PPh Pasal 26

Pasal ini mengatur kewenangan pemerintah Indonesia sebagai negara yang berdaulat untuk memotong Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri yang berasal dari Indonesia. Pengaturan seperti ini biasa disebut asas sumber. Indonesia berhak memungut pajak atas penghasilan yang berasal dari wilayah Indonesia. Siapa pun penerimanya!

Sebenarnya ada perlakuan terhadap subjek pajak Luar Negeri, yaitu pemotongan penghasilan dari bruto sebagaimana yang diatur oleh Pasal 26 UU PPh 1984, dan BUT (bentuk usaha tetap). BUT sebenarnya masuk kelompok subjek pajak Luar Negeri tetapi perlakuan perpajakan atau kewajiban perpajakan BUT disamakan dengan subjek pajak Dalam Negeri.

Ketentuan UU PPh 1984 khususnya PPh Pasal 26 hanya dapat dibatalkan dengan tax treaty. Tax treaty memang ketentuan khusus, tetapi fungsinya hanya untuk membatasi. Maksudnya, walaupun di tax treaty diatur suatu pajak terhadap jenis penghasilan tertentu tetapi jika tidak diatur di undang-undang domestik maka ketentuan dalam tax treaty tidak dapat dijalankan.

Tidak semua penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri wajib dipotong PPh Pasal 26, tetapi hanya terhadap jenis-jenis pajak tertentu saja, yaitu:
[1]. Deviden, tarifnya 20% dari penghasilan bruto

[2]. Bunga, tarifnya 20% dari penghasilan bruto

[3]. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, tarifnya 20% dari penghasilan bruto

[4]. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, tarifnya 20% dari penghasilan bruto

[5]. Hadiah dan penghargaan, tarifnya 20% dari penghasilan bruto

[6]. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya, tarifnya 20% dari penghasilan bruto.

[7]. Penjualan Harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh 1984, tarifnya 20% dari perkiraan penghasilan neto

[8]. Premi Asuransi termasuk Premi Reasuransi :
[8a]. Dibayarkan tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang, tarifnya 10% dari pembayaran premi bruto

[8b]. Dibayarkan Perusahaan Asuransi di Indonesia kepada Perusahaan asuransi di LN, tarifnya 2% dari pembayaran premi bruto

[8c]. Dibayarkan Perusahaan Reasuransi di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di LN, 1% dari pembayaran premi bruto

[9]. Penghasilan bersih BUT (setelah dipotong PPh badan), tarifnya 20%, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia

Sampai saat ini, saya belum menemukan pengaturan lebih lanjut perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada nomor 7 diatas. Besar kemungkinan memang belum diatur oleh menteri keuangan.

Komentar

Anonim mengatakan…
Pak, kalau WP dlm negeri punya transaksi jasa dg WP luar negeri dimana WP tsb punya BUT di Indonesia, tetapi perjanjian/transaksi langsung dg kantor pusatnya di luar negeri.
Apa WP dlm negeri tsb harus motong PPh 23 tapi WP luar negeri maunya PPh 26 dan tidak mau memberitahu NPWP BUT-nya?
Apa WP dlm negeri tsb boleh langsung potong PPh 26 dg tarif tax treaty?
Terima kasih pencerahannya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Jika telah memiliki BUT maka WP luar negeri tersebut harus diperlakukan seperti WP dalam negeri. Karena itu, dipotong PPh Pasal 23 dan atas penghasilan tersebut merupakan penghasilan BUT walaupun kita transaksi langsung ke pusat (tidak lewat BUT). Ini dikenal attraction force.
Anonim mengatakan…
Pak, kalo seseorang telah memiliki NPWP tapi telah berhenti bekerja dari perusahaan di Indo untuk pindah bekerja di luar negeri. Sementara negara tempat bekerja yang baru ini tidak memungut pajak atas penghasilan alias bebas pajak. Apakah orang yang bersangkutan masih mempunyai kewajiban untuk membayar pajak di Indonesia? Kalo iya, berapa persen besarannya? Terimakasih.
Anonim mengatakan…
pak, mohon pencerahannya, aku mau tanya BUT itu sebenarnya apa? apakah sama dengan kantor cabang? bagaimana kalau ada kasus transaksi jasa dari luar negeri yang dilakukan di dalam lingkungan perusahaan sekitar 3 hari, apakah atas jasa tersebut harus dipotong pph 26? ketentuannya apa saja? dimana kita bisa tax treaty terbaru antara indonesia dengan US?
Terima kasih atas pencerahannya.
anEesa mengatakan…
pak untuk objek pajak no. 8, tarifnya beda dengan yg saya baca di bukunya Waluyo dan Wirawan..apa yang ini tarif terbaru ya pak?
Anonim mengatakan…
Pak, kalau perusahaan saya membeli License software dari perusahaan di Singapore untuk dijual kembali ke konsumen di Indonesia, apakah saya harus memotong PPh26 sebesar 15% ? Mohon pencerahannya. Terima kasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
Wah ternyata banyak pertanyaan :D
Sekarang komentar saya moderasi supaya setiap komentar / pertanyaan ketahuan. Tidak rapel kayak sekarang :D

Pak, kalo seseorang telah memiliki NPWP tapi telah berhenti bekerja dari perusahaan di Indo untuk pindah bekerja di luar negeri. Sementara negara tempat bekerja yang baru ini tidak memungut pajak atas penghasilan alias bebas pajak. Apakah orang yang bersangkutan masih mempunyai kewajiban untuk membayar pajak di Indonesia? Kalo iya, berapa persen besarannya? Terimakasih.

Tidak selama keberadaan di LN lebih dari 183 hari.

pak, mohon pencerahannya, aku mau tanya BUT itu sebenarnya apa? apakah sama dengan kantor cabang? bagaimana kalau ada kasus transaksi jasa dari luar negeri yang dilakukan di dalam lingkungan perusahaan sekitar 3 hari, apakah atas jasa tersebut harus dipotong pph 26? ketentuannya apa saja? dimana kita bisa tax treaty terbaru antara indonesia dengan US?
Terima kasih atas pencerahannya.


BUT dalam bahasa Inggrisnya permanent establishment atau PE. Sebenarnya banyak syarat2 PE tetapi lebih gampangnya BUT itu WPLN yang nyari penghasilan di Indonesia. BUT sering juga diperlakukan seperti WPDN. BUT yang begini mah sebut saja Cabang WPLN.

PPh Pasal 26 adalah kewenangan kita [NKRI] untuk memajaki atas penghasilan yang bersumber dari kita. Disebut juga asas sumber. Tetapi jika si WPLN bisa menjunjukkan COD alias surat keterangan domisili dari DJP-nya di LN maka kita mengacu ke tax treaty. Sementara Pasal 26 UU PPh dipinggirkan dulu.

Tax treaty mungkin bisa dicari di www.ortax.org

pak untuk objek pajak no. 8, tarifnya beda dengan yg saya baca di bukunya Waluyo dan Wirawan..apa yang ini tarif terbaru ya pak?

Di buku Pak Waluyo memang berapa tarifnya? Tarif premi diatas berdasarkan KMK. Maaf saat ini lagi lupa nomornya. Ini KMK lama ko.

