Perlakuan Perpajakan Atas Reimbursment
Oleh : Tunas Hariyulianto
Reimbursment merupakan suatu jumlah yang ditagih oleh Pemberi Jasa kepada Penerima Jasa yang berasal dari tagihan Pihak Ketiga (Supplier). Dengan demikian, Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi reimbursment adalah Pemberi Jasa selaku pihak yang menyerahkan jasa kepada konsumen (Penerima Jasa), Penerima Jasa, dan Pihak Ketiga selaku pihak yang dilibatkan oleh Pemberi Jasa dalam melakukan penyerahan jasa kepada konsumen (Penerima Jasa). Transaksi Reimbursment ini umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan jasa yang bekerjasama dengan pihak ketiga dalam melakukan kegiatan pemberian jasa kepada konsumen (penerima jasa) antara lain perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa freight forwarding yang dalam kegiatan operasionalnya bekerjasama dengan Pihak Ketiga antara lain perusahaan pengangkutan / pengiriman barang. Tagihan biaya yang di-Reimburs antara lain : Freight, THC, Document Fee, D/O, Cleaning Container, Lift on/off Container, shipping line, dan air line.
Dalam hal terjadi transaksi Reimbursment, Tagihan dari Pihak Ketiga akan diteruskan oleh Pemberi Jasa kepada Penerima Jasa dengan atau tanpa ditambah imbalan (Mark Up). Selanjutnya pembayaran dari Penerima Jasa akan diteruskan oleh Pemberi Jasa kepada Pihak Ketiga tersebut setelah dikurangi dengan imbalan mark up. Jumlah penerimaan yang akan dicatat sebagai penghasilan/pendapatan oleh Pemberi Jasa adalah jumlah pembayaran dari Penerima Jasa dikurangi dengan Reimbursment. Oleh karena itu, dokumen tagihan oleh Pihak Ketiga seharusnya dibuat langsung atas nama Penerima Jasa (bukan Pemberi Jasa).
Selanjutnya bagaimana perlakuan perpajakan atas transaksi Reimbursment ini. Dalam artikel ini, akan diuraikan perlakuan perpajakan (PPN dan PPh) atas transaksi Reimbursment didasarkan atas ketentuan perpajakan yang berlaku.
PERLAKUAN PPN
Pasal 1 angka 17 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Dalam kaitannya dengan penyerahan jasa, yang dipakai sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah Penggantian. Definisi Penggantian menurut Pasal 1 angka 19 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Dalam transaksi reimbursment, tagihan dari pihak ketiga dibuat langsung atas nama Penerima Jasa. Pemberi jasa hanya membantu meneruskan tagihan tersebut dari pihak ketiga kepada penerima jasa. Tagihan reimbursment tersebut tidak termasuk dalam pengertian Penggantian bagi Pemberi Jasa (semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pemberi Jasa), karena biaya dimaksud diminta langsung oleh pihak ketiga (melalui Pemberi Jasa) yang ditunjukkan dengan adanya invoice yang dibuat langsung atas nama penerima jasa. Dengan demikian, dalam menghitung PPN yang terutang atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pemberi Jasa, biaya-biaya tersebut (Reimbursment) tidak dihitung sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Apabila invoice tagihan dari pihak ketiga dibuat atas nama Pemberi Jasa, maka Pemberi Jasa harus menerbitkan invoice baru untuk menagih biaya tersebut kepada Penerima Jasa. Karena invoice tagihan kepada Penerima Jasa dibuat oleh dan atas nama Pemberi Jasa, maka biaya-biaya dalam invoice tersebut masuk dalam pengertian biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pemberi Jasa, sehingga masuk dalam pengertian penggantian sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 19 di atas. Dengan demikian, dalam menghitung PPN yang terutang atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pemberi Jasa, biaya-biaya tersebut harus dihitung sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlakuan PPN atas Reimbursment harus dilihat terlebih dahulu invoice tagihan oleh Pihak Ketiga, apakah atas nama Pemberi Jasa atau atas nama Penerima Jasa.
