Formula Menghitung PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah salah satu pajak penghasilan yang memiliki banyak rumus berdasarkan profesi, keadaan, dan jenis penghasilan. Formula-formula dibawah ini, mudah-mudahan, dapat membantu cara menghitung PPh Pasal 21 terutang.

Tetapi sebelum ke formula, saya jelaskan dulu singkatan yang digunakan :
PB = penghasilan bruto, total semua penghasilan yang diterima.
BJ = biaya jabatan, 5% dari penghasilan tetapi maksimal Rp. 108 ribu per bulan.
BP = biaya pensiun, 5% dari pensiunan tetapi maksimal Rp. 36 ribu per bulan.
IP = iuran pensiun, sesuai yang dibayarkan ke Dana Pensiun.
Tarif Pasal 17 = tarif progresif berdasarkan Pasal 17 UU PPh 1984

Penghasilan Teratur yang diterima oleh Pegawai Tetap
(PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17
Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas di atas Rp. 110.000/hari tetapi tidak lebih dari Rp. 1.100.000/bulan
(PB – Rp. 110.000) x 5%
Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas tidak lebih dari Rp. 110.000/hari namun lebih dari Rp. 1.100.000/bulan
(PB – PTKP sebenarnya) x 5%
Rabat/Komisi Penjualan yang diterima oleh Distributor MLM/Direct Selling dan kegiatan sejenis [dihitung per bulan]
(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17
Uang Tebusan Pensiun, Uang THT atau JHT, Uang Pesangon [ FINAL ]
Rp. 25 juta s.d Rp. 50 juta = PB x 5%Rp. 50 juta s.d Rp. 100 juta = PB x 10%Rp. 100 juta s.d Rp. 200 juta = PB x 15%Diatas Rp. 200 juta = PB x 25%

Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus yang diterima Mantan Pegawai
PB x Tarif Pasal 17
Honorarium yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan yang sama
PB x Tarif Pasal 17
Uang Pensiun Bulanan yang diterima pensiunan
((PB – BP) – PTKP) x Tarif Pasal 17
Penarikan dana pada Dana Pensiun oleh Pensiunan
PB x Tarif Pasal 17

Honorarium dan Pembayaran Lain yang diterima oleh Tenaga Ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan
PB x 7,5%
Honorarium yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap, Pemagang, Calon Pegawai
(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17
Honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh Tenaga Lepas (Seniman, Olahragawan, Penceramah, Pemberi Jasa, Pengelola Proyek, Peserta Perlombaan, PDL Asuransi, dll)
PB x Tarif Pasal 17

Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang telah berstatus sebagai WPDN
((PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17
Penghasilan dari pekerjaan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang bekerja pada Perusahaan Pengeboran Migas [penghasilan per bulan]:
a. General Manager = US$ 11.275 x Tarif Pasal 17b. Manager = US$ 9.350 x Tarif Pasal 17c. Supervisor/Tool Pusher = US$ 5.830 x Tarif Pasal 17
d. Assisten Supervisor/Tool Pusher = US$ 4.510 x Tarif Pasal 17e. Crew Lainnya = US$ 3.245 x Tarif Pasal 17



update terkait perhitungan PPh Pasal 21 bisa dilihat di http://pajaktaxes.blogspot.com/p/potput.html
lebih lengkap 


Komentar

Anonim mengatakan…
Pa Raden yth..
Saya adalah pemerhati dibidang ekonomi dan perpajakan;ada beberapa masalah yang saya mohon Bpak dapat membantunya :
1. apa sih yg dimaksud "dihitung secara jabatan?"
2. apa sih yg dimaksud "metode gross up" dlm menghitung PPh terutang?
3. Dikarenakan pa Raden adlh PPNS, mohon kiranya ada artikel khusus mengenai FAKTUR FIKTIF dan segala macam model-seluk beluknya kemudian pembaca diajak utk menyelami bagaimana pola pikir-modus-tujuan para "penjahat" tersebut dlam mengobrak-abrik uang dengan cara seperti itu.
4. terkait dengan nomer 3, bagaimana seharusnya sistem perpajakan Indonesia memperbaiki dirinya kembali agar tidak terulang lagi kasus-kasus serupa dimasa mendatang.
5. Terima kasih atas perhatian dan bantuan jawabannya.