Pak, kalau perusahaan saya membeli License software dari perusahaan di Singapore untuk dijual kembali ke konsumen di Indonesia, apakah saya harus memotong PPh26 sebesar 15% ? Mohon pencerahannya. Terima kasih

Software itu barang tidak berwujud. Karena itu, perlakuannya sama dengan jualan laptop misalnya. Walaupun sudah pasti dalam software tersebut terdapat royalti tetapi sangat susah menentukan besarannya. Karena itu, pendapat saya bahwa atas jual beli software tidak terutang PPh Pasal 26. Kecuali atas royalti bisa ditentukan besarannya, misalnya karena pembayaran royalti terpisah.

Tetapi tetap terutang PPN. Kita beli harus bayar PPN walaupun penjual WPLN [bayar langsung dan SSP-nya bisa dikreditkan dan jual kita pungut PPN [pajak keluaran].

Terima kasih.
Anonim mengatakan…
Pak, mohon pencerahannya, klo perusahaan saya bayar komisi penjualan ke perusahaan asing yang ada di RRC atas jasa mereka dalam menjual produk perusahaan saya di wilayah RRC dan mereka bisa menunjukkan COD, apa kita wajib potong PPh 26??
Raden Agus Suparman mengatakan…
Jika memiliki copy COD maka kita harus mengacu ke tax treaty. Jasa yg diberikan menurut saya termasuk business profit sebagaimana diatur di Pasal 7 tax treaty Indonesia & China. Karena aktivitas pemberian jasa dilakukan di China maka tidak ada PE di Indonesia. Karena tidak ada PE maka Indonesia tidak memiliki taxing right. Artinya, hak pemajakan sepenuhnya diserahkan di pemerintah China.

Kesimpulannya, kita tidak wajib potong PPh Pasal 26.

http://www.ortax.org/ortax/?mod=treaty&page=show&id=10&q=&hlm=&isi=1
Anonim mengatakan…
pak, kalo pada saat pembayaran imbalan jasa konsultasi diberikan data kurs tengah BI dan kurs menteri keuangan jdnya yg digunakan untuk perhitungan di SPT PPh yg mana untuk penghasilan brutonya??
Raden Agus Suparman mengatakan…
kurs tengan BI untuk penghasilan dan biaya atau secara umum untuk Laporan Keuangan sedangkan kurs KMK untuk membayar pajak. Karena itu, untuk laporan di SPT tetap mengacu ke SPT PPh dulu.
Anonim mengatakan…
Pak,mohon pencerahan. jika ada WP LN mengerjakan jasa di Indonesia dan telah melebihi time test sedangkan antara Indonesia dengan negara domisili WPLN tersebut tidak memiliki tax treaty, Apakah dipotong PPh 23 atau 26 ?
Hatur Nuhun
Raden Agus Suparman mengatakan…
Tidak memiliki tax treaty? Kalau begitu, "time test" dari mana?
Jika tidak ada tax treaty dengan negara WPLN maka berlaku UU PPh. Berarti harus dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari bruto.
Anonim mengatakan…
Pertanyaan saya :
Pak,mohon pencerahan. jika ada WP LN mengerjakan jasa di Indonesia dan telah melebihi time test sedangkan antara Indonesia dengan negara domisili WPLN tersebut tidak memiliki tax treaty, Apakah dipotong PPh 23 atau 26 ?
Hatur Nuhun
Jawaban bapak :
Tidak memiliki tax treaty? Kalau begitu, "time test" dari mana?
Jika tidak ada tax treaty dengan negara WPLN maka berlaku UU PPh. Berarti harus dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari bruto.

Terima kasih atas jawabannya, namun justru itu pak, karena tidak ada tax treaty maka yang berlaku adalah "time test" yang ada dalam UU PPh yaitu 60 hari. Jadi pertanyaanya adalah apakah apabila WP tersebut (yang negaranya nggak ada tax treaty ama indonesia) mengerjakan jasa di Indonesia > 60 hari, maka ia jadi BUT dan karenanya dipotong PPh 23 ???
Hatur nuhun lagi..
Unknown mengatakan…
Pak Raden,

Mohon pendapatnya untuk kondisi berikut:

Seorang TKI yang bekerja di luar negeri dan memenuhi persyaratan sebagai Subyek Pajak Luar Negeri sesuai dengan Perdirjen 02/PJ/2009, dan juga mendapatkan penghasilan di Indonesia sebagai distributor multi level marketing.

Bagaimana dengan perhitungan, pembayaran dan pelaporan pajak PPhnya? Apakah pajak penghasilannya itu Pph 26, 20% dari penghasilan bruto?

SPT mana yang harus digunakan untuk pelaporan, mengingat perusahaan MLM tersebut hanya memungut Pph 21 sesuai tarif yang berlaku untuk distributornya.

Terima kasih banyak untuk bantuannya pak Raden.
Anonim mengatakan…
Pak, bila ada kasus sebagai berikut :

Perusahaan di Indonesia jual software dan jasa aplikasi program ke sebuah perusahaan di Singapore (perusahaan di Sgp ini adalah afiliasi dari sebuah perusahaan di Indonesia, License software sama). Pelaksanaan aplikasi bisa di dua tempat.Bisa di Indonesia, bisa di Sgp. Apakah transaksi semacam ini dikenakan pajak? Apakah invoice perlu dipisah antara jasa yang dilakukan di Indo, di Sgp, dan harga sofware itu sendiri? Mana yang perlu dipotong pajak dan mana yang tidak perlu dipotong ?

Mohon pendapatnya. Terima kasih
Unknown mengatakan…
Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri wajib dilaporkan baik penghasilan itu didapat dari usaha di Dalam Negeri maupun penghasilan itu didapat dari Luar Negeri. Jika dari usaha di Luar Negeri tersebut telah dibayar pajak penghasilan, maka atas pembayaran tersebut dapat dikreditkan di Dalam Negeri. Hal ini disebut Kredit Pajak Pasal 24.
Unknown mengatakan…
Wajib Pajak Dalam Negeri yang memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak Luar Negeri wajib memotong PPh Pasal 26. Tidak serta merta BUT timbul. BUT diperlakukan seperti Wajib Pajak dalam negeri jika sudah memiliki NPWP. Sehingga atas penghasilan BUT yang ber-NPWP dari Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya dapat dipotong PPh Pasal 23.
Anonim mengatakan…
Hi Pak Raden,

Kalau WPDN mendapatkan invoice dari WPLN- Singapura atas jasa mereka, apakah kita wajib membayar Pph 26 atasnya, karena di perjanjian untuk semua lokal tax ditanggung oleh WPDN.

WPLN mempunyai sertifikat domisili , kalau saya liat di perpu "tax treaty" ini cuma dikenakan pajak 10%.