Ketentuan mengenai perlakuan PPN atas Reimbursment ini belum secara khusus diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hingga saat ini, Ketentuan yang ada hanya berupa surat-surat penegasan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak antara lain : S-807/PJ.53/2004, S-766/PJ.53/2004, S-768/PJ.53/2004, dan S-917/PJ.53/2003, sementara diketahui bahwa dokumen penegasan dalam bentuk surat, bersifat intern atau khusus (tidak berlaku umum) dan tidak berlaku sebagai dasar hukum yang sah secara umum. Oleh karena itu, untuk lebih memberikan Kepastian Hukum, diusulkan agar Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan suatu Keputusan (atau Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak) yang mengatur perlakuan PPN atas Reimbursment ini.
PERLAKUAN PPh
Ketentuan yang mengatur tentang pengakuan pendapatan dan biaya dalam hal terdapat transaksi reimbursment, belum diatur secara khusus. Namun sesuai dengan penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP menyatakan bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Dengan demikian, sepanjang peraturan perundang-undangan perpajakan tidak menentukan secara khusus, maka pengakuan pendapatan dan biaya dalam hal terdapat transaksi reimbursment harus menggunakan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan Indonesia.
Di atas telah disampaikan bahwa dalam transaksi reimbursment dokumen invoice tagihan oleh Pihak Ketiga dibuat langsung atas nama Penerima Jasa. Menurut kelaziman akuntansi di Indonesia, dokumen/invoice tagihan yang akan diakui sebagai pendapatan Pemberi Jasa adalah dokumen tagihan/invoice yang dibuat atas nama Pemberi Jasa yang bersangkutan. Dengan demikian, atas pembayaran (Reimbursment) yang diterima dari Penerima Jasa atas tagihan invoice dimaksud tidak akan diakui sebagai penghasilan/pendapatan oleh Pemberi Jasa. Demikian pula pembayaran oleh Pemberi Jasa kepada Pihak Ketiga tidak boleh diakui / dicatat sebagai biaya (pengurang penghasilan bruto).
Pengakuan Pendapatan dan Biaya ini juga telah selaras dengan penghitungan peredaran usaha (Dasar Pengenaan Pajak) menurut ketentuan PPN. Seperti telah diuraikan di atas, dalam ketentuan PPN diatur bahwa reimbursment dikurangkan dari Dasar Pengenaan Pajak PPN, sehingga penerimaan pembayaran reimbursment dari Penerima Jasa juga seharusnya tidak dicatat/diakui sebagai pendapatan. Dengan demikian, peredaran usaha menurut PPN akan sama (equal) dengan peredaran usaha menurut PPh.
Disalin dari : http://999-sps02-01:8080/C11/Artikel%20Perpajakan/default.aspx
Tunas Hariyulianto sekarang seorang AR di KPP PMA Tiga
Reimbursment merupakan suatu jumlah yang ditagih oleh Pemberi Jasa kepada Penerima Jasa yang berasal dari tagihan Pihak Ketiga (Supplier). Dengan demikian, Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi reimbursment adalah Pemberi Jasa selaku pihak yang menyerahkan jasa kepada konsumen (Penerima Jasa), Penerima Jasa, dan Pihak Ketiga selaku pihak yang dilibatkan oleh Pemberi Jasa dalam melakukan penyerahan jasa kepada konsumen (Penerima Jasa). Transaksi Reimbursment ini umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan jasa yang bekerjasama dengan pihak ketiga dalam melakukan kegiatan pemberian jasa kepada konsumen (penerima jasa) antara lain perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa freight forwarding yang dalam kegiatan operasionalnya bekerjasama dengan Pihak Ketiga antara lain perusahaan pengangkutan / pengiriman barang. Tagihan biaya yang di-Reimburs antara lain : Freight, THC, Document Fee, D/O, Cleaning Container, Lift on/off Container, shipping line, dan air line.