Dean's
Anonim mengatakan…
saya mahasiswa Profesi Akuntan pak..mau bertanya tentang, bagaimana contoh perhitungan untuk PPh BUT??sebelum nya terima kasih ya pak ya
Unknown mengatakan…
Tentang BUT mungkin akan dibahas dipostingan berikutnya. Terima kasih.
Anonim mengatakan…
Bagaimana nih pa Raden, 4 pertanyaan saya di atas ko belum ditanggap2i nih..kemana saya harus mencari solusinya?
Raden Agus Suparman mengatakan…
Ok deh :D
1. Dihitung secara jabatan artinya yang menghitung pejabat pajak yang berwenang, seperti pejabat fungsional pemeriksa pajak. Sesuai dengan namanya, secara jabatan maka penghitungan menjadi official assesment.

2. Gross-up itu menghitung pajak termasuk pajak. Misal PPh tarifnya 15%. Kita bayar ke orang Rp.100 neto. Dengan gross-up biaya kita bukan Rp.100 tapi dibagi (100-15)% = Rp.117 dan PPh yang kita [potong] bayar 15% x 117 = Rp.17

3. Faktur pajak fiktif merupakan istilah DJP. Di pengadilan ternyata dipertanyakan kata-kata "fiktif". Karena itu, di UU KUP terbaru disebut Faktur Pajak Bermasalah. Tetapi maksudnya sih faktur pajak yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi sebenarnya. Prakteknya, penerbit menjual faktur pajak [bukan BKP atau JKP]. Jual beli faktur pajak ini biasanya bertarif 3% dari nilai PPN di faktur.

4. Kedepan akan lebih baik dengan system di DJP. Pertama, penerbit faktur pajak bermasalah pasti akan dibawa ke pengadilan. Fungsi penyidikan sekarang lebih digiatkan dengan adanya Dit IntelDik dan PPNS di tiap Kanwil. Kedua, aplikasi komputer di internal DJP selalu dikembangkan. Karena itu ke depan praktek jual beli faktur pajak akan mudah terdeteksi.
Aqli Syahbana mengatakan…
Yth. Raden Suparman..

Bicara mengenai PPh Pasal 21, erat kaitannya dengan tarif pada Pasal 17.

Saya cukup dibuat bingung oleh contoh penghitungan PPh terutang, pada Penjelasan Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 di bawah ini:
***
Pasal 17 (Penjelasan)
Ayat (1)
Huruf a
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak
orang pribadi:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 600.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30% x Rp 100.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 (+)
Rp 125.000.000,00
***

Mengapa PKP 600 juta harus dibagi dengan porsi lapisan masing-masing 50, 200, 250 dan sisanya 100 juta? Kebingungan saya tertuju pada lapisan 15% dengan angka 200 jutanya itu. Bukankah itu berarti mengurangi pajak? Apakah pada contoh tersebut berarti diharuskan membagi dengan maksimal 200 juta pada lapisan 15%? Saya kira tidak demikian, tetapi bagaimana menurut pendapat Anda?

Bukankah seharusnya PKP 600 juta dibagi dengan porsi masing-masing lapisan 50, 50, 250 dan sisanya 250 juta? Tentu saja hasilnya akan berbeda dengan porsi ini.
###
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 600.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30% x Rp 250.000.000,00 = Rp 75.000.000,00 (+)
Rp 147.500.000,00
###

Mengapa demikian? Karena saya membandingkan dengan contoh pada Penjelasan Pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000. Dalam hal ini penghitungan tarif (menurut saya “selalu”) dihitung berdasarkan porsi minimal. Porsi minimal yang saya maksud disini merujuk pada angka terendah setiap lapisan tarif PPh Pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000, yaitu 25, 25, 50, 100 dan sisanya.
***
Pasal 17 (Penjelasan)
Ayat (1)
Huruf a
Contoh penghitungan pajak terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 250.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang:
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% x Rp 50.000.000,00 = Rp 17.500.000,00 (+)
Rp 53.750.000,00
***

Jika PKP 600 juta, maka porsi masing-masing lapisan 25, 25, 50, 100, 400 juta.
###
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 600.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% x Rp 400.000.000,00 = Rp 140.000.000,00 (+)
Rp 176.250.000,00
###

Dikarenakan tidak ada contoh lain pada Penjelasan Pasal 17, bagi saya hal ini cukup janggal, sehingga tidak dapat saya simpulkan rumus bakunya.

Saya kira kita semua setuju bahwa menghitung PPh tidak bisa seenaknya diakal-akali dengan gaya bebas.

Saya sangat awam sekali mengenai perpajakan, mohon pencerahannya..
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih..

Salam..
Unknown mengatakan…
Saya kira La Tahzan keliru melihat lapisan di Pasal 17 UU No. 36/2008 karena "berpatokan" pada UU sebelum amandemen.