Kemudian sebagai data pendukung kita apakah kita pelu meminta bukti sertifikat domisili WPLN tersebut sebagai data pendukung kita.
Tolong konfirmasinya.
terimakasih.
Anonim mengatakan…
Pak, kalau perusahaan saya membeli License software dari perusahaan di Singapore untuk dijual kembali ke konsumen di Indonesia, apakah saya harus memotong PPh26 sebesar 15% ? Mohon pencerahannya. Terima kasih

Software itu barang tidak berwujud. Karena itu, perlakuannya sama dengan jualan laptop misalnya. Walaupun sudah pasti dalam software tersebut terdapat royalti tetapi sangat susah menentukan besarannya. Karena itu, pendapat saya bahwa atas jual beli software tidak terutang PPh Pasal 26. Kecuali atas royalti bisa ditentukan besarannya, misalnya karena pembayaran royalti terpisah.-->

Saya tanya kring pajak kenapa mereka kasih info kalau licenses software itu termasuk jasa dan terutang pajak pph 26?
Anonim mengatakan…
pak, saya mau tanya kalau ada kasus peminjaman dana dari bank dan pihak penjamin adalah perusahaan LN, Perusahaan LN ini mengenakan guarantee fee kepada PT. A di Indonesia. apakah guarantee fee ini terkena PPh 26 yaitu imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian? kalau iya dan berhubung kedua negara ini ada tax treaty tapi tidak tercantum mengenai imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang, termasuk katogeri apa imbalan sehubungan dengan jaminan pegembalian hutang? apakah dikenakan PPn? terima kasih pak.
Ace mengatakan…
Salam super, pa :)
Mau tanya nih, Kalau kita sewa equipment (capital lease) di India, BUT di Indonesia. Dikenakan pph 26 atau ada pajak lain kah atas transaksi cicilan lease tsb. Tks banyak, pak..
Rujukannya ke pasal brp ya, pak?
Raden Agus Suparman mengatakan…
Kalo ada BUT di Indonesia maka si BUT tsb harus memiliki NPWP BUT. Sesuai UU PPh bahwa BUT adalah WPLN yang diperlakukan seperti WPDN. Jadi jika punya BUT maka diperlakukan seperti capital lease Dalam Negeri.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Bunga adalah imbalan pengembalian pinjaman. Guarantee fee seharusnya termasuk bunga karena berkaitan langsung dengan pinjaman. Tanpa pinjaman maka tidak ada guarantee fee.
Chi2 Intan mengatakan…
Pak, mau tanya tentang pajak. biar lbh gampang kurang lebih ceritanya seperti ini:
Perush LN mempunyai kontrak dengan POSCO diIndonesia misalkan $10.000 untuk pembelian barang beserta perakitan, instal dan testnya.
Tetapi karena perush LN tidak bisa melaksanakan perakitan sendiri, Perush LN membuat kontrak dengan perusahaan lokal A sebesar $1.000 untuk perakitan, instal & testnya (tanpa pajak). Tetapi karena perusahaan lokal A tidak bisa mengerjakan semuanya, perusahaan lokal A membuat kontak lagi dengan perusahaan lokal B (lokal dgn lokal)

Pertanyaanny:
1. Apakah dari kontrak antara Perush LN dg Perush Lokal A dikenakan Pajak? Jika iya, berapa persen dari nilai kontrak tersebut? serta pihak mana yang dikenakan pajak?
2. Pajak apa dan berapa % yang harus dibayar oleh Perush Lokal A atas pendapatan yang diterima dari perusahaan LN tsb?
Terima kasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
PT A adalah WPDN. PT A wajib melaporkan penghasilannya baik yang diterima di DN maupun LN. Kasus POSCO diatas, penghasilan PT A di DN tetapi pemberi penghasilan (sumbernya) dari LN. Atas penghasilan tersebut terutang PPh Badan.
Chi2 Intan mengatakan…
berarti pada saat diterima pendapatan dari DN atau LN hanya terhutang PPh badan dan sifatnya tidak final?
dan apakah tidak dikenakan PPN juga atas penghasilan tersebut?
Chi2 Intan mengatakan…
Pak, maaf dari cerita yang sebelumnya lagi nih..
klo berdasarkan info dari orang konsultan sm bag.keuangan diperusahaan konstruksi dan sejenisnya. mereka mengatakan bahwa PT.A dikenakan pajak 20%(PPh pasal 26)atau Tax Treaty dan pemotong pajaknya Perush LN. saya jadi bingung, mohon pencerahaannya pak
Raden Agus Suparman mengatakan…
bapak/ibu yang komen, lebih baik percaya ke konsultan karena dia dibayar. Lah ....buat apa bayar orang tapi tidak dipercaya???

yang logis saja ....

kalau tidak ada konsultan, boleh deh tanya-tanya via email ke saya. gratis.
sahril mengatakan…
Mohon pencerahannya pak .Komisi luar negeri harus bayar ppn dan pph pasal 26 Kan Pak ? tarip pph 26 sesuai dengan yang di P3B kalau ada COD kalau tidak ada bagaimana ? mohon kiranya di beri contoh sekalian.Terima kasih sebelumnya
Raden Agus Suparman mengatakan…
Mohon maaf pak Sahril, komisi luar negeri itu seperti apa? Komisi adalah imbalah atas pekerjaan. Pertanyaan saya, apa pekerjaan atau bagaimana pekerjaan yang dilakukan oleh penerima komisi? Kita harus tahu substansi suatu transaksi sebelum menentukan tax treatment-nya.
Anonim mengatakan…
Dear pak Raden,

mohon informasinya, bagaimana perlakuan pajak untuk pembelian software/ lisensi dari luar negeri. apakah dikenakan PPh 26 sebesar 20% atau PPh 22 atas impor?

thanks in advance :)
tere
Raden Agus Suparman mengatakan…
software dengan lisensi saya kira beda. software itu barang tidak berwujud. artinya bukan jas atau penghasilan yang harus dipotong PPh Pasal 26. Objek PPh Pasal 26 adalah penghasilan yang disebutkan dan Pasal 26 dan jasa yang diterima oleh subjek pajak luar negeri. berikut saya copas bunyi lengkapnya:

(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:

dividen;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
hadiah dan penghargaan;
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
keuntungan karena pembebasan utang.

(1a) Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
(2) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
(2a) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(5) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a), dan ayat (4) bersifat final, kecuali:

pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan
pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
Raden Agus Suparman mengatakan…
sedangkan lisensi termasuk royalti.
Anonim mengatakan…
Pak Raden, mohon informasinya tentang pph 26 & pph 23.

Saya sebagai BUT di Indonesia berencana untuk membeli franchise asing di bidang jasa.
Negara pemilik franchise adalah Hongkong.
Berdasarkan informasi yang saya dapat, Indonesia telah menandatangani perjanjian tax treaty dengan Hongkong sejak tahun 2010, tetapi hingga sekarang masih belum diratifikasi.
Apakah itu betul, Pak?