Dalam hal terjadi transaksi Reimbursment, Tagihan dari Pihak Ketiga akan diteruskan oleh Pemberi Jasa kepada Penerima Jasa dengan atau tanpa ditambah imbalan (Mark Up). Selanjutnya pembayaran dari Penerima Jasa akan diteruskan oleh Pemberi Jasa kepada Pihak Ketiga tersebut setelah dikurangi dengan imbalan mark up. Jumlah penerimaan yang akan dicatat sebagai penghasilan/pendapatan oleh Pemberi Jasa adalah jumlah pembayaran dari Penerima Jasa dikurangi dengan Reimbursment. Oleh karena itu, dokumen tagihan oleh Pihak Ketiga seharusnya dibuat langsung atas nama Penerima Jasa (bukan Pemberi Jasa).
Selanjutnya bagaimana perlakuan perpajakan atas transaksi Reimbursment ini. Dalam artikel ini, akan diuraikan perlakuan perpajakan (PPN dan PPh) atas transaksi Reimbursment didasarkan atas ketentuan perpajakan yang berlaku.
PERLAKUAN PPN
Pasal 1 angka 17 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Dalam kaitannya dengan penyerahan jasa, yang dipakai sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah Penggantian. Definisi Penggantian menurut Pasal 1 angka 19 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Dalam transaksi reimbursment, tagihan dari pihak ketiga dibuat langsung atas nama Penerima Jasa. Pemberi jasa hanya membantu meneruskan tagihan tersebut dari pihak ketiga kepada penerima jasa. Tagihan reimbursment tersebut tidak termasuk dalam pengertian Penggantian bagi Pemberi Jasa (semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pemberi Jasa), karena biaya dimaksud diminta langsung oleh pihak ketiga (melalui Pemberi Jasa) yang ditunjukkan dengan adanya invoice yang dibuat langsung atas nama penerima jasa. Dengan demikian, dalam menghitung PPN yang terutang atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pemberi Jasa, biaya-biaya tersebut (Reimbursment) tidak dihitung sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Apabila invoice tagihan dari pihak ketiga dibuat atas nama Pemberi Jasa, maka Pemberi Jasa harus menerbitkan invoice baru untuk menagih biaya tersebut kepada Penerima Jasa. Karena invoice tagihan kepada Penerima Jasa dibuat oleh dan atas nama Pemberi Jasa, maka biaya-biaya dalam invoice tersebut masuk dalam pengertian biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pemberi Jasa, sehingga masuk dalam pengertian penggantian sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 19 di atas. Dengan demikian, dalam menghitung PPN yang terutang atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pemberi Jasa, biaya-biaya tersebut harus dihitung sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlakuan PPN atas Reimbursment harus dilihat terlebih dahulu invoice tagihan oleh Pihak Ketiga, apakah atas nama Pemberi Jasa atau atas nama Penerima Jasa.
Ketentuan mengenai perlakuan PPN atas Reimbursment ini belum secara khusus diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hingga saat ini, Ketentuan yang ada hanya berupa surat-surat penegasan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak antara lain : S-807/PJ.53/2004, S-766/PJ.53/2004, S-768/PJ.53/2004, dan S-917/PJ.53/2003, sementara diketahui bahwa dokumen penegasan dalam bentuk surat, bersifat intern atau khusus (tidak berlaku umum) dan tidak berlaku sebagai dasar hukum yang sah secara umum. Oleh karena itu, untuk lebih memberikan Kepastian Hukum, diusulkan agar Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan suatu Keputusan (atau Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak) yang mengatur perlakuan PPN atas Reimbursment ini.
PERLAKUAN PPh
Ketentuan yang mengatur tentang pengakuan pendapatan dan biaya dalam hal terdapat transaksi reimbursment, belum diatur secara khusus. Namun sesuai dengan penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP menyatakan bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Dengan demikian, sepanjang peraturan perundang-undangan perpajakan tidak menentukan secara khusus, maka pengakuan pendapatan dan biaya dalam hal terdapat transaksi reimbursment harus menggunakan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan Indonesia.