Mulai 2009 lapisan tarif itu :
s.d. Rp.50 juta
Rp.250 juta
Rp. 500 juta
diatas Rp.500 juta

Karena itu, penghasilan yang dikalikan dengan tarif adalah 50, 200, 250, dan diatas 500. Silakan jumlahkan 50 + 200 + 250 = 500.

Pada contoh di penjelasan Pasal 17 sudah betul. Tarif 15% untuk 50jt s.d. 250jt.
Aqli Syahbana mengatakan…
Kalau begitu, jika PKP 800 juta, maka jatah di lapisan:

Pertama, maksimum hanya 50 juta;
Kedua, maksimum hanya 200 juta (karena 250 juta dikurangi 50 juta yang sudah terhitung di lapisan pertama);
Ketiga, maksimum hanya 250 juta (karena 500 dikurangi 250 juta yang sudah terhitung di kedua lapisan sebelumnya);
Keempat, tinggal sisa 300 juta (karena PKP 800 juta dikurangi 500 juta yang sudah terhitung di ketiga lapisan sebelumnya).

Ya, sekarang sudah jelas sekali logika penghitungannya..
Terima kasih banyak Pak Raden.. :)

Salam..
Anonim mengatakan…
Pa Raden yth..
setelah saya membaca formula penghitungan pph psl 21 diatas kok sepertinya memanjakan pegawai tetap ya? padahal kalau dilihat kenyataannya di masyarakat berapa banyak kah orang yang bekerja sebagai pegawai tetap ? apalagi kalau istilah pegawai tetap disempitkan lagi menjadi pns,tentara,polisi. sedangkan kegiatan ekonomi di sini lebih banyak di lakukan oleh sektor informal, swasta,pedagang kecil/menengah yang bagi mereka adalah bagaimana memperoleh penghasilan untuk dapat digunakan dalam pemenuhan hidup sehari-hari. kenapa formula perhitungan tidak disederhanakan saja misalnya : penghasilan setahun - ptkp x tarif, dan berlaku bagi semua orang tanpa kecuali dan itu juga lebih sesuai dengan formula penghitungan zakat yang lebih mudah dan sederhana. bukankah kita juga menganut azas penghitungan sendiri (self assesment) dalam menghitung berapa pajak yang harus dibayar? jadi yang lebih penting adalah substansinya yaitu keadilan dalam urusan perpajakan. demikian pertanyaan saya yang awam ini.terima kasih. wassalam
Anonim mengatakan…
Pak Raden, saya boleh tau bagaimana menghitung pajak karyawan asing ya (yang di atas 183 hari, alias kena PPh21, bukan PPh26).
Misalnya, dia masuk 01 Mei 2009, kemudian kembali ke negaranya 30 April 2010.
Selama ini, saya tahunya, kalau karyawan asing, penghasilannya selalu di-12-kan, jadi tidak 8 bulan untuk kasus tahun 2008. Jadi poin 14 dan 16 di 1721A1 tidak sama (simpelnya, 16=(7-10-12)x12/8)+(8-11).
Mohon bantuannya.
Unknown mengatakan…
Saya kira, untuk WNA karena berkaitan dengan habisnya subjek pajak dalam negeri, maka penghitungan PPh tetap disetahunkan dulu baru dihitung per bulan. Jadi yang sudah dilakukan benar.
Anonim mengatakan…
mas umpama saya pekerja pabrik PT gaji saya Rp 2,920,321 berapa dan bagaimana perincian perhitungan paja pph 21 saya
Anonim mengatakan…
pak raden mau tanya nih, kalau penarikan iuran pensiun (bukan manfaat pensiun) oleh karyawan akan dikenakan tarif pajak pasal 17 dari penghasilan bruto. Apakah tarif pasal 17 tersebut final atau non final? setau saya pajak tersebut kan dipotong langsung oleh Dana Pensiun. Kalau tidak final, berarti apakah harus dilaporkan di SPT 1721 A1 atau tidak? Jika ya, dibagian mana? Kalau tidak final, dilaporkan dimana?
Anonim mengatakan…
Ass. Pa Raden, Boleh tanya - buat wna domisili di indonesia, memiliki istri wni tp tdk memiliki penghasilan dari dlm negeri, apakah harus melaporkan penghasilannya juga sekalipun sumber penghasilannya dari luar negeri? jika berprofesi sbg tenaga ahli - bgm ketentuan norma pajaknya? apakah kena ppn jika penghasilan >= 600 Jt? Mohon penjelasannya. terimakasih.
Istri sudah memiliki npwp sendiri, sebelumnya.
Nur mengatakan…
Yth.
Bpk Raden Suparman