Jika perjanjian tersebut belum diratifikasi, apakah saya sebagai pemilik BUT berwenang memotong PPH 26 sebesar 20% kepada pemilik franchise tersebut?
Apabila pemilik franchise dipotong PPH 26, apakah masih ada pemotongan PPh 23?
Mohon informasinya. Terimakasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
inilah tarif tax treaty yang berlaku, silakan di cek http://www.pajak.go.id/content/ringkasan-tarif-p3b

Bukan berwenang lagi, tapi wajib karena sudah diwajibkan oleh Pasal 26 UU PPh. Perbedaan PPh Pasal 23 dan Pasal 26 adalah subjek pajaknyanya. Kalo Pasal 23 subjek pajak penerima penghasilan adalah WP Dalam Negeri, sedangkan Pasal 26 penerima penghasilannya adalah subjek pajak luar negeri atau WP Luar Negeri.
Anonim mengatakan…
Pak mau nanya . Perusahaan saya di Indonesia mau meberi komisi di hongkong karena orang hongkong menjadi perantara saya dengan pabrik. Apakah terkena PPh 26 atau tidak? ayau p3b ? berapa tarifnya?
Raden Agus Suparman mengatakan…
P3B dengan hongkong mulai berlaku per 1 Januari 2013
Jadi untuk transaksi sebelum itu menggunakan tarif Pasal 26 sebesar 20%
Anonim mengatakan…
Bapak, mohon pencerahannya.

Kantor saya masih dalam proses pendirian (PT PMA 100%). Untuk sementara, semua biaya yang dikeluarkan dibayarkan oleh Kantor Singapura yang merupakan pemegang saham terbesar (99.4%, sisanya saham kantor Jepang).

Untuk setiap tagihan dari supplier/kontraktor/pemilik gedung DN ke pihak Singapura, apakah ada kewajiban perpajakan yang harus dibayarkan oleh pihak Singapura? (pph 23/26/4.2 - yang disetor sendiri oleh supplier DN?) Transaksi yang dilakukan adalah sewa gedung, perbaikan gedung dan penggunaan jasa consultant.

Selanjutnya, jika nanti setelah kantor kita berdiri dan memiliki NPWP, pihak singapura akan menagihkan semua biaya yang mereka bayarkan. Dalam hal ini, kewajiban pajak apa saja yang harus saya bayarkan?

Terima kasih banyak Pak.
candra mengatakan…
Salam Pak , saya mau tanya .
Perusahaan kami mengikat perjanjian meminjam funding dengan
kompensasi kesuksesan fee penjualan setiap bulan dengan seorang warga negara hongkong , kalau tdk sukses , tdk ada fee , kalau sukses menjual , fee dihitung dari vol penjualan .

Pertanyaan apakah kami wajib memotong PPH 26 ? berapa besar potongan pph nya kalau ada ? tks
Raden Agus Suparman mengatakan…
status pembayaran gimana pak/bi?
menurut saya ini bagian dari biaya pra-operasional sehingga dapat dibiayakan (secara fiskal).
karena merupakan biaya yang dapat dibiayakan maka tetap terutang PPh pasal 23.
bukan Pasal 26 karena uang dari kantor Singapur itu harus dicatat sebagai pinjaman.

Hubungan jadi utang piutang antara induk dan anak perusahaan.
Raden Agus Suparman mengatakan…
benar wajib potong 20% kecuali warga negara hongkong tadi bersedia mengisi Form DGT 1
Anonim mengatakan…
pak saya mau tanya. apa saja sih perbedaan mendasar pph pasal 23 dan pph pasal 26. minimal 10 pak!
mohon jawabannya.
terima ksih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
emang ada berapa perbedaan?
ko pake minimal 10???

Pasal 23 itu subjek pajak yang dipotong atau subjek pajak penerima penghasilan adalah wajib pajak badan. Sedangkan Pasal 26 itu mengatur pemotongan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri. Jadi perbedaannya hanya di subjek pajak penerima penghasilan. Begitu juga dengan Pasal 21.
Raden Agus Suparman mengatakan…
karena ada perbedaan subjek pajak penerima penghasilan maka untuk menghitung penghasilan neto maka ada perbedaan untuk jenis-jenis penghasilan bagi masing-masing subjek pajak.
silakan dicermati lagi!!
Anonim mengatakan…
Pak,mau tanya apakah kalau WPLN dipotong pph pasal 26, tetapi di NPWP perusahaan di kewajiban pajaknya tidak ada tanda X pada pph pasal 26, apakah bisa disetorkan?Rencananya TKA tersebut kerja di perusahaan kami selama setahun,tapi izin KITAS yang didapat baru 3 bulan, jadi belum tahu apakah nantinya bisa berlanjut lebih dari 3 bulan atau tidaknya.Terima kasih
Unknown mengatakan…
Pak saya mau tanya,

Jika perusahaan saya memakai jasa konsultan keuangan (PWC)dari cina, semua pengerjaan dan tagihan dari jasa konsultan cina meski ada jg PWC yang ada di Indonesia

Atas pembayaran itu dikenakan pph pasal 26 atau free tax ya pak...mohon pencerahannya
Unknown mengatakan…
Salam pak, saya mau bertanya

Jika perusahaan tempat saya bekerja menggunakan jasa konsultan keuangan (PWC) dari cina namun semua pengerjaan dan invoice berasal dari cina, meski ada juga PWC di Indonesia
Atas pembayaran ini saya kenakan pph 26 atau free dan masuk ke pasal mana ya pak di perjanjian Indonesia-cina, pasal 7,12,14 atau lainnya...mohon pencerahannya


terimakasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
PPh Pasal 26 itu memang untuk memajaki WPLN berdasarkan asas sumber penghasilan.

untuk TKA yang ternyata tinggal di INdonesia lebih dari 183 hari maka PPh Pasal 26 menjadi PPh Pasal 21. Atas PPh Pasal 26 dikreditkan di PPh Pasal 21.
Raden Agus Suparman mengatakan…
PPh Pasal 26 karena dibayarkan ke PWC cina.
Transaksinya kan perusahaan pa Ilya dengan PWC Cina. Mengenai konsultan PWC Indonesia itu urusan PWC Cina dengan PWC Indonesia.
Raden Agus Suparman mengatakan…
untuk menggunakan tax treaty INdonesia Cina, maka harus mengisi form DGT 2. Form dapat diunduh dari sini http://www.pajak.go.id/mts_download_tree/page/48
Anonim mengatakan…
Pengertian Business profit seperti apa? .Jika WP LN tersebut Manufacture lalu menerima komisi dari WP DN atas pemberian ordernya kepada WP DN tsb untuk membuat Produk kepada WP DN lainnya. apa ini bisa dikategorikan Business profit?
Anonim mengatakan…
Siang Pak Raden,
Ijin tanya. Perusahaan dari tahun 2012 sampai sekarang tidak memotong pph26 dan membayar 10persen pph26 nya karena menerima Cod-dgt1 dari konsultan asing di Australia dan Singapura. Jasa mereka adalah jasa untuk design ruang dan kehadiran mereka di Indonesia hanya kurang lebih25 hari setahun. Apakah sudah benar proses ini ataukah harus kami bayar pph26 nya?

Terima kasih,
Salam Pajak
Raden Agus Suparman mengatakan…
sepanjang informasi yang diberikan, perlakukan perpajakannya benar seperti itu.
Anonim mengatakan…
Sore Pak Raden
Mau nanya ... perusahaan kami ada transaksi penjualan saham dengan salah satu pemegang saham. Pemegang saham tersebut perusahaan asing ( hongkong ). Yang menjadi pertanyaan apakah dari transaksi tersebut dikenakan pajak ? terima kasih sebelumnya
Raden Agus Suparman mengatakan…
benar dikenakan pajak.
dipotong PPh Pasal 26 karena telah memberikan penghasilan kepada subjek pajak luar negeri
Anonim mengatakan…
Sore Pak Raden

Perusahaan sy membeli lisensi merk dagang langsung dari Jerman (kontrak dan invoice) tetapi perusahaan tersebut juga mempunyai BUT di Indonesia, atas transaksi tersebut perusahaan sy harus mengenakan PPh apa ?

Terima Kasih sebelumnya
Raden Agus Suparman mengatakan…
sepanjang BUT belum punya NPWP di Indonesia maka atas pembayaran lisensi dipotong PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Jika sudah punya NPWP maka dipotong PPh Pasal 23 saja.
Unknown mengatakan…
Selamat Malam Pak, Perusahaan kami membeli sebuah aplikasi mobile & license-nya dari mitra yang merupakan perusahaan lokal juga. Dan aplikasi serta license-nya kami jual lagi kepada pihak ketiga. Mekanisme perpajakannya bagaimana ya? Sebagai pembeli kami dikenakan pajak apa saja? sebagai penjual, kami dikenakan pajak apa saja? Terima kasih..
Unknown mengatakan…
selamat malam Pak

Perusahaan kami membeli sebuah aplikasi & license-nya dari perusahaan lokal. Aplikasi & license tersebut kami jual kembali kepada mitra lainnya. Sebagai pembeli, kami akan terkena pajak apa saja Pak? & juga sebagai reseller, pajak apa saja yang harus kami perhitungkan & bayarkan? Terima kasi atas penjelasannya..
Raden Agus Suparman mengatakan…
lisensi biasanya sama dengan royalti.
mohon dikoreksi jika salah.
maksud saya, pembayaran lisensi itu pembayaran royalti.
saat beli, bapak wajib potong PPh 23 karena pemilik lisensi perusahaan dalam negeri. saatu jual sebaliknya, dipotong.
Raden Agus Suparman mengatakan…
tambahan, royalti itu objek PPN juga.
royalti adalah barang tidak berwujud.
beda dengan jasa teknik.
kalo royalti itu cirinya jual putus.
sedangkan jasa teknik dari sisi pemilik atau pemberi jasa ada kewajiban "mensukseskan" apa yang dijualnya.
Unknown mengatakan…
Salam kenal, Pak Reden Suparman.
Perusahaan kami membeli jasa pendidikan dimana pendidikan tersebut diselenggarakan via internet melalui semacam teleconference dan masa pendidikan seumur hidup. Jasa pendidikan tersebut kami jual kembali kepada mitra lainnya. Sebagai pembeli, kami akan terkena pajak apa saja Pak? & juga sebagai reseller, pajak apa saja yang harus kami perhitungkan & bayarkan? Terima kasi atas penjelasannya..
Unknown mengatakan…
Salam kenal Pak

Perusahaan kami membeli sebuah jasa pendidikan dimana pendidikan diselenggarakan via internet melalui semacam teleconference dari perusahaan di luar negeri. Jasa pendidikan tersebut kami jual kembali kepada mitra lainnya. Sebagai pembeli, kami akan terkena pajak apa saja Pak? & juga sebagai reseller, pajak apa saja yang harus kami perhitungkan & bayarkan? Terima kasi atas penjelasannya..
Anonim mengatakan…
mohon pencerahan
jika kita berimitra dengan LN (amerika) atas jasa konsultan, bagaimana perlakuan pajaknya baik perorangan maupun badan?
Raden Agus Suparman mengatakan…
pertama minta CoD atau form DGT 1
silakan formnya unduh di http://www.pajak.go.id/mts_download_tree/page/48

jika tidak ada DGT 1 maka dikenakan 20% dari bruto

kedua, lakukan time test >> USA 120 hari
http://www.pajak.go.id/content/time-test-hubungan-kerja-dengan-negara-negara-anggota-p3b
jika kurang maka bebas pemotongan
jika lebih time test maka dikenakan tarif P3B
http://www.pajak.go.id/content/ringkasan-tarif-p3b

Raden Agus Suparman mengatakan…
yang dijual ini termasuk royalti.
royalti adalah penggunaan hak yg biasa disebut hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
saat beli ke LN wajib dipotong 20% kecuali ada DGT 1.

royakti adalah barang tidak berwujud.
termasuk barang kena pajak di PPN.
Sehingga saat beli wajib bayar PPN.
saat jual kembali wajib pungut PPN.

dobel2 ya :D

Ingat, pungut PPN jika sudah PKP.
jika belum jadi pengusaha kena pajak jangan mungut PPN.
artinya: daftar dulu, baru pungut.
Anonim mengatakan…
Salam Kenal Pak Raden Suparman,

Perusahaan kami menjual jasa pada perusahaan malaysia jangka waktu 3 bulan tapi pengerjaannya dilakukan di indonesia. Pajak apa saja yang harus kami kenakan apakah ada tax treaty juga ? terima kasih atas penjelasannya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Jasa ya? Di pajak mungkin disebut jasa teknik. Jenis jasa ini mirip dengan royalti tetapi kalo royalti "jual putus" sedangkan jasa teknik ada tanggung jawab keberhasilan atau pemberi jasa masih punya tanggung jawab atas jasa tersebut.

sepanjang informasi yg disampaikan, atas jasa teknik tsb dikenakan pajak di Indonesia.
Unknown mengatakan…
Pak mohon pencerahannya..
perbedaan mendasar pasal 4,5,6 Tax treaty apa ya pak?
mohon bantuannya.
terima kasih
Unknown mengatakan…
Salam kenal Pak Raden..
Mohon pencerahannya..
perbedaan mendasar pasal 4,5,6 Tax treaty apa ya pak?
mohon bantuannya..
terima kasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
ini tax treaty apa ya?

ini contoh tax treaty dengan USA:
http://ortax.org/ortax/?mod=treaty&page=show&id=71&q=&hlm=&isi=1&type=doc

atau ini dengan Australia:
http://www.pajak.go.id/support/index.php?r=treaty/rinci&idcrypt=oQ%3D%3D&lang=0

dari kedua tax treaty tersebu:
pasal 4 >> RESIDENCE

pasal 5 >> PERMANENT ESTABLISHMENT

pasal 6 >> INCOME FROM REAL PROPERTY

jadi pasal 4 itu tentang penduduk.
ini ngatur siapa
siapa penduduk Indonesia atau USA atau Australia

pasal 5 tentang PE
penghasilan atas usaha dikenakan di domisili kecuali terpenuhi PE
jadi pasal 5 itu syarat negara sumber memajaki penghasilan

pasal 6 seseuai namanya untuk property
penghasilan dari property

di tax treaty, perlakuan perpajakan berdasarkan jenis penghasilan.
jadi kita harus petakan dulu jenis penghasilannya
baru lihat pasalnya
inilah substance over form
tidak lihat formalitas atau judul atau nama akun di pembukuan
Anonim mengatakan…
Salam Kenal Pak, mohon pencerahan jika karyawan asing yang bekerja di
BUT di indonesia, telah memiliki Kitas apa wajib didaftarkan NPWP, dan bagaimana perlakuan pajaknya jika periode Kitas < 183 hari dan > 183 hari,
terimakasih atas penjelesannya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
tergantung ijin di kitas. Jika memang lebih 183 hari maka wajib memiliki NPWP sebagai subjek pajak dalam negeri. Tetapi 183 hari itu dihitung dalam satu tahun. Artinya, bisa jadi beberapa ijin.

saya tidak tahu apakah satu tahun bisa lebih dari satu kitas?
Anonim mengatakan…
Salam kenal pak,

Mau tanya sehubungan dengan jasa pemasangan iklan di sosial media asing (online), dimana sosial media ini bertempat di Irlandia. Saya minta DGT -1 tapi mereka tidak mau tapi mereka memberikan COD yg dittd oleh pihak otoritas di Irlandia. Apakah saya bisa hanya menggunakan COD tersebut atau harus DGT-1.

