Penghasilan yang Dikecualikan

Tidak semua penghasilan merupakan objek PPh. UU PPh 1984 mengecualikan beberapa penghasilan yang tidak dikenakan PPh. Pengecualian ini diatur di Pasal 4 ayat (3) UU PPh 1984. Berikut ini merupakan penghasilan-penghasilan yang bukan objek PPh :

a. 1) bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
a. 2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;

j. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaanatau pemberian ijin usaha;

k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
1) merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Komentar

ryan_barudak mengatakan…
Salam,
1. Info Mas sangat bagus.
2. Saya pingin komentar Mas dan mungkin juga perhatian Mas pada isu-isu klasik perpajakan kita.
a. Apa kebaikan / manfaat NPWP buat individu diluar kepentingan DJP (kec. mo utang diatas 50jt, ni aturan bank, tau deh siapa yg mulai)?
b. Apa iya rasio NPWP merupakan satu tolok ukur wajar untuk menilai kinerja DJP (penyuluhan), esensinya apa?
c. Bayar pajaknya, awasi penggunaannya? Apakah para fiskus dan pejabat di DJP ndak aware bgm mereka bisa 'lebih kaya' dan 'merasa' berhak atas imbalan lebih dibanding PNS Depkeu lainnya?
d. Tau ndak Mas, bahwa untuk membayar rapelan TKT DJP, Sekjen Depkeu kerepotan mengumpulkan sisa-sisa anggaran satker-satkernya?

Maaf, agak panas. Diluar rasa empet saya sama DJP yang tidak toleran dan jauh dari mawas diri, apa yang Mas sajikan bermanfaat informasi. Kalau Mas juga muslim, semoga Mas paham Al Kautsar dan sanggup bertanggung jawab atas jerih payah rakyat yang Mas terima sebagai gaji, tunjangan, impres atau apapun itu, yang dilelgalkan oleh pemerintah, manusia, makhluk lemah dan fana. (ryan_barudak@yahoo.com)
Raden Agus Suparman mengatakan…
Saat ini, NPWP adalah komoditas politik. Untuk masalah ini tidak perlu diperdebatkan kecuali di DPR :-) Tetap kedepan, NPWP sangat penting untuk SIN atau nomor identitas tunggal. Jika kita punya SIN maka tax ratio akan naik karena pengawasan akan lebih mudah. Hatur nuhun kana komentarna.
Anonim mengatakan…
salam kenal.
saya mau tanya apa bedanya natura yang merupakan objek pajak dan natura yang bukan merupakan objek pajak?
terima kasih atas jawabannya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Penghasilan natura itu bukan objek pajak, Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh 1984. Begitu juga dengan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk natura, tidak boleh dibiayakan, Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh 1984. Kabarnya, tujuan aturan ini biar "transaksi" perekonomian tidak setback ke zaman barter tetapi harus diuangkan sehingga jelas nilai nominalnya.
Anonim mengatakan…
oww..sip bgt infonya mas..
aku mo tanya ni, kalau pemberian pakaian dinas tu kena PPh ato gak??
masuk 22 ato 21??

thanks
Anonim mengatakan…
salam. .
mau tanya
ada atau tidak penggolongan untuk dasar pengenaan pajak untuk penghasilan natura?

TERIMA KASIH
Anonim mengatakan…
saya mau tanya klo natura yang pengadaannya oleh pihak ke 3 kan dipotong pph pasal 22 1,5% trus dipotong ppn juga ga??

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru