PPh

Pajak Penghasilan [biasa disingkat dengan PPh] adalah salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Secara teori perpajakan, PPh adalah jenis pajak yang paling adil. Untuk mengenal lebih lanjut tentang PPh, berikut ini saya urutkan posting yang berkaitan dengan PPh sampai dengan Agustus 2010.

Teori Perpajakan :
1. Dasar hukum
2. Keadilan dalam PPh
3. Keadilan PPh Final
4. Keadilan dalam Cukai
5. Prinsip Asimetris

Apa Yang Dimaksud PPh?
Dasar pengenaan PPh

Subjek PPh
PPh sering disebut pajak subjektif. Untuk memahami pengenaan PPh kita juga harus memahami subjek PPh. Jika unsur subjektif tidak terpenuhi, maka tidak ada PPh. Inilah daftar posting tentang subjek PPh :
[1.] Siapa subjek PPh
[2.] Subjek pajak dalam negeri
[3.] Subjek pajak luar negeri
[4.] Subjek pajak BUT
[5.] Permanent Establishment atau PE
[6.] Bukan subjek PPh
[7.] Pekerja Indonesia di LN

Objek PPh
Selain subjek pajak,  hal terpenting untuk memahami PPh adalah mengidentifikasi objek-objek PPh. Pada dasarnya, objek PPh dibagi pada tiga golongan : dikenakan tarif umum, dikenakan tarif flat atau final, dan bukan objek. Lebih komplit, berikut daftar posting tentang objek PPh :
[1.] Unsur-unsur objek PPh
[2.] Penggolongan Objek PPh :
[2.] a. imbalan pekerjaan,
[2.] b. hasil usaha atau kegiatan,
[2.] c. imbalan modal dan
[2.] d. penghasilan lain-lain
Pada akhir tahun, semua penghasilan harus "digunggungkan" atau dikumpulkan atau dijumlah. Penghasilan yang digunggungkan bukan hanya atas penghasilan di DN, tetapi penghasilan yang diperoleh dari Luar Negeri. Setelah diketahui jumlah bruto dalam satu tahun, maka penghasilan tersebut kemudian dikurangi dengan biaya [atau pengurang penghasilan bruto]. Maka diketahui-lah penghasilan neto.

[3.] Penghasilan final atau PPh tarif flat
Berbeda dengan penghasilan sebelumnya, penghasilan final tidak perlu digunggungkan! Karena tarifnya flat dan berbeda-beda untuk masing-masing jenis penghasilan maka perhitungan PPh terutang juga masing-masing. PPh final tetap dilaporkan di SPT PPh Tahunan. Mohon dicatat, istilah final harus dilihat dari sisi penerima penghasilan. Jangan dilihat dari sisi pemberi penghasilan atau pemotong/pemungut.

Beberapa jenis penghasilan yang pernah diposting antar lain:
[3.a.] Obligasi Ritel Indonesia
[3.b.] Sewa tanah
[3.c.] Surat Perbendaharaan Negara
[3.d.] Tarif Jasa Konstruksi
[3.e.] Cash Basis Jasa Konstruksi
[3.f.] Penerapan Tarif Jasa Konstruksi
[3.g.] Penjualan tanah
[3.h.] Pesangon
[3.i.] Manfaat Pensiun
[3.j.] Dividen WPOP
[3.k.] Bunga simpanan koperasi

[4.] Bukan objek PPh
Inilah penggolongan terakhir tentang penghasilan. Golongan pertama adalah objek PPh dengan tarif umum dan harus digunggungkan [ini istilah yang dipake di PPh]. Secara umum hal ini diatur di Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Golongan kedua adalah penghasilan final, diatur di Pasal 4 ayat (2) UU PPh.  Dan golongan ketiga adalah bukan objek PPh yang diatur di Pasal 4 ayat (3) UU PPh.

Berikut adalah jenis penghasilan yang bukan objek PPh yang pernah diposting :
[4.a.] Hibah, Bantuan, Sumbangan
[4.b.] Beasiswa
[4.c.] Santunan BPJS
[4.d.] Zakat dan sumbangan keagamaan
[4.e.] Penghasilan dana pensiun

Penghasilan final dan bukan objek pajak, pada akhir tahun harus dipisahkan. Untuk memudahkan identifikasi jenis-jenis penghasilan mana saja yang termasuk final dan bukan objek, media SPT PPh Tahunan sebenarnya sudah mengakomodasi. Untuk SPT Tahunan PPh OP bisa dilihat di Form 1770 - III. Sedangkan SPT Tahunan PPh Badan bisa dilihat di Form 1771 - IV.

Pengurang Penghasilan Bruto
Untuk mencari penghasilan neto, maka penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang berkaitan erat dengan penghasilan bruto. Lebih umum biaya ini disebut "biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Sering disingkat 3M. Ada keterkaitan langsung antara biaya dengan penghasilan yang digunggungkan. Prinsipnya, biaya yang diluar 3M dan natura tidak boleh dibiayakan.

Berkaitan dengan biaya, berikut ini posting terdahulu :
[1.] Biaya Tapi Bukan Biaya
[2.] Penyusutan, Amortisasi dan Alokasi Biaya
[3.] Piutang Tak Tertagih
[4.] Kegiatan Usaha Berbasis Syariah
[5.] Penghapusan Piutang
[6.] Biaya Promosi
[7.] Zakat

Khusus untuk menghitung PPh OP, termasuk pengurang penghasilan bruto adalah biaya jabatan, biaya pensiun, iuran pensiun dan iuran THT, ditambah PTKP.