Thanks ya
Raden Agus Suparman mengatakan…
harusnya sih bisa selama ditanda tangani oleh CA Irlandia
Raden Agus Suparman mengatakan…
jasa apa ya?
harus jelas jenis jasanya.
bukannya hanya nama tapi yang penting pekerjaan yang dilakukan.
kadang nama yang umumnya dipake berbeda dengan nama yang dimaksud di pajak.
Anonim mengatakan…
Salam Hormat Pak Suparman,
Perusahaan saya mendatangkan teknisi dari UK Co. Ltd Inggris, untuk mengerjakan proyek survey selama 1 bulan di laut jawa. UK Co Ltd memberikan saya COD DGT-1. apakah sudah benar jika saya tidak memotong PPh 26 karena masih dibawah time test?
matur Suwun Pak Guru
Raden Agus Suparman mengatakan…
1 bulan belum lewat time test.

silakan cek batasannya:
http://ortax.org/ortax/?mod=treaty&page=show&id=65&q=&hlm=1&isi=1&type=list
Iwand mengatakan…
salam kenal Pak agus..pak mau tanya tentang Pasal 13 ayat 3 huruf (a) dan (b) P3B indonesia - Amerika..pada kedua huruf disebutkan untuk penggunaan ilmu pengetahuan di huruf a kena 15% dan b 10%..kalo untuk pembayaran royalti atas penggunaan lisensi jasa pendidikan, kena tarif berapa pak jika wp bisa menunjukan CoD/DGT-1?..trima kasih sebelumnya
Raden Agus Suparman mengatakan…
royalti 10%

http://ortax.org/ortax/?mod=treaty&page=show&id=71&q=&hlm=1&isi=1&type=list

dapat tarif 15% dari mana?

ayat (3) huruf b bilangnya:
royalti terkait Shipping and Air Transport masuk ke pasal 9.
Pasal sembilang bilang pemajakan Shipping and Air Transport dikenakan di domisili.
Pangestu mengatakan…
Salam kenal Pak Raden, mohon bantuannya pak..
1. Perusahaan saya harus membayar atas pekerjaan instalasi software dan alat system pembacaan data.. invoice datang lgs dari perusahaan di Korea Selatan. atas transaksi tersebut pajak apa saja yang harus dikenakan jika ada...? PPh dan PPN...?
2. ada Invoice biaya penggantian transport untuk teknisi yg dari Korea Selatan tersebut.. apakah harus dipotong PPh26..? lama bekerja mereka tidak lebih dari 90 hari di Indonesia. Apakah ada unsur PPN juga dari transaksi tersebut...?
saya mohon masukannya ya Pak... Terima Kasih...
Raden Agus Suparman mengatakan…
terkait software, memang pemajakannya banyak yang "lepas".
biasanya software itu dikaitkan dengan royalty.
tetapi unsur royalty bisa dihindari dengan hanya "jualan kode aktivasi".
setahu saya trend sekarang memang jualan kode karena softwarenya tinggal unduh.

jika software dimaksud di Indonesia hanya instalasi maka pihak Indonesia dapat mengenakan pajak jika terpenuhi unsur BUT.

BUT maksudnya ada usaha di Indonesia.
ketentuannya ada di Pasal 5.
Jika ada CoD maka bisa menggunakan time test di tax treaty yaitu syarat 6 bulan di Indonesia.
Jika tidak ada CoD maka menggunakan UU PPh yang di pasal 5 ayat (1) huruf a disebutkan "penghasilan dari usaha"

Software dilihat dari UU PPN itu sebagai barang tidak berwujud.
Jadi pembelian software dari Luar Negeri tetap objek pajak. Karena dimanfaatkan di Indonesia dan penjual berada di luar negeri maka pembeli wajib bayar PPN 10%
Unknown mengatakan…
pak saya mau tanya untuk pemasangan iklan di media social apakah kena pph?
Unknown mengatakan…
pak saya mau tanya untuk pemasangan iklan di media sosial apakah kena pph?
Raden Agus Suparman mengatakan…
kena PPh sebagai PPh badan atau PPh OP.
Tetapi sampai sekarang untuk iklan medsos belum menjadi objek PPh Pasal 23.

Tetapi jika bayarnya ke LN, tetap terutang PPh Pasal 26 karena namanya wajib pajak luar negeri tidak bisa dipaksakan oleh pemerintah NKRI
Nanang mengatakan…
Pak Raden salam kenal.
Saya punya bisnis tapi belum ada badan usaha (baik CV atau PT),jadi NPWP masih perorangan. Nah saya dapat order analisis data amerika. Dan mereka minta Form W-9 untuk keperluan dimasukkan disistem mereka sebagai supplier? Ini form apa ya Pak? Saya googling di Internet belum tercerahkan, dan melihat Blog Pak Raden cukup menarik. Mudah2an dapat pencerahan.
Raden Agus Suparman mengatakan…
ini form W-9 http://www.irs.gov/pub/irs-pdf/fw9.pdf

nampaknya itu formulir untuk NPWP.
disitu ada tulisan "Signature of U.S. person"
nampaknya bukan untuk WNI deh :D
karena kotak isiannya tidak cukup untuk NPWP yg 15 digit.
Raden Agus Suparman mengatakan…
maksudnya PPh Pasal 26 ya?
tetap kena
Nanang mengatakan…
Terima kasih atas responsnya.
Kira-kira ada hubungannya dengan DGT form 1, yang kata temen saya yang purchaser biasanya dia minta ke vendor agar tidak kena pajak yang 20%.
Raden Agus Suparman mengatakan…
form W-9 dibuat oleh IRS
tentu untuk kepentingan IRS.

Sedangkan DGT form-1 dibuat oleh DJP
tentu untuk kepentingan DJP.

Kegunaan DGt form-1 adalah agar kita bisa menggunakan tax treaty. Jika menurut aturan tax treaty atas transaksi tersebut dikenakan pajak di Amerika maka Indonesia tentu tidak boleh memaksakan untuk menagih pajak.

Sebaliknya jika menurut tax treaty Indonesia berwenang menagih pajak atas transaksi tersebut maka rekanan di Indonesia wajib memotong penghasilan.

