Norma Penghitungan
Tidak semua Wajib Pajak tentu memiliki kemampuan untuk membuat pembukuan. Justru pada umumnya, pengusahan kita mayoritas masih pada taraf usaha kecil. Mereka sangat mungkin tidak memiliki kemampuan membuat pembukuan. Selain itu, para profesional yang memiliki praktek profesi sendiri mungkin saja tidak memiliki pembukuan. Nah, bagi mereka yang tidak mau membuat pembukuan, Direktorat Jenderal Pajak telah membuat Norma Penghitungan.
Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Norma penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto. Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal :
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar.
Norma penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. Aplikasinya, Norma Penghitungan itu merupakan persentase tertentu untuk mencari penghasilan neto. Wajib Pajak tidak perlu merinci berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk mencari penghasilan neto.
Formula umum untuk mencari penghasilan neto itu : penghasilan kotor – biaya = penghasilan neto.
Tetapi formula Norma Penghitungan untuk mencari penghasilan neto adalah :
penghasilan kotor x Norma = penghasilan neto.
Saya ingatkan kembali, untuk mencari PPh terutang untuk WP OP, penghasilan neto masih dikurangi lagi dengan PTKP. Sehingga formula lengkap untuk mencari PPh terutang adalah :
((Penghasilan kotor x Norma) – PTKP) x Tarif = PPh Terutang
Pemilihan Norma Penghasilan bagi Wajib Pajak memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah sederhana. Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan yang lengkap. Wajib Pajak tidak perlu membuat laporan keuangan seperti Neraca (balance sheet), dan Laporan Laba Rugi (income statement). Wajib Pajak cukup membuat catatan penghasilan kotor!!!
Kerugiannya adalah tidak pernah rugi. Yah, bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan maka usahanya tidak akan pernah rugi. Selalu untung! Pada kenyataannya, namanya usaha ada untung, ada rugi bukan?
Seperti dijelaskan diatas, Norma Penghitungan dibuat berdasarkan penelitian. Artinya, Norma Penghitungan dibuat dengan moderat atau pertengahan. Karena itu, pada prakteknya mungkin laba usaha kita bisa diatas atau dibawah Norma Penghitungan. Karena itu, jika laba usaha (persentase keuntungan) kita tinggi maka akan menguntungkan jika penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan. Jika sebaliknya, persentase keuntungan kita kecil, Wajib Pajak sebenarnya rugi menggunakan Norma Penghitungan.
Jadi, jelaslah jika Norma Penghitungan mengabaikan unsur keadilan. Memang tujuan Norma Penghitungan sekedar penyederhanaan penghitungan penghasilan bersih. Jika menginginkan keadilan, maka kita mesti repot-repot membuat pembukuan dan laporan keuangan.
Tidak semua Wajib Pajak dapat menggunakan Norma Penghitungan. Hanya Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang memiliki total penjualan (omset) setahun sampai dengan Rp.600 juta sajalah. Tetapi sejak Januari 2007 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 1/PMK.03/2007 batas penghasilan menjadi Rp1.800.000.000 (satu milyar delapan ratus juta rupiah). Jika total penjualan melebihi angka tersebut, atau WP badan, maka WAJIB menggunakan pembukuan dan menyusun laporan keuangan.
Selain itu, untuk dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto tersebut Wajib Pajak orang pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Norma penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto. Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal :
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar.
Norma penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. Aplikasinya, Norma Penghitungan itu merupakan persentase tertentu untuk mencari penghasilan neto. Wajib Pajak tidak perlu merinci berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk mencari penghasilan neto.
Formula umum untuk mencari penghasilan neto itu : penghasilan kotor – biaya = penghasilan neto.
Tetapi formula Norma Penghitungan untuk mencari penghasilan neto adalah :
penghasilan kotor x Norma = penghasilan neto.
Saya ingatkan kembali, untuk mencari PPh terutang untuk WP OP, penghasilan neto masih dikurangi lagi dengan PTKP. Sehingga formula lengkap untuk mencari PPh terutang adalah :
((Penghasilan kotor x Norma) – PTKP) x Tarif = PPh Terutang
Pemilihan Norma Penghasilan bagi Wajib Pajak memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah sederhana. Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan yang lengkap. Wajib Pajak tidak perlu membuat laporan keuangan seperti Neraca (balance sheet), dan Laporan Laba Rugi (income statement). Wajib Pajak cukup membuat catatan penghasilan kotor!!!
Kerugiannya adalah tidak pernah rugi. Yah, bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan maka usahanya tidak akan pernah rugi. Selalu untung! Pada kenyataannya, namanya usaha ada untung, ada rugi bukan?
Seperti dijelaskan diatas, Norma Penghitungan dibuat berdasarkan penelitian. Artinya, Norma Penghitungan dibuat dengan moderat atau pertengahan. Karena itu, pada prakteknya mungkin laba usaha kita bisa diatas atau dibawah Norma Penghitungan. Karena itu, jika laba usaha (persentase keuntungan) kita tinggi maka akan menguntungkan jika penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan. Jika sebaliknya, persentase keuntungan kita kecil, Wajib Pajak sebenarnya rugi menggunakan Norma Penghitungan.
Jadi, jelaslah jika Norma Penghitungan mengabaikan unsur keadilan. Memang tujuan Norma Penghitungan sekedar penyederhanaan penghitungan penghasilan bersih. Jika menginginkan keadilan, maka kita mesti repot-repot membuat pembukuan dan laporan keuangan.