Di atas telah disampaikan bahwa dalam transaksi reimbursment dokumen invoice tagihan oleh Pihak Ketiga dibuat langsung atas nama Penerima Jasa. Menurut kelaziman akuntansi di Indonesia, dokumen/invoice tagihan yang akan diakui sebagai pendapatan Pemberi Jasa adalah dokumen tagihan/invoice yang dibuat atas nama Pemberi Jasa yang bersangkutan. Dengan demikian, atas pembayaran (Reimbursment) yang diterima dari Penerima Jasa atas tagihan invoice dimaksud tidak akan diakui sebagai penghasilan/pendapatan oleh Pemberi Jasa. Demikian pula pembayaran oleh Pemberi Jasa kepada Pihak Ketiga tidak boleh diakui / dicatat sebagai biaya (pengurang penghasilan bruto).
Pengakuan Pendapatan dan Biaya ini juga telah selaras dengan penghitungan peredaran usaha (Dasar Pengenaan Pajak) menurut ketentuan PPN. Seperti telah diuraikan di atas, dalam ketentuan PPN diatur bahwa reimbursment dikurangkan dari Dasar Pengenaan Pajak PPN, sehingga penerimaan pembayaran reimbursment dari Penerima Jasa juga seharusnya tidak dicatat/diakui sebagai pendapatan. Dengan demikian, peredaran usaha menurut PPN akan sama (equal) dengan peredaran usaha menurut PPh.
Disalin dari : http://999-sps02-01:8080/C11/Artikel%20Perpajakan/default.aspx
Tunas Hariyulianto sekarang seorang AR di KPP PMA Tiga
Komentar
Yang ingin saya tanyakan, apakah kita masih perlu menyimpan data invoice2 tersebut karena itu tidak dihitung dalam omset perusahaan ? Trus, jasa perantara penagihan apakah kena pph psl 23?
Terima Kasih atas pencerahannya.
Thks.
kebetulan perusahaan saya saat ini sdg menghadapi pemeriksaan pajak terkait reimburement ini. daam hal ini reimbursement atas biaya solar/bahan bakar.
kami mengadakan kontrak dgn perusahaan pelayaran untuk mengangkut barang2 kami, di kontrak dijelaskan bhw, atas biaya solar ditanggung oleh pengguna jasa, apabila pengguna jasa tdk menyediakan, maka perusahaan pelayaran akan membeli solar tsb dan kemudian mereimburse nya kepada pengguna jasa..
yang mau saya tanyakan, apakah atas reimbursement solar tersebut dianggap sbg objek pph pasal 15 seperti yg dianggap oleh pemeriksa??
apakah ada ketentuan yg mengaturnya?
terima kasih.
Kalau dari aspek PPh, apakah Jasa2 dari pihak ke-3 menjadi bukan objek saat ditagihkan dari Pemberi Kerja ke Penerima Jasa. Artinya tidak dipotong PPh Psl 23..
Kalau dari aspek PPh, apakah Jasa2 dari pihak ke-3 menjadi bukan objek saat ditagihkan dari Pemberi Kerja ke Penerima Jasa. Artinya tidak dipotong PPh Psl 23..
Bagaimana dengan aspek PPh, saat Pihak Ke-3 membuat invoice atas nama Pemberi Kerja.
1. Apakah pemberi Jasa memotong PPh 23 atas jasa Pihak Ke-3
2. Apakah Penerima Jasa memotong PPh 23 atas jasa Pihak Ke-3 yang kemudian diteruskan ke Penerima Jasa. Atau cukup dipotong dari Jasa Perantaranya saja dan mengabaikan Biaya jasa yang diberikan Pihak Ke-3...
Pasal 15 itu norma penghasilan neto bagi perusahaan tertentu. Salah satunya perusahaan pelayaran. Solar yang diganti harusnya menjadi penghasilan bagi perusahaan pelayaran. Atau mengurangi biaya solar. Dampaknya bagi penghasilan bruto perusahaan pelayaran sama.
jadi, membandingkan PPN dan PPh Pasal 23 jelas tidak equal
pertanyaannya apakah atas tagihan dari klaim yang kami ajukan ke suplier dibayarkan suplier terutang PPN?
pihak yang dipungut CV A, bukan suplier karena konsumen jasa display adalah CV A.