Dalam kasus bapak Nanang, penerima penghasilan adalah bapak. Artinya pertanyaan yg harus diajukan adalah apakah menurut tax treaty IRS berwenang menagih pajak atas transaksi tsb?
Nanang Irawan mengatakan…
Terima kasih Pak atas jawabannya.
Saya senang dengan jawaban bapak karena saya jadi paham konsepnya.
Jadi dengan paragraph terakhir pada penjelasan bapak: Artinya pertanyaan yg harus diajukan adalah apakah menurut tax treaty IRS berwenang menagih pajak atas transaksi tsb? Menurut pendapat bapak, bagaimana? Bisakah saya sedikit di-guide.
UthoMilanisti48_1899 mengatakan…
Pak Raden salam kenal,

saya mau tanya pak, kalau menggunakan internet provider luar negeri dikenakkan pph 26 tidak pak? kan merujuk PMK terbaru jasa internet dikenakkan pph 23 tuh..
makasi
Raden Agus Suparman mengatakan…
acuannya bukan PMK141 lagi.
Pasal 23 itu untuk subjek pajak dalam negeri.

sedangkan Pasal 26 penerima penghasilan subjek pajak luar negeri.
jadi tetap saja dikenakan Pasal 26 kecuali tax treaty menganulir ketentuan Pasal 26 ini.
Anonim mengatakan…
Salam kenal Pak Raden,

untuk mengaplikasikan formula pembuatan biskuit, PT X mengikat kontrak pemakaian jasa teknik dengan perusahaan Y di jerman dengan fee sebesar Rp 500 juta. PT Y tidak hadir di indonesia, pemberian jasanya dilakukan melalui audio visual tele conference, dimana PT. A dapat langsung melihat cara-cara penggunaan formula tersebut untuk membuat susu yang diinginkan.

Berdsarkan tax treaty indonesia dan jerman, ats kasus diatas dikenakan pajak atas royalti atau jasa teknik Pak? Apakah indonesia mempunyai hak pemajakan? mohon pencerahannya

terimakasih
unknown mengatakan…
Salam kenal Pak,
saya ingin bertanya bagaimana aspek perpajakan atas anak perusahaan yang membayar bunga pinjaman dengan bunga per tahun 10% kepada perusahaan induk yang berada di Amerika? Apakah dikenakan pemotongan berdasarkan Pasal 26 atau melihat tax treaty Ind-Amerika?

Trims Pak
Raden Agus Suparman mengatakan…
salah satu perbedaan jasa teknik dengan royalti adalah jual putus.
royalti itu barang tidak berwujud walaupun bentuknya resep.
saat dijual, royalti tidak mengharuskan pembeli sukses.

beda dengan jasa teknik.
namanya jasa, pembeli atau pengguna jasa diberi bimbingan sampai dia mengerti dan ada jaminan sukses.

kasus diatas menurut saya lebih tepat royalti.
agar PT X dan Y bisa menggunakan tax treaty, maka masing-masing harus tukar COD.

Jika Y tidak bisa menyerahkan CoD maka berlaku Pasal 26 UU PPh. Tetapi CoD saja tidak cukup!
Menurut aturan domestik Indonesia, Y harus mengisi form DGT 1
Raden Agus Suparman mengatakan…
dipotong PPh Pasal 26, kecuali...
kecuali si induk memperlihatkan Cod dan mengisi form DGT 1
Elok mengatakan…
Dear Pak Rade,

Saya butuh bantuan. Jadi gini, misalkan saya karyawan pada salah satu BUT yang berdiri di Indonesia dan BUT tersebut sudah memiliki NPWP. Atas penghasilan saya dibayar langsung dari kantor cabang di Singapura.

Saat ini, saya menerima asuransi dari kantor pusat diperancis, tetapi atas asuransi tersebut dicatat dalam laporan keuangan kantor di Singapura.

Apakah atas asuransi yang diterima oleh saya menjadi objek pph pasal 21 atau 26? Mohon penjelasannya
Raden Agus Suparman mengatakan…
asuransi apa ya?
siapa yang bayar?
siapa penerima penghasilan?

pemahaman saya, pihak pemberi penghasilan adalah karyawan BUT sedangkan penerima penghasilan Asuransi di Luar Negeri.

Kenapa pemberi penghasilan karyawan BUT?
Karena asuransi tersebut untuk karyawan BUT, walaupun dibayar di Perancis dan dilaporkan di Singapur oleh subjek pajak luar negeri. Ini sebenarnya penghasilan juga bagi karyawan BUT tersebut. Tunjangan asuransi pegawai.

Urutannya adalah BUT memberi penghasilan kepada karyawan, kemudian karyawan memberikan penghasilan tersebut ke perusahaan Asuransi di luar negeri.

Raden Agus Suparman mengatakan…
oh, ya karena BUT memberika penghasilan ke karyawan maka BUT wajib memotong PPh Pasal 21, digunggungkan dengan gaji dan dihitung dalam form 1721-A1

Nah, dari Indonesia ke Luar Negeri ini yang menjadi objek PPh Pasal 26.
Saya kutip bagian Pasal 26 ayat (1) UU PPh:
"Atas penghasilan tersebut di bawah ini...yang dibayarkan ... subjek pajak dalam negeri...dipotong pajak sebesar 20%"

tidak dibedakan subjek pajak badan atau orang pribadi
Unknown mengatakan…
dear Pak Raden,

Blog Bapak amat banyak membantu sy soal pajak.

Sehub dg tax treaty ini, misalkan ada PT.A (pny npwp) joint dg PT.B (pny npwp) membentuk perush baru PT.AB (pny npwp). Sedangkan PT.A ini adalah anak perush korea selatan, A Ltd. Nah seiring berjalannya waktu PT.AB membutuhkan uang untuk operasional, pinjam uang ke A Ltd, dikenai bunga. Atas bunga ini dikenakan PPh 26 atas bunga sebesar 10 atau 20% tergantung ada tidaknya DGT asli? Ataukah jadi kena PPh 23 atas bunga 15% karena A Ltd dianggap pny BUT di Indonesia (PT.A), dan bukti potong dibuat atas nama PT.A? mengacu pada jawaban Bapak untuk pertanyaan Sdr.Anonim: "Jika telah memiliki BUT maka WP luar negeri tersebut harus diperlakukan seperti WP dalam negeri. Karena itu, dipotong PPh Pasal 23 dan atas penghasilan tersebut merupakan penghasilan BUT walaupun kita transaksi langsung ke pusat (tidak lewat BUT). Ini dikenal attraction force."

Karena yg pinjam ini perush joint ini sy jd takut salah pemahaman....
Mohon pencerahan Pak.
Raden Agus Suparman mengatakan…
PT A itu beda entitas dengan BUT A.
BUT A adalah entitas A ltd yang berada di Indonesia.
Keberadaan BUT A hanya ada dalam administrasi pajak.
Secara hukum kedudukan A itu di Kodera.
BUT A pada prakteknya sering disebut "cabang"
karena itu BUT harus dikenai branch profit tax karena secara otomatis penghasilan setelah dikenai PPh Badan masuk sebagai penghasilan pusat di Korea.