saya ingin bertanya lebih lanjut mengenai pajak penghasilan dengan contoh kasus A :
- A adalah seorang karyawati di sebuah perusahaan konsultan perusahaan asing (X) dengan kantor Utama di Singapura dan baru saja membuka kantor representative di Jakarta bulan April 2010.
- A mulai bergabung dengan perusahaan X tersebut bulan Januari 2010, dimana statusnya adalah sebagai karyawan di kantor Singapura tetapi ditempatkan di Jakarta, dengan posisi A adalah sebagai Senior Consultant (engineer)
- Status pegawai A adalah pegawai dengan kontrak 1 tahun (Januari 2010-Januari 2011)
- Pembayaran gaji dilakukan per bulan, tetapi gaji tersebut belum dipotong pajak oleh perusahaan X dan perjanjiannya A yg akan mengurus pembayaran pajaknya sendiri di Indonesia (krn pada bulan Januari tsb perusahaan X masih dalam proses membuka kantor representative)
- A berstatus kawin tanpa anak
- A mempunyai NPWP tersendiri terpisah dari NPWP suami

Yang ingin saya tanyakan kepada bapak:
1. A tersebut, termasuk dalam kategori 'obyek pajak' yang manakah & tarif pajaknya berapakah?

2. Bagaimana formula menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan si A? Note: contoh gaji/bulan si A = Rp. 21 juta/bulan (gross/basic salary)

3. Bagaimana proses pembayaran pajak yang harus dilakukan si A? (perhitungan no.2 tsb apakah hrs dibuat oleh A sendiri kemudian A membayarkan pajaknya sendiri dr hsl perhitungan tsb ke bank atau bagaimanakah detail mekanismenya)?

4. Formulir apa sajakah yang harus diisi/dibuat oleh A untuk membayarkan pajaknya di bank?

5. Untuk melaporkan SPT tahunan, formulir manakah yang harus disi oleh A?

Terima kasih sebelumnya atas perhatian bapak dan saya sangat berharap bapak bisa memberikan informasinya.
Anonim mengatakan…
Halo mo tanya nih klo perhitungan pajak malaysia ada yang tau tidak terima kasih
Andira Indah mengatakan…
Halo om Raden.
mw nanya dunk, gimana ya kita bisa tau ttg PTKP sebenarnya di rumus berikut: (PB – PTKP sebenarnya) x 5%
misalkan kasus saya adalah gaji saya bulan ini Rp 3.294.000 lalu saya baru membuat NPWP (namun harus di remake karena kesalahan nama). nah, penghasilan bersih saya Rp 3.050.000 (terdapat potongan Rp 244.000). Dari manakah perhitungan perpotongan Pajak penghasilan saya tersebut? Trims atas bantuannya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Untuk mengetahui besaran PTKP, kita harus tahu status. Apakah sudah menikah, dan / atau punya tanggungan?
Silakan pa Agung baca postingan ini dulu http://pajaktaxes.blogspot.com/2007/04/ptkp.html
aank mengatakan…
wah rumit juga ya teryata
diamond mengatakan…
Nice Post .. Thanks 4r heLp/
Unknown mengatakan…
met siang.
saya seorang guru di sekolah swasta.
saya memiliki penghasilan 3.100.000 perbulannya.
saya belum pegawai tetap dan belum menikah.
di sekolah,,pajak yg dikenakan berubah-ubah tiap bulannya, padahal penghasilan sama.
tolong pak perhitungan pajak yg benar seperti apa?
berdasarkan penghasilan saya itu.
terimakasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Mulai 1 Januari 2013 PTKP untuk seorang WPOP (status TK/0) sebesar Rp.24.300.000,00. Artinya PTKP setiap bulan Rp.2.025.000,00

Tetapi sebelum ke PTKP, ada lagi faktor pengurang penghasilan bruto, yaitu biaya jabatan. Sebenarnya ada lagi yaitu iurang pensiun. Tetapi saya anggap iurang pensiun tidak ada. Sehingga faktor pengurangnya biaya jabatan.

Besarnya biaya jabatan 5%
Jadi Rp.3.100.000,00 x 5% = Rp.155.000,00

Sehingga penghasilan neto bu guru:
Rp.3.100.000,00 - Rp. 155.000,00 - Rp. 2.025.000,00
= Rp. 920.000

Saya asumsikan tidak ada penghasilan lain. Sehingga penghasilan neto setahun bu guru adalah Rp. 11.040.000,00
Masih dibawah "basket" tarif pertama karena masih dibawah Rp.50.000.000,00 Sehingga tarif yang digunakan 5% saja.

Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong:
5% x Rp.11.040.000,00 = Rp.552.000,00 setahun
Dan PPh Pasal 21 setiap bulan yang dipotongkan kepada gaji bu guru adalah Rp.46.000,00 saja!