Tidak semua Wajib Pajak dapat menggunakan Norma Penghitungan. Hanya Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang memiliki total penjualan (omset) setahun sampai dengan Rp.600 juta sajalah. Tetapi sejak Januari 2007 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 1/PMK.03/2007 batas penghasilan menjadi Rp1.800.000.000 (satu milyar delapan ratus juta rupiah). Jika total penjualan melebihi angka tersebut, atau WP badan, maka WAJIB menggunakan pembukuan dan menyusun laporan keuangan.
Selain itu, untuk dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto tersebut Wajib Pajak orang pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Komentar
saya ingin tanya nih mengenai pembukuan untuk persediaan barang :
Ilustrasi
pada desember 2007, PT A menerima barang dari PT B sebesar Rp 1.000 (tapi belum ada faktur pajak masukkannya, terbit Bulan Januari 2008), apakah barang tersebut boleh tidak dibukukan oleh PT A pada persediaan barang akhir untuk HPP di Neraca Rugi/Laba?
demikian pertanyaan saya..terima kasih
Sulis
Saya mau numpang tanya nih tentang Akuntansi Perpajakan, maklum saya tidak ngerti banget mas.
untuk Laporan Laba/Rugi : Persediaan barang yang dicantumkan nilai DPP atau udah + PPn ya mas?
terima kasih
Yeti
Saya seorang pekerja programmer lepas, sudah 8 tahun saya bekerja sebagai programmer freelance (Bekerja Sendiri). Selama ini saya belum memiliki NPWP. Saya berniat untuk membuat NPWP Segera. Kira2 pekerjaan yang saya dapat rata2 250juta dalam 1 tahun. Saya berniat menggunakan perhitunfan berdasarkan norma. Kira2 golongan saya apa ya? kedua. Setelah saya memiliki NPWP kira pajak apa yang harus saya bayar, Apa yang harus saya lakukan setelah itu?. Mohon bantuannnya terima kasih.
ardi_kurniawan@yahoo.com
kasus saya sama dengan Pak Ardi.
Saya bekerja sebagai programmer lepas.
Programmer termasuk golongan apa, dan bagaimana prosedur untuk membayar NPWP nya?
Sedangkan sekarang sudah bulan juli, apakah saya membayar nya tahun depan?
Terima kasih banyak :)
ms_bee80@yahoo.com
Kasus saya mirip dengan Pak Ardi dan Mas/Mbak yang satunya lagi :)
Bisakah saya juga mendapat penjelasan? Terimakasih.
Albert
jagerkiss2000@yahoo.com
Bisa di email jg penjelasan pajak untuk programmer lepas ke f3661@yahoo.com
Regards,
tolong kirim ke w1d0d0_dds@yahoo.co.id
Karena telur bukan objek PPN maka PPh yang rutin harus dihitung adalah PPh Pasal 25 sebagai cicilan pajak tahun berjalan. Dan pada akhir tahun menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban PPh selama setahun. Ini WPOP kan? Berarti SPT yang digunakan form 1770.
bisa minta daftar tarif norma penghitungan terbaru, klo bisa email ke
dvs_gbu@yahoo.co.id
terimakasih
bisa saya minta tarif norma perhitungan penghasilan terbaru, tlong email ke:
iyunk_qiyutz@yahoo.co.id
tolong banget saya tunggu
terima kasih....
Btw thx
thanks beja
saya ingin tanya apabila kita
1.mengajar les (private)
2.marketing freelance
3.marketing asuransi
berapa tarif perhitungan normanya (itu terpisah untuk tiap OP) dan dimana bisa memperoleh daftar tarif norma perhitungan terbaru.
Terima Kasih
Brgds,
lis51773@hotmail.com
jika usaha kos-kostan berpakah norma yang dipakai untuk usaha tersebut. Adakah pengertian kost-kostan yang akurat, dan adakah perbedaan dengan kontrakan/sewa rumah?
terimakasih
Pak, saya cari di www.pajak, tidak ada peraturan ini, pada buku edaran dirjen terbaru 2008 mengenai petunjuk pengisian SPT jg masih mengacu pada KEP 536 th 2000 yg mana nilainya 600 jt. Tolong info lebih lanjut. thanks
bisa nggak mas,saya dikirimi daftar tarip Norma perhitungan PPh yang terbaru, kalau bisa tolong diemail ke ign_kuslan@yahoo.com
Trima kasih sebelumnya
dan mau tanya juga misalnya peredaran usaha saya sudah lebih dari batasan peredaran usaha wajib pembukuan, kalau spt normal saya sudah menggunakan norma, apakah saya bisa dengan pembukuan juga?
kalo memang sudah wajib pembukuan maka harus menggunakan pembukuan.
oh ya, norma penghitungan penghasilan neto itu hanya untuk wajib pajak orang pribadi.
jadi walaupun wajib pajak orang pribadi, jika sudah melebihi batasan maka wajib baginya menyelenggarakan pembukuan
kalau pakai norma tidak ada biaya.
kan norma untuk yang tidak mencatat biaya....
jualan pakai final 1%.
kalau sudah tahu SPT mungkin tidak bingung. masing-masing ada tempatnya. penghasilan final dilaporkan di bagian penghasilan final. penghasilan non final (norma) dilaporkan dibagian non final.
aturannya norma memang harus ada pemberitahuan