Jadi attraction force tidak bisa "ditarik" ke PT A.
PT A itu anak perusahaan A ltd
Masing-masing berdiri sebagai badan hukum.
Penghasilan PT A setelah dikenai PPh Badan tidak otomatis masuk ke A Ltd sehingga pada anak perusahaan tidak dikenal branch profit tax

poteji85 mengatakan…
Dear Pak Raden,

Jika PT. X memiliki proyek pekerjaan di Thailand dan membayar imbalan jasa kepada perusahaan di Thailand (sebut saja company A) atas sesuatu pekerjaan yang dilaksanakan A di Thailand. Terhadap transaksi seperti ini, kewajiban pajak apakah yang harus dipenuhi oleh PT. X di Indonesia?

Company A tidak memiliki kedudukan apapun di Indonesia, seluruh pekerjaan dilakukan sepenuhnya di Thailand.

Mohon pencerahannya Pak.
Terima kasih atas bantuannya
Raden Agus Suparman mengatakan…
ini proyek apa ya?
apakah konstruksi?

perlu dipastikan apakah proyek kita di Thailand memenuhi syarat BUT berdasarkan P3B Indonesia - Thailand. Jika memenuhi syarat BUT tentu otoritas pajak Thailand akan mengenakan PPh BUT dan branch frofit tax. Pajak ini kemudian dikreditkan di Indonesia sebagai PPh Pasal 24

Apakah ada withholding taxes dengan perusahaan A?
ini masuk jurisdiksi pajak Thailand.
sebaiknya konsultasi ke kansultan di Thailand.

Tetapi jika tidak ada isu BUT, maka pembayaran ke A wajib dikenakan PPh Pasal 26 karena kita (subjek pajak DN) memberikan penghasilan ke subjek pajak LN.

berbeda jika ada isyu BUT. Pembayaran ke perusahaan A diberikan oleh BUT
Unknown mengatakan…
Malam pak raden... sy mo tanya.... berhubungan dg pph atas jasa dr vendor LN...
Jika PT kami beli mesin dr jepang dan di instalasi di indonesia oleh teknisi dr jepang... dikenakan tarif brp untuk pengerjaan dibawah dan di atas 60 hr... makasih....
eli mantofani mengatakan…
Selamat sore pak Raden... saya mau tanya, ada dua subjek pajak yang mempunyai kedudukan di dua luar negeri yang berbeda, keduanya memberikan jasa jasa kepada wajib pajak di dalam negeri dengan jangka waktu 3 tahun sesuai perjanjian. Berdasarkan hal tersebut wajib pajak dalam negeri tersebut memotong PPh pasal 23 karena manganggap jasa tersebut dilakukan melebihi time test sehingga menjadi BUT sehingga dipersamakan dengan wajib pajak dalam negeri. Sampai sekarang BUT tersebut belum ber-NPWP. Pertanyaannya adalah Apakah dengan diberikan jasa yang dilakukan oleh WP luar ngeri tersebut BUT dapat timbul dengan serta merta dan dipotong PPh 23, atau DJP berwenang mengenakan pajak sesuai pasal 26 dan memungut PPN.
Unknown mengatakan…
tidak dikenai pajak karena hanya 60 hari.

http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=treaty/rinci&idcrypt=oZU=&lang=0

cek pasal 5 ayat 3


A building site or construction or installation project constitutes a permanent establishment only if it lasts more than six months.
Unknown mengatakan…
harus punya NPWP BUT dulu baru boleh motong PPh Pasal 23.
Kalau tidak ada NPWP maka wajib potong PPh Pasal 26. MUngkin si penerima jasa tsb yang harus mengurus NPWP BUT.

BUT kan bukan hanya pajak pasal 23/26 :D
ada pajak laba cabang juga
nanti ada PPN juga
Saddamovich mengatakan…
selamat siang pak,
menarik sekali pembahasannya pak.
saya mau bertanya mengenai pph 26 untuk royalti.
apakah membeli (dalam perjanjian untuk mendistribusikan) tayangan atau channel program dari Programer (HBO,FOX,dst) dikenakan PPH 26 (royalti)?
saya sempat berkonsultasi dengan AR, dia katakan dikenakan pph 26 yaitu royalti atas transaksi beli program/channell tersebut.
yang jadi pertanyaan juga adalah, jika dalam perjanjian kami disebutkan harga kontrak yang kami sepakati adalah 500 USD dengan term pembayaran adalah harga kontrak nett diluar WHT dan lain-lain, dan invoice yang kami terima nilainya 500 USD, apakah kami hanya perlu membayar 450 USD (asumsi P3B 10%) atau kami bayar full 500 USD dan 50 USD wht kami yang tanggung?

terima kasih
Unknown mengatakan…
Halo Selamat Pagi bpk!

blog dan komen balasan bpk sangat bnyk membantu!

namun saya ada pertanyaan mengeneai pengisian formulir DGT-1.

Sekarang ini saya bekerja di perusahaan milik Korea dan kami ingin mengajukan tax treaty, di form DGT-1 PART VI bulir 40, disitu harus ditulisan jumlah IDR royalti yang kami terima setiap bulannya dr partner kami di indonesia.

Pertanyaan saya adalah:
1 karena DGT ini berlaku setahun, maka brp yg hrs saya tulisakan mengingat setiap bulan, jumlah yg kami terima berbeda2.

2. Apabila kami menggunakan sistem persentase untuk royalti, maka bagaimana untuk pengisian bulit tsb?

terima kasih dan mohon kesediaan bpk untuk menjawab.

Good Day!
Unknown mengatakan…
Halo Selamat Pagi bpk!

blog dan komen balasan bpk sangat bnyk membantu!

namun saya ada pertanyaan mengeneai pengisian formulir DGT-1.

Sekarang ini saya bekerja di perusahaan milik Korea dan kami ingin mengajukan tax treaty, di form DGT-1 PART VI bulir 40, disitu harus ditulisan jumlah IDR royalti yang kami terima setiap bulannya dr partner kami di indonesia.

Pertanyaan saya adalah:
1 karena DGT ini berlaku setahun, maka brp yg hrs saya tulisakan mengingat setiap bulan, jumlah yg kami terima berbeda2.

2. Apabila kami menggunakan sistem persentase untuk royalti, maka bagaimana untuk pengisian bulit tsb?

terima kasih dan mohon kesediaan bpk untuk menjawab.

Good Day!
Unknown mengatakan…
ditulis kira-kira total setahun saja.
bagian penjelasan (40) menyebut "agregat" artinya total.

saya kira, pencantuman angka tidak perlu persis sama dengan kenyataannya. cukup kira-kira saya.

Yang penting adalah saat bayar PPh Pasal 26 (jika ada) atau saat bayar PPN jasa luar negeri maka dasar pengenaan pajaknya sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Unknown mengatakan…
halo bpk! terima kasih untuk balasannya.
namun masih ada pertanyaan untuk bpk:

1. di guide untuk pengisian, diutarakan "please fill aggregate amount of income liable to witholding tax under indonesian law within a period of month" berarti income per bulan kan? jd apakah sebaiknya diisi income per bulan based on average income?

2. apa blh dimasukkan dgn kurs USD?

3. apakah form DGT-1 ini valid untuk diisi oleh perusahaan asing di negara lain? atau setiap negara ada form DGT masing2 yg berbeda?

terima kasih

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru