Kerahasiaan Wajib Pajak
Di negara lain, kerahasiaan itu dijamin undang-undang; Direktorat Jenderal Pajak menyatakan harus merahasiakan data wajib pajak. Menurut Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin Nasution, bila data tersebut bocor, wajib pajak bisa menggugat aparat pajak. Dia menegaskan bahwa Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dimaksudkan untuk melindungi kerahasiaan wajib pajak yang diserahkan kepada negara.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan resmi mengajukan permohonan uji materi (judicial review) atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Melalui uji materi tersebut, BPK meminta hak untuk mengaudit data tentang wajib pajak.
Pasal yang akan diujimaterikan adalah Pasal 34 ayat 2-a huruf b. Di dalamnya disebutkan bahwa pejabat dan/atau tenaga' ahli yang dapat memberikan keterangan kepada lembaga negara yang memiliki kewenangan pemeriksaan keuangan negara terlebih dulu harus ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal ini mengatur secara limitatif keterangan yang dapat diberikan, hanya informasi yang bersifat umum tentang perpajakan.
Permohonan itu diajukan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Pasal 34 ayat 2-a huruf b bertentangan dengan ketentuan di Pasal 23-E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa BPK adalah lembaga negara yang bebas dan mandiri (Koran Tempo, 17 Januari).
Senada dengan Darmin, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Djoko Slamet Surjoputro menyatakan, bila pasal 34 dilanggar, ranah privasi wajib pajak menjadi semakin sempit.
Hak wajib pajak yang telah menyerahkan rahasia pribadinya kepada negara tidak akan terlindungi lagi. Becermin pada kasus serupa di negara lainnya, menurut Djoko, kerahasiaan pajak di negara lain dijamin oleh undang-undang secara ketat. Pemeriksa eksternal hanya diberikan kewenangan memeriksa secara terbatas dengan syarat-syarat tertentu.
Darmin berjanji akan mengajukan solusi tentang masalah ini. "Kami akan mencari jalan keluarnya," katanya. Dia mengakui dalam undang-undang memang dinyatakan bahwa BPK berhak melakukan audit secara bebas dan mandiri. Namun, wewenang itu tetap dibatasi oleh perundangan lain yang sudah ada.
Dari riset yang dilakukan oleh Tempo di beberapa negara lain, seperti Australia, Amerika Serikat, Malaysia, Selandia Baru, dan Singapura, kerahasiaan wajib pajak memang dilindungi dengan ketat.
Menurut anggota BPK, I Gusti Agung Ray, BPK tetap akan mengajukan uji materi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Cara ini adalah solusi yang terbaik. Dia juga optimistis langkah ini akan menjadi titik temu antara BPK dan Direktorat Jenderal Pajak.
Koran Tempo; Kamis, 31 Jan 2008
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan resmi mengajukan permohonan uji materi (judicial review) atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Melalui uji materi tersebut, BPK meminta hak untuk mengaudit data tentang wajib pajak.
Pasal yang akan diujimaterikan adalah Pasal 34 ayat 2-a huruf b. Di dalamnya disebutkan bahwa pejabat dan/atau tenaga' ahli yang dapat memberikan keterangan kepada lembaga negara yang memiliki kewenangan pemeriksaan keuangan negara terlebih dulu harus ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal ini mengatur secara limitatif keterangan yang dapat diberikan, hanya informasi yang bersifat umum tentang perpajakan.
Permohonan itu diajukan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Pasal 34 ayat 2-a huruf b bertentangan dengan ketentuan di Pasal 23-E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa BPK adalah lembaga negara yang bebas dan mandiri (Koran Tempo, 17 Januari).
Senada dengan Darmin, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Djoko Slamet Surjoputro menyatakan, bila pasal 34 dilanggar, ranah privasi wajib pajak menjadi semakin sempit.
Hak wajib pajak yang telah menyerahkan rahasia pribadinya kepada negara tidak akan terlindungi lagi. Becermin pada kasus serupa di negara lainnya, menurut Djoko, kerahasiaan pajak di negara lain dijamin oleh undang-undang secara ketat. Pemeriksa eksternal hanya diberikan kewenangan memeriksa secara terbatas dengan syarat-syarat tertentu.
Darmin berjanji akan mengajukan solusi tentang masalah ini. "Kami akan mencari jalan keluarnya," katanya. Dia mengakui dalam undang-undang memang dinyatakan bahwa BPK berhak melakukan audit secara bebas dan mandiri. Namun, wewenang itu tetap dibatasi oleh perundangan lain yang sudah ada.
Dari riset yang dilakukan oleh Tempo di beberapa negara lain, seperti Australia, Amerika Serikat, Malaysia, Selandia Baru, dan Singapura, kerahasiaan wajib pajak memang dilindungi dengan ketat.
Menurut anggota BPK, I Gusti Agung Ray, BPK tetap akan mengajukan uji materi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Cara ini adalah solusi yang terbaik. Dia juga optimistis langkah ini akan menjadi titik temu antara BPK dan Direktorat Jenderal Pajak.
Koran Tempo; Kamis, 31 Jan 2008
Disalin dari http://10.24.254.215/
Komentar