PTKP
PTKP adalah singkatan dari penghasilan tidak kena pajak. Sebelum kenakan tarif progresif, penghasilan neto dikurangi dulu dengan PTKP. PTKP berlaku hanya untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP). Untuk wajib pajak badan seperti : perseroan terbatas, CV, yayasan, lembaga, dan badan lain, tidak dapat menggunakan PTKP.
PTKP sebenarnya ditujukan untuk penghasilan minimum yang dapat dinikmati oleh wajib pajak untuk tetap hidup walaupun sederhana. Istilah yang berkembang di perburuhan adalah UMK atau upah minimum kabupaten. Karena itu, per teori, PTKP tidak boleh lebih kecil daripada UMK.
Beberapa tahun yang lalu, PTKP sempat berada dibawah UMK. Kemudian, DJP memberikan keringanan dengan “PPh ditanggung pemerintah”. Maksudnya, pajak penghasilan atas selisih antara PTKP dan UMK dibebaskan. Pajak yang benar-benar terutang hanya untuk yang diatas UMK.
Tetapi sejak tahun 2005, PTKP dinaikan menjadi Rp. 12.000.000 per WP OP. Dan tahun 2006, PTKP dinaikan lagi menjadi Rp. 13.200.000! Dengan demikian, sekarang PTKP jauh diatas UMK. Jadi, jangan khawatir, para buruh yang digaji dengan UMK pasti bebas pajak penghasilan!!!
Karena maksud dari PTKP untuk kebutuhan minimum, penghasilan untuk kebutuhan minimum, maka jika WP OP memiliki istri dan tanggungan maka PTKP juga bertambah. Maaf, UU PPh 1984 memandang bahwa pencari rejeki (penghasilan) adalah suami. Sehingga jika seorang istri bekerja dan suaminya pengangguran maka untuk mendapatkan PTKP tanggungan suami, si istri tersebut harus mendapatkan keterangan dari kantor kecamatan!
Berikut adalah jumlah PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto WP OP yang berstatus bujangan:
1. WP tidak Kawin dan tidak memiliki Tanggungan, Rp 13,200,000
2. WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 1 Orang, Rp 14,400,000
3. WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 2 Orang, Rp 15,600,000
4. WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 3 Orang, Rp 16,800,000
Berikut adalah jumlah PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto WP OP yang berstatus kawin, istri tidak punya penghasilan, atau punya penghasilan tapi ada perjanjian pisah harta:
1. WP Kawin, dan tidak memiliki Tanggungan, Rp 14,400,000
2. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 1 Orang, Rp 15,600,000
3. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 2 Orang, Rp 16,800,000
4. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 3 Orang, Rp 18,000,000
Berikut adalah jumlah PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto WP OP yang berstatus kawin, istri punya penghasilan dan penghasilan tersebut digabung dengan penghasilan suami di SPT PPh :
1. WP Kawin, dan tidak memiliki Tanggungan, Rp 27,600,000
2. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 1 Orang, Rp 28,800,000
3. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 2 Orang, Rp 30,000,000
4. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 3 Orang, Rp 31,200,000
Dari perincian diatas jelaslah jika istri punya penghasilan lain, maka PTKP lebih besar daripada istri tidak punya penghasilan lain. Karena itu, salah satu trik mengisi SPT Tahunan PPh adalah dengan menyuruh istri dagang, dan hasil dagangannya digabung. Namanya jualan, bisa rugi, bisa untung 100 ribu rupiah, atau untung 100 milyar rupiah. He .. he .. he …
PTKP sebenarnya ditujukan untuk penghasilan minimum yang dapat dinikmati oleh wajib pajak untuk tetap hidup walaupun sederhana. Istilah yang berkembang di perburuhan adalah UMK atau upah minimum kabupaten. Karena itu, per teori, PTKP tidak boleh lebih kecil daripada UMK.
Beberapa tahun yang lalu, PTKP sempat berada dibawah UMK. Kemudian, DJP memberikan keringanan dengan “PPh ditanggung pemerintah”. Maksudnya, pajak penghasilan atas selisih antara PTKP dan UMK dibebaskan. Pajak yang benar-benar terutang hanya untuk yang diatas UMK.
Tetapi sejak tahun 2005, PTKP dinaikan menjadi Rp. 12.000.000 per WP OP. Dan tahun 2006, PTKP dinaikan lagi menjadi Rp. 13.200.000! Dengan demikian, sekarang PTKP jauh diatas UMK. Jadi, jangan khawatir, para buruh yang digaji dengan UMK pasti bebas pajak penghasilan!!!
Karena maksud dari PTKP untuk kebutuhan minimum, penghasilan untuk kebutuhan minimum, maka jika WP OP memiliki istri dan tanggungan maka PTKP juga bertambah. Maaf, UU PPh 1984 memandang bahwa pencari rejeki (penghasilan) adalah suami. Sehingga jika seorang istri bekerja dan suaminya pengangguran maka untuk mendapatkan PTKP tanggungan suami, si istri tersebut harus mendapatkan keterangan dari kantor kecamatan!
Berikut adalah jumlah PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto WP OP yang berstatus bujangan:
1. WP tidak Kawin dan tidak memiliki Tanggungan, Rp 13,200,000
2. WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 1 Orang, Rp 14,400,000
3. WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 2 Orang, Rp 15,600,000
4. WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 3 Orang, Rp 16,800,000
Berikut adalah jumlah PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto WP OP yang berstatus kawin, istri tidak punya penghasilan, atau punya penghasilan tapi ada perjanjian pisah harta:
1. WP Kawin, dan tidak memiliki Tanggungan, Rp 14,400,000
2. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 1 Orang, Rp 15,600,000
3. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 2 Orang, Rp 16,800,000
4. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 3 Orang, Rp 18,000,000
Berikut adalah jumlah PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto WP OP yang berstatus kawin, istri punya penghasilan dan penghasilan tersebut digabung dengan penghasilan suami di SPT PPh :
1. WP Kawin, dan tidak memiliki Tanggungan, Rp 27,600,000
2. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 1 Orang, Rp 28,800,000
3. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 2 Orang, Rp 30,000,000
4. WP Kawin, dan memiliki Tanggungan 3 Orang, Rp 31,200,000
Dari perincian diatas jelaslah jika istri punya penghasilan lain, maka PTKP lebih besar daripada istri tidak punya penghasilan lain. Karena itu, salah satu trik mengisi SPT Tahunan PPh adalah dengan menyuruh istri dagang, dan hasil dagangannya digabung. Namanya jualan, bisa rugi, bisa untung 100 ribu rupiah, atau untung 100 milyar rupiah. He .. he .. he …
Komentar
semoga sukses bagi2 ilmu perpajakannya...hehehe
pph21 karyawan dan dampaknya terhadap laporan rugi laba fiskal perusahaan....mohon di jelaskan yah, terima kasih
thanks.
2 minggu lalu tmp teman saya bekerja mengadakan smcm sosialisasi pajak kepada mahasiswa di salah satu PTS. Acaranya dikemas cerdas cermat dan pemenangnya dapat hadiah Rp. 1,5 juta..
Oleh panitia, hadiah itu dipotong 25% dan bukti potong diserahkan langsung ke pemenang..
Setelah 2 minggu berlalu, panitia baru "ngeh" klo mengacu pd KepDirjen 395/2001, hadiah hasil lomba harusnya tdk dipotong PPh 25% tp mengikuti tarif PPh Pasal 17 yakni utk uang sebesar itu adl 5%.
Pajaknya telah disetor. Tidak ada komplain dr pihak penerima.. Nah, demi keadilan dan kebenaran, apa solusi terbaik buat panitia sebagai pihak pemotong menurut Pak Raden yg pinter banget..?
Makasih atas sharingnya..
Karena begini, satu bulan lalu saya mengalami sakit dan harus dirawat inap. Biaya dari rumah sakit kemudian saya reinburst ke kantor dan dibayarkan melalui transfer ke rekening. Kemudian pada akhir tahun, biaya tersebut dibebankan sebagai pendapatan saya, sehingga pajak penghasilan di akhir tahun besar sekali.
Saya pikir jika penerima penghasilan "tidak mempermasalahkan" maka bukan masalah. Tapi bisa saja si penerima hadiah minta restitusi atau pemindahbukuan (Pbk) ke utang pajak lain. Cuma kalau restitusi tiga ratus ribu rupiah, saya pikir tidak material. Tapi ya terserah si penerima hadiah!
Kalo tunjangan kesehatan kaya biaya rawat inap di rumah sakit yang dibayarkan perusahaan pada saat pegawai/karyawannya dirawat inap, apakah termasuk Pendapatan Kena Pajak?
Biasanya kita menggunakan istilah "penghasilan atau tidak". Jika penghasilan bagi karyawan maka biaya bagi perusahaan. Tapi biasanya istilah "tunjangan" masuk ke komponen gaji. Jadi biaya bagi perusahaan dan penghasilan bagi karyawan.
Mohon diberikan jawabannya,terima kasih.
PPh Pasal 25 adalah cicilan pajak terutang pada tahun berjalan yang dibayar setiap bulan. Sedangkan PPh Pasal 29 adalah pelunasan PPh yang kurang bayar dan dibayar sebelum lapor SPT. Ini berlaku untuk semua wajib pajak, baik WP karyawan, pengusaha kecil, pengusaha besar, maupun konglomerat.
Kalo stl dihitung ulang, ternyata pajak (berbagai jenis) yg telah disetor perusahaan itu berlebih/kelebihan bayar, apa mungkin menarik kembali uang tsb atau ada pengurangan pajak di tahun berikutnya? Ada dak peraturan yg mengatur "Lebih bayar tsb" Selama ini sy tdk pernah lo nemuin kasus uang tsb bs diambil lg, trus gimana tuh pak, gak adil khan. Maaf, uang tsb lalu dibagi2 kemana?
Terima kasih, dari devy di malang
dikembalikan ke wajib pajak.
saat ini malah kantor pajak dan kantor perbendaharaan sedang "pusing" dengan restitusi berhubung kas negara sedang menipis
istri karyawan dan pengusaha.
nanti status di SPT Tahunan dan di tempat kerja akan beda ya...
status di SPT Tahunan suami ada tambahan I
misal tanggungan 2 orang anak
maka statusnya akan K/I/2
artinya, kawin dengan penghasilan istri digabung dengan suami dan memiliki 2 tanggungan.
jika istri tidak bekerja, alias hanya pegawai maka status suami K/2 dan penghasilan istri masuk penghasilan final
di form III bagian "istri bekerja"
saran saya, jika istri tidak memiliki usaha sebaiknya para istri tidak memiliki NPWP.
jika sudah memiliki NPWP silakan minta hapus.
jika perusahaan minta, segera minta NPWP "cabang" yang 12 digit pertama sama dengan NPWP suami.
keuntungan NPWP cabang adalah penghasilan istri bisa final sehingga tidak akan kurang bayar.
jika NPWP pisah makan akan selalu kurang bayar karena PPh terutang dihitung ulang