuk kasus bendaharawan pemerintah lho pak. please help
jika ada kesalahan faktur pajak standar pa akibat bagi KPP
tanya ttg koreksi SPT terkait dg koreksi FP.
1. kami menerbitkan FP no. XX1 (misal) bulan Maret 2009 dg nilai PPN. Rp.5000,-
2. pada tanggl 5 May 2009 diketahui bahwa ada koreksi PPN dimana FP seharusnya Rp.7500,-
3. bulan ini asumsinya msh bln May 2009
cara mengkoreksi apakah spt dbi:
1. Kita buat FP dg kode "01"-koreksi nilai "0-nol" pakai no FP lama (XX1)tertanggal bln May.
2. buat FP baru (no. XX32) dg nilai yg benar tertanggal bln Maret.
3. SPT Maret kita koreksi dg mengganti no FP yg salah (XX1) dg no FP yg benar (XX32), tentu ada lebih/kurang bayar PPN.
4.di SPT bln May kita masukkan no FP baru (XX32)
thx jawabannya
Jantohar
saya minta tolong penjelasan bapak tentang potensi resiko yang dapat terjadi atas Faktur Pajak sehingga perusahaan harus menanggung tambahan biaya. terimakasih
faktur pajak itu bukti pemungutan PPN.
memungut PPN itu kewajiban yg dibebankan dengan UU PPN kepada PKP.
PPN juga bukan biaya kecuali PKP tidak mau mengikuti aturan UU PPN