Tarif PPh
Tarif PPh dibedakan anatar tarif WP OP dan tarif WP badan. Berikut tarif yang berlaku berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 :
a. Tarif untuk Wajib Pajak Orang Pribadi :
  - untuk penghasilan neto sampai dengan Rp. 50juta, tarifnya 5%
  - penghasilan neto Rp.50juta s.d. Rp.250juta, tarifnya 15%
  - penghasilan neto Rp.250juta s.d. Rp.500juta, tarifnya 25%
  - penghasilan neto diatas Rp.500juta, tarifnya 30%

b. Tarif untuk Wajib Pajak Badan sejak tahun 2010 menjadi hanya 25% saja, flat.
Untuk Wajib Pajak berbentu perusahaan terbuka, masih dapat diskon 5% sehingga menjadi 20% saja.
Disamping itu, untuk pelaku UKM, juga dapat diskon 50% sesuai Pasal 31E UU PPh.

Potput / Withholding Taxes
Pemotongan dan Pemungutan atau disingkat Potput adalah perhitungan PPh oleh pemberi penghasilan. Setiap transaksi, pemberi penghasilan wajib membuat Bukti Potong atau Bukti Pungut. Potput dalam UU PPh diatur di Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26. Untuk melihat perbedaan ketiga pasal tersebut saya sudah memposting masalah equalisasi walaupun harus dibandingkan dengan postingan terakhir mengenai masalah yang sama.

Disamping ketiga pasal tersebut, potput ada juga yang diatur di Pasal 4 (2) dan Pasal 15 UU PPh. Kedua berkaitan dengan deem atau penetapan secara jabatan penghitungan penghasilan neto. Kedua menggunakan tarif flat bagi penerima penghasilan.

Posting yang berkaitan dengan withholding taxes antara lain :
[1.] PPh Pasal 21
[2.] PPh Pasal 21 DTP Tahun 2009
[3.] Sosialisasi PPh Pasal 21
[4.] Jasa dan objek PPh Pasal 21
[5.] PPh Pasal 22
[6.] Angka Pengenal Impor
[7.] Pedagang Pengumpul
[8.] PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul
[9.] Sosialisasi Potput Pasal 22/23
[10.] Jasa Telekomunikasi
[11.] Daftar Objek Pajak PPh Pasal 23
[12.] PPh Pasal 4 (2) Versus PPh Pasal 23
[13.] Jasa Katering
[14.] Istilah Sewa, Jasa Teknik, dan Jasa Manajemen
[15.] Saat Pemotongan Dividen
[16.] Jasa Perantara
[17.] Calo
[18.] PPh Pasal 26
[19.] Syarat Administratif P3B
[20.] Penyalahgunaan P3B
[21.] SKD

Bagi penerima penghasilan, pemotongan PPh oleh orang lain adalah kredit pajak. Karena itu, Bukti Potong sangat penting dan harus dilampirkan dalam SPT Tahunan.

Pelunasan PPh
Saat terutang PPh adalah pada akhir tahun pajak, biasanya bulan Desember. Atau bulan lain yang merupakan akhir periode akuntansi. Pelunasan PPh ada dua macam :
[a.] dilakukan oleh pihak lain, atau Potput. Supaya PPh bisa dikreditkan, kita wajib melampirkan Bukti Potong.
[b.] dibayar sendiri melalui bank persepsi atau kantor pos. Supaya PPh bisa dikreditkan, kita wajib melampirkan Surat Setoran Pajak [SSP].

PPh yang dibayar sendiri ada yang dibayar bulanan yang disebut PPh Pasal 25 dan ada yang dibayar akhir tahun sebelum lapor SPT Tahunan yang disebut PPh Pasal 29. Posting yang berkaitan dengan pelunasan PPh antara lain :
1. PPh Pasal 25
2. PPh Pasal 25 WP tertentu
3. Pengurangan PPh Pasal 25
4. WP Kriteria Tertentu
5. Cicilan PPh Usaha Kios
Selain kredit PPh yang dibayar didalam negeri, ada juga kredit pajak yang dibayar di luar negeri. Pembayaran PPh di LN disebut PPh Pasal 24. Semua penghasilan yang diterima baik dari DN maupun dari LN digunggungkan, maka PPh yang sudah dibayar atas penghasilan tersebut pun ditotal. Posting yang berkaitan dengan PPh Pasal 24 antara lain :
1. PPh Pasal 24
2. SKD

Setelah cicilan PPh diatas dikreditkan dalam perhitungan PPh akhir tahun, ditambah kredit PPh dari withholding taxes, ternyata masih kurang bayar, maka pelunasan atau pembayaran atas kekurangan itu disebut PPh Pasal 29. Tetapi jika ternyata cicilan PPh kita ternyata lebih bayar maka kelebihan tersebut bisa dimintakan kembali atau direstitusi.

Semua kewajiban perpajakan diatas pada akhir tahun harus dituangkan dalam SPT PPh Tahunan. SPT adalah media pelaporan Wajib Pajak kepada fiskus atas kegiatan usaha dan kewajiban perpajakan lainnya. Pengisian SPT wajib dilakukan oleh Wajib Pajak itu sendiri dengan benar, lengkap dan jelas.

Istilah yang digunakan untuk SPT yang masih memiliki PPh Pasal 29 disebut SPT KB atau SPT kurang bayar. Sedangkan jika kondisi akhir tahun lebih bayar maka disebut SPT LB.


Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru

Mulai Agustus 2015: Objek Pemotongan PPh Pasal 23 Semakin Banyak