Bagaimana perlakuan PPh nya ya pak, apa diperbolehkan tidak dikenakan pph 21 dan dianggap natura (NDE) ?? terimakasih atas jawabannya.
Bagaimana perlakuan PPh nya ya pak, apa boleh tidak dikenakan pph 21 dan dianggap natura (NDE) ?? terimakasih atas jawabannya.
sudah ada SE-nya.
Dan kapan FP atas reimbursment dari PT A kepada PT C (jika terutang) harus dibuat?
terima kasih
silakan cek mana saja:
http://pajaktaxes.blogspot.com/2012/06/ppn-jasa-tenaga-kerja.html
kenali karakteristiknya.
bukan namanya
1. Storage
2. lift off
3. trucking (angkutan)
4. custom clearance
dari biaya-biaya tersebut yang saya bayar ke Forwarding lalu saya tagihkan (minta penggantian) ke pembeli barang dalam negeri,
Pertanyaan saya: apakah tagihan (invoice) yang saya buat dikenakan PPN & di potong PPh 23 atas keseluruhan biaya penggantian tersebut? terimakasih.
silakan baca di :
http://pajaktaxes.blogspot.com/2015/08/mulai-agustus-2015-objek-pemotongan-pph.html
pembayaran kepada penyedia Jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan sepanjang dapat dibuktikan faktur tagihan dan/ atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga.
intinya jika forwarder merinci invoice, kemudian atas biaya-biaya kepada pihak ketiga dapat dibuktikan faktur dan bukti pembayaran maka dasar PPN dan PPh Pasal 23 adalah jasa forwarding saja
jika tidak dirinci dalam invoice maka masuk pada dasar pengenaan PPN.
Jika ke pihak ketiga dipisah dan disertai bukti pembayaran kemudian kita meminta penggantian (reimburs) kepada klien maka atas pembayaran tsb bukan termasuk sewa kendaraan.
untuk perklakuan garansi apakah termasuk obyek pph ?
apakah DPP=1.100.000 + PPN = 110.000 atau DPP=1.000.000 + PPN=100.000 ?
terima kasih.
B dan C itu kan bisnis tersendiri
A dan B juga bisnis terpisah.
Menurut saya, C hanya berhubungan dengan B. Jadi seharusnya B meminta fee atau marjin yang suka-suka sesuai KESEPAKATAN berdua. Bukankan antara penjual dan pembeli biasa ada tawar menawar?
A menagih ke B sebesar Rp.1.100.000
B bayar ke A sebesar itu.
Logika yang wajar, B nagih ke C itu lebih dari Rp,1.100.000. Jika diasumsikan bahwa B meminta fee Rp.200.000 maka tagiha B ke C akan seperti ini:
harta Rp.1.200.000
PPN Rp.120.000
Total tagihan ke C adalah Rp.1.320.000
penghasilan yang mengalir ke subjek pajak luar negeri diatur di Pasal 26 UU PPh
Terima Kasih
bapak tanya pajak apa ya?
pajak kan banyak jenisnya
jika forwarder pengeluarkan ppn 1%, dari DPP yang mana kah saya harus potong pph 23?
misal :
harga jual / penggantian 1.000.000
dpp 100.000
ppn 10.000
dari harga jual 1jt ataukah dari dpp 100rb.
terima kasih
misalnya :
harga jual / penggantian 1.000.000
dpp 100.000
ppn 10.000
pertanyaan saya dari mana kah saya harus potong pph 23? dari 1jt ataukah dari 100rb.
Terima Kasih
tarif 1% itu dari:
DPP x 10% x 10%
10% pertama itu deem PK-PM
Mohon pencerahan.
saya sebagai importir(pengguna jasa) terima 3 invoice dari Forwarder(pemberi jasa) saya untuk satu shipment.
INVOICE 1.
(reinvoicing)
*Ocean Freight 10,000,000
*Agency Fee 1,000,000
*PPN 1% 110,000
Pertanyaaan:
1. Apakah PPN yang dikenakan sudah benar 1% atau seharusnya 10%?
2. Apakah dikenakan pph pasal 23?
INVOICE 2.
(reimbursement, Shipping line menerbitkan invoice atas nama pengguna jasa tidak ada PPN)
*THC 2,000,000
*DO FEE 200,000
*WASHING 200,000
Pertanyaan :
1. Apakah dikenakan PPH pasal 23?
2. Apakah pemberi jasa wajib mengenakan PPN kepada pengguna jasa? 1% atau 10%?
INVOICE 3.
*PIB Fee 100,000 (jasa dari pemberi jasa)
*Proforma asuransi 200,000 (reimbursement pihak ketiga tanpa PPN)
*Penumpukan 2,000,000 (reimbursement dari JICT sudah termasuk PPN)
*admin 1,000,000 (jasa dari pemberi jasa)
*Trucking 3,000,000 (reinvoicing/jasa dari pemberi jasa)
*Lift on Lift off 3,000,000 (reimbursement sudah termasuk PPN)
Pertanyaan :
1.Tarif PPN yang wajib dikenakan oleh pemberi jasa, 1% atau 10% untuk jasa dari pemberi jasa?
2.Point yang mana dikenakan PPH 23?
Terima kasih sebelumnya atas pencerahannya.
Salam
dpp ppn 100ribu karena pakai deem.
dpp sebenarnya ya sejuta itu
(reinvoicing)
*Ocean Freight 10,000,000
*Agency Fee 1,000,000
*PPN 1% 110,000
Pertanyaaan:
1. Apakah PPN yang dikenakan sudah benar 1% atau seharusnya 10%?
2. Apakah dikenakan pph pasal 23?
Jawab:
1. benar
2. karena invoice tidak dipisah, maka dpp pasal 23 dari 11juta.
(reimbursement, Shipping line menerbitkan invoice atas nama pengguna jasa tidak ada PPN)
*THC 2,000,000
*DO FEE 200,000
*WASHING 200,000
Pertanyaan :
1. Apakah dikenakan PPH pasal 23?
2. Apakah pemberi jasa wajib mengenakan PPN kepada pengguna jasa? 1% atau 10%?
Jawab:
1. dpp pasal 23 hanya dari fee saja
2. dpp PPN berbeda dengan pasal 23 walaupun sistem reimbursment. jadi dpp ppn dari total kali satu persen saja
*PIB Fee 100,000 (jasa dari pemberi jasa)
*Proforma asuransi 200,000 (reimbursement pihak ketiga tanpa PPN)
*Penumpukan 2,000,000 (reimbursement dari JICT sudah termasuk PPN)
*admin 1,000,000 (jasa dari pemberi jasa)
*Trucking 3,000,000 (reinvoicing/jasa dari pemberi jasa)
*Lift on Lift off 3,000,000 (reimbursement sudah termasuk PPN)
Pertanyaan :
1.Tarif PPN yang wajib dikenakan oleh pemberi jasa, 1% atau 10% untuk jasa dari pemberi jasa?
2.Point yang mana dikenakan PPH 23?
jawab:
1. dpp ppn dari total tagihan kali satu persen
2. dpp pasal 23 hanya dar fee saja yaitu:
*PIB Fee 100,000
*admin 1,000,000
Pt a membuat tagihan kepada pt b atas biaya yg dikeluarkan dan fee 8%. Tagihan dari pt c dan bukti pembayaran ke pt c juga disertakan. Maka ppn nya apwkah bisa hanya dari fee 8% tsb saja atau harus dari total tagihan?
Kemudian pph yg terlibay apa saja?
jika invoice dibagi dua maka PPN terutang hanya atas fee saja. invoice satunya lagi invoice reimbursement.
begitu juga PPh. Tapi pemotong PPh kan pemberi penghasilan alias si B
Saya adalah pihak pertama. saya menggunakan jasa perusahaan freight forwarding (pihak kedua). apabila pihak kedua melakukan reimbursement faktur pajak (atas nama pihak pertama) atas jasa yang ia gunakan dari pihak ketiga, apakah pihak kedua boleh melakukan reimbursement atas faktur pajak tersebut pada pihak pertama?
Thank you