Jika tidak sama dengan perhitungan diatas, tolong cek perhitungan bendahara gaji. Perinciannya pasti beda. Nah, bedanya dimana???
Raden Agus Suparman mengatakan…
Oh, saya tambahkan.
Kriteria pegawai tetap di PPh Pasal 21 berbeda dengan kriteria pegawai tetap di kepegawaian.

Anonim mengatakan…
Yth. Pak Raden,

Bisa tolong diinfo tidak Pak untuk perhitungan pajak PPh 21 untuk wanita yang tidak menikah tapi punya anak dan wanita indonesia yang menikah siri tapi punya anak? apakah perhitungannya sama dengan wanita resmi menikah tapi cerai dengan punya anak? Sebagai catatan, anak yg dilahirkan tanpa surat kawin dari orangtuanya tersebut punya akte tunggal (hanya nama ibu) dan dirawat dari bayi oleh ibunya. Mohon infonya, Pak. Terima kasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
kalo di pajak tidak kenal siri atau resmi
bahkan tidak kenal haram atau halal
sadir emang .... :(
jadi sama sama anak legal maupun illegal

dan punya tanggungan tidak harus menikah dulu
seorang anak bisa menanggung bapaknya
Unknown mengatakan…
selamat siang bapak.
saya mahasiswa yang sekarang sedang mengerjakan skripsi tentang tax planning. saya ingin menanyakan tentang perhitungan pph 21 menggunakan metode gross up. saya sudah mencoba tp masih belom mengerti karena hasil yang di dapat tidak sama antara tunjangan pajak yang dihitung dengan gross up dengan pajak yang terutang(pph 21nya). yang membuat saya bingung adalah apabila biaya jabatannya belum maksimal, karena hasilnya akan berbeda. mohon pencerahannya pak. trims
Unknown mengatakan…
selamat siang bapak.
saya arif, saya mahasiswa disalah satu perguruan tinggi dijakarta. saya sedang mengerjakan skripsi tentang tax planning, yang saya ingin tanyakan adalah mengenai tunjangan pajak PPh pasal 21 yang dihitung menggunakan metode gross up. saya masih bingung dengan perhitungannya karena hasil yang saya peroleh tidak sama antara tunjangan pph 21 dengan PPh 21 yang terhutang. perbedaan ini yang saya ingin tanyakan karena dalam perhitungannya terdapat selisih didalam biaya jabatan. dalam biaya jabatan apabila sudah maksimal Rp.6.000.000,- maka tidak terdapat selisih, namun apabila belom maksimum biaya jabatannya maka perhtungan tunjangan pph 21 nya akan menghasilkan selisih dengan pph 21 yang terhutangnya. mohon penjelasan bapak.trims
Raden Agus Suparman mengatakan…
untuk konsultasi skripsi silakan kirim email saja ke saya.

ditunggu.
Anonim mengatakan…
selamat siang pak

Bagaimana cara mengisi bukti potong 1721 A-1 pada angka 20, 21 & 22.
Terimakasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
berdasarkan http://www.pajak.go.id/sites/default/files/formulir_pajak/11.%20Bukti%20Potong%201721%20-%20A1.pdf

nomor di form 1721-A1 itu hanya sampai 20. Nomor 19 itu PPh terutang dan nomor 20 yang sudah dipotong.

nampaknya beda form-nya?
Anonim mengatakan…
yth. bpk raden suparman.
sy masih bingung beda pph 21 dg 23. krna pemberi jasa dikenakan pph 21 tp ad bbrpa jasa jg trmsuk list pph 23. ap yg mmbedakanny?

trus bila pmberi kerja salah potong pph 21 dan A2 sdah sy terima, yg benar apkah sy yg harus mmbayar kekurangan pph di spt tahunan? ato pmberi kerja yg mmbetulkan spt masa 21ny dan sy diberikan A2 yg baru?
trima kasih....
Unknown mengatakan…
Slmt malam bapak,
Sayamau menanyakan, bekatul itu termasuk barang kena pajak tidak pak. Klo misal sy setorkan ke pabrik dg omzet lebih dari 4,8m/ th sy termasuk pkp bukan ? Krn sy profit sy hanya 3 persen dari harga jual, sy tdk bisa bayar ppn. Terima kasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
PPN itu pajak yang dipungut dari orang lain.
bukan pajak sendiri.

jika penjualan 500 maka penjual mungut 50
jadi nanti tagihan 550
yang dilaporkan di SPT tahunan dan SPT Masa itu omset 500 bukan 550